Hal yang paling Indy tidak suka ialah kantin yang penuh. Untungnya dia dan Selena mendapatkan meja paling ujung, karena hampir semua meja sudah terisi. Entah kenapa Indy tertarik memperhatikan meja dengan enam kursi yang kosong disana.
"Kok gak ada yang duduk disitu sih?" tanya Indy pada akhirnya.
"Indy, tapi lo jangan berisik" bisik Selena. Indy hanya mengangguk patuh.
"Kalo gue boleh kasih saran, jangan sampe deket sama David ya. Dia gak bener" Indy mengerutkan keningnya.
"Kok jadi bawa-bawa David?"
"Karen pernah ada siswi yang pernah bikin masalah sama Davin, dia di kerjain abis-abisan disekolah, sampai siswi itu milih keluar dari sekolah ini. Dan meja yang lo tanyain itu, meja khusus David sama temen-temennya".
"Hah! Masa sih sampe segitunya?. Kalo ada yang duduk dimeja itu gimana?"
"Ya gak akan ada yang berani lah. Soalnya temen-temen David bakalan ngusir siapa aja yang berani duduk disitu"
"Kan banyak anak baru disini. Pasti mereka belum tau lah. Eh, gimana kalo kita cobain" tanya Indy antusias.
"Gila. Makasih, lo aja"
"Haha bercanda lah gue. Sel, lo kok udah tau banyak tentang sekolah ini"
"Gimana ya? Kakak gue sekolah juga disini, anak osis juga, tapi sekarang udah pindah sekolah" Indy hanya mengangguk tanda mengerti.
"Tuh liat mereka dateng. Yang cewe itu namanya Olivia sering di sebut miss centil" bisik Selena pelan. Indy terus memperhatikan perempuan itu, tangannya sesekali memeluk tangan David. Benar saja, mereka duduk dimeja itu. David, laki-laki yang jika dilihat bisa membuat hati sejuk, walaupun ekspresi yang ditunjukan selalu dingin, beda dengan teman-temannya yang ceria.
"Aku pesen makanan dulu ya sayang, kamu mau apa? " kata Olivia. David mengeluarkan ponselnya dan melirik Olivia sebentar.
"Katsu?" tebak Olivia.
"Roti kukus" ucapnya dan segera mengalihkan perhatiannya pada ponsel.
"Tanpa senyum?" tanya Indy tak percaya kepada Selena.
"Gimana ya, jadi miss centil tuh bukan pacarnya David, kakak gue waktu itu bilang kalo Olivia cuma mainannya David. Lo tau istilah cinta bertepuk sebelah tangan kan? Dan gak tau dirinya itu, miss centil nempel terus disebelah David" bisik Selena. Indy mengerutkan keningnya heran, kenapa kakak Selena terus memberitahu tentang David? Apa kakak Selena termasuk teman-teman David atau pernah suka pada David?.
"Ohh" gumam Indy.
"Eh iya, lo mau pesen apa? Gue pesenin"
"Gue aja yang pesen, lo mau apa?" kata Selena langsung berdiri dari duduknya.
"Jus jambu"
"Gak makan?" Indy menggelengkan kepalanya sambil memberikan uangnya pada Selena.
Seperginya Selena, Indy melirik David yang masih fokus pada ponselnya, wajah David membuat hati tenang. David menoleh kearah Indy! Membuat Indy langsung menegakkan badannya, panik! Sumpah!. Indy mengeluarkan ponselnya dan berpura-pura sibuk memaikan ponsel. Bodoh! David pasti risih ada yang memperhatikannya. 'Please, gue gak mau punya masalah' batinnya.
"Nih jus lo. Lo kenapa?" tanya Selena bingung dengan sikap Indy yang aneh.
"Gak apa-apa. Ke kelas yu" Indy berdiri.
"Pesenan gue aja belum jadi. Kenapa sih? Lo sakit?" Selena memegang dahi Indy.
"Gue pusing"
"Ya udah lo kekelas duluan, atau gak ke UKS gih" Indy mengangguk dengan cepat.
"Gak apa-apa ya gue tinggal"
"Iya, cepet sana minta obat" Indy dengan cepat meninggalkan kantin dan sial, matanya melirik David yang masih menatapnya.
***
Bel pulang sudah berbunyi. Indy memasukkan bukunya kedalam tas.
"Gue temenin lo sampe kakak lo dateng ya" Selena tersenyum lebar.
"Modus lo. Emang gak dijemput?"
"Eh usaha. Udah dijemput sih, tapi biarin lah nunggu bentar kakak lo" jawab Selena dengan tawa.
"Dasar. Yuk" sesampainya mereka diluar gerbang Indy menepuk dahinya sendiri.
"Sel maaf, gue lupa kak Andre gak akan jemput gue"
"Ih lupaan lo parah, terus lo pulang naik apa?"
"Pesen ojek, udah lo duluan aja" kata Indy.
"Bener gak apa-apa? Gue duluan ya. Kalo ada apa-apa chat gue" Indy mengangguk dan melambaikan tangannya saat Selena pergi.
'Duh gue kok lupaan gini sih' gumam Indy. Sebelum ia mengeluarkan ponselnya sebuah mobil berwarna putih berhenti didepannya.
Indy menatap bingung saat kaca mobil itu perlahan turun. David! Dengan cepat Indy membuang muka kearah lain.
"Dijemput?" tanya David.
"Gue?" Indy menunjuk dirinya sendiri.
"Disebelah lo ada orang? Engga kan" jawabnya lembut.
"Oh, iya dijemput" jawab Indy kaku.
"Sama pacar?" Indy menggelengkan kepalanya.
"Sama kakak. Eh engga, mau mesen ojek ini" David mengerutkan keningnya. 'Duh gue ngomong apa sih' batin Indy berteriak.
"Jadi lo dijemput atau engga?" tanya David heran.
"Lupa kalo kakak gue gak bisa jemput, jadi mau pesen ojek" jawab Indy malu. 'Plis Di, lo jaim dikit kenapa sih. Bikin malu!' David menahan tawanya, membuat Indy ingin lama-lama menatapnya.
"Ya udah bareng gue aja" 'eh apa?' Indy langsung fokus.
"Eh?"
"Kenapa? Dari pada pake ojek, panas. Mending dianter, gue gak pernah sebaik ini sama adik kelas" ucapnya dengan sedikit tertawa.
"Emang gak apa-apa kak?" tanya Indy ragu. David mengerutkan keningnya kembali.
"Ya gak apa-apa lah. Emang ada yang berani ngatur gue pulang sama siapa? Udah sama gue aja. Tenang, gak akan ditagih ongkosnya kok" David sedikit tertawa, dengan ragu Indy masuk kedalam mobil dan duduk disebelah David.
"Kalo pacar kakak sampe liat gimana? Gue gak akan dapet masalah kan?" David melirik Indy.
"Pacar gue? Siapa?" tanya David heran.
"Olivia" jawab Indy pelas. Tawa David pecah saat mendengar jawaban Indy.
"Olivia cuma temen gue. Emang sih dia suka nempel-nempel, tapi gue gak tertarik, gue lebih tertarik sama lo. Gimana dong?" candanya. Indy tertawa pelan.
"Tunjukin arah rumah lo ya. Ini lurus atau puter balik?" tanya David sambil menghidupkan mobil.
"Puter balik sih biar cepet"
"Ya udah lurus aja ya, biar lama" Indy kembali tertawa dibuatnya. Ditengah perjalanan Indy merasa ingin tau banyak mengenai David, ingin bertanya tapi ia bingung harus bertanya dari mana. Saat perempatan lampu merah lumayan lama, David membuka tasnya dan mengeluarkan sebuah buku yang lumayan tebal.
"Eh, suka novel ini gak?" tanya David sambil memberikan novel yang sudah tak asing bagi Indy.
"Suka lah. Siapa yang gak baper sama Dilan" Indy mengambil novel tersebut dan membuka acak halaman buku tersebut.
"Emang mau dibikin baper doang?" tanya David sambil memperhatikan wajah Indy.
"Ya engga. Cuma cewe mana sih yang gak suka sama cowok romantis" Indy sedikit tertawa.
"Eh iya, kakak masuk ekskul apa?"
"Basket, sama OSIS. Lo minat ekskul apa?" Lampu sudah berwarna hijau, pandangan David mulai fokus pada jalanan kembali, kini bagian Indy yang memperhatikan wajah David. 'Harus masuk basket nih biar ketemu terus' batin Indy.
"Sebenernya males ikut ekskul sih hehe. Pengen basket tapi cowok semua. Jadi kayaknya masuk ekskul musik aja" jawab Indy. Ia sedikit penasaran apakah David akan bertanya tentang basket atau tidak, kalau tidak salah David ketua basket juga.
"Sebenernya cewek juga boleh masuk basket, gak ada aturan khusus cowok kok, kalo emang mau lo masuk aja, besok gue kasih kertas pendaftaran nya" jawab David, sesekali pandangan mereka bertemu.
"Gak ah, nanti gue sendiri ceweknya"
"Banyak tau cewek yang daftar basket tahun ini, tapi gue males juga sih kalo banyak cewek di basket, mereka pada centil, modus deketin cowo doang" David sedikit tertawa.
"Tahun kemaren, gue jadi anak baru di basket, gak fokus banget sama materi yang dikasih, anak ceweknya pada berisik, suka cari perhatian lah, tapi kemampuan mereka main basket gak mau diasah. Emang lo bisa basket?" Indy tersenyum hambar. Rasanya ucapan David menyindirnya.
"Bisa lah. Dari kecil papa suka ngajarin gue sama kakak gue basket kalo lagi libur dari kantor. Malahan kakak gue pernah jadi ketua basket"
"Iya gue tau" gumam David.
"Hah? Tau apa?" tanya Indy heran.
"Eh maksudnya gue tau lo beneran bisa basket, soalnya badan lo tinggi" Indy hanya tersenyum menanggapi nya.
"Oh iya jadinya masuk musik apa basket nih?" tanya David.
"Gatau, masih bingung"
"Gue juga sering kok masuk ekskul musik"
"Oh ikut ekskul musik juga?" tanya Indy penasaran.
"Engga sih, cuma seminggu sekali suka ikutan gabung gitu, numpang main gitar, soalnga dirumah bunda suka marah kalo denger suara gitar atau yang berhubungan sama musik"
"Kenapa?" David mengangkat bahunya.
"Gak tau hehe. Jangankan musik, gue pengen punya motor aja bunda suka marah, anti gitu sama anak motor atau band" Indy menganggukan kepalanya mengerti.
***