Jack sampai di Bandung hanya dalam waktu setengah jam. Ya iyalah, diakan naik helikopter. Dia mengamuk tatkala mendapati Joe yang berada di kantor polisi dengan wartawan yang memenuhi pintu gerbang. Ternyata Joe habis menabrak orang. Beruntung luka pada orang itu tak terlalu parah. Tapi saat ada yang mengenali Joe sebagai public figure, di sanalah kehebohan terjadi hingga Joe akhirnya di amankan di kantor Polisi.
Semua anak buahnya yang bertugas menjaga Joe langsung di kembalikan ke Perancis dan diganti dengan yang lebih kompeten. Tentu dengan wajah babak belur terlebih dahulu. Perusahaan keluarganya bukan perusahaan biasa. Sebagai pengawal mereka tidak boleh lengah. Karena sekali lengah, nyawa orang taruhannya.
Sebenarnya dia ingin RED ONE alias Marco anak buahnya yang paling dia percaya untuk menjaga Joe. Tapi saat ini dia dalam misi menjaga Perdana Menteri Jepang yang sedang mengalami demo besar-besaran menuntutnya agar lengser dari jabatan.
Setelah urusan dengan kantor Polisi selesai dan berhasil kabur dari para wartawan Jack mengajak Joe kembali lagi ke Jakarta dan kali ini dia yang menyetir. Sudah cukup Joe menyetir dan hampir membunuh orang.
"Sudah ku bilang aku tidak mau pulang," ucap Joe merajuk.
"Kalau yang kau takutkan Alex, aku yang akan mengatasinya."
Joe melengos kesal. Dia sama sekali tak takut pada Alex.
Jack tau ada yang disembunyikan. "Katakan ada apa? Atau aku akan meninggalkanmu selama setahun," kata Jack mengancam.
"What? Kau tak bisa lakukan itu padaku."
"Coba saja."
Joe berpikir keras. Dia bisa apa tanpa Jack? Selama ini, semua Jack yang mengatur, dia terima beres. Kemarin ditinggal Jack tiga minggu saja, ada jadwal yang salah. Bagaimana setahun?! Bisa bangkrut!!
"Tapi jangan menertawakanku."
"Ah ... jika kau bicara seperti itu ini pasti tentang si rambut merah." Jack mengerti. Jack tau sejak usia lima belas tahun, Joe sering memimpikan wanita berambut merah dengan smile killernya. Dan Joe meyakini cewek itu adalah jodohnya. Makanya, setiap bertemu wanita berambut merah, Joe selalu mengejarnya. Walau akhirnya selalu berakhir mengecewakan.
"Aku melihatnya," kata Joe.
"Kau sudah sering melihatnya Joe. Dan setiap bertatap muka akhirnya kau selalu kecewa." Jack mengingatkan Joe pengalaman sebelumnya.
"Tidak. Aku yakin sekali, kali ini benar. Aku awalnya akan ke Jerman tapi saat sedang menunggu di Bandara, aku melihat tayangan televisi. Di sana ada sebuah acara live di sebuah sekolah di kota Bandung. Aku iseng menontonnya sambil menunggu pesawat lepas landas," kata Joe menjelaskan.
"Kamera memang hanya menshootnya sebentar. Tapi aku yakin itu dia. Dia memakai seragam SMA, tapi wajahnya imut sekali seperti masih SMP," kata Joe panjang lebar.
"WHAT? Apa kamu menyukai anak SMA? Kalau benar, selamat!! Kau mengikuti jejak Alex menjadi pedofil."
Joe mengernyitkan alisnya. Apa benar dia pedofil? Tapi Joe merasa yakin sekali kalau gadis itu adalah gadis yang selalu berada di mimpinya. "Aku tidak peduli. Sekarang antar aku ke sana?"
"Ke mana?"
"Ke sekolah gadis itu. Ke mana lagi?"
"Emang sekolahnya apa?"
"Aku tidak tau," kata Joe pelan.
Jack mengerem mendadak. Untung jalanan lengang, jadi tidak ada yang menyeruduk mereka dari belakang. "Jadi kamu membatalkan kontrak senilai 750 Juta di Jerman hanya untuk menghampiri cewek yang bahkan tidak kamu ketahui nama dan tempat tinggalnya?" Jack menggeram marah. Joe mengkerut melihat tatapan tajam Jack.
"Maaf." Joe bergumam dengan tampang memelas dan mata berkaca-kaca. Ia sudah siap menangis. Jack mengalihkan pandangannya dan mulai menjalankan mobilnya lagi.
"Kau melihatnya di stasiun televisi apa? Besok kucarikan," kata Jack memelankan suaranya.
Mana tahan dia kalau sudah melihat wajah Joe yang memelas begitu?! Udah mirip anak anjing yang lucu imut ngegemesin minta di elus-elus. Sialan, dia terperdaya lagi!
Mendengarnya, mata Joe langsung berbinar. "Aaaaaaa.....kau memang yang terbaik Brother." Joe menerjang Jack dan memeluknya erat.
"Shit ... Lepas Joeee ... aku sedang menyetir."
Joe melepasnya dengan senyum yang tak lepas dari bibirnya. Sedang Jack mendengus pasrah. Bertambah lagi tugas tidak penting yang harus di lakukannya. Mungkin ini salahnya juga terlalu memanjakan Joe. Hingga di umurnya yang ke 23, Joe tetap suka bertingkah seperti anak kecil dengan keegoisan tingkat tinggi. Apalagi dengan wajah imutnya, banyak orang mengira dia masih SMA. Tapi tak apalah, dengan begini Jack merasa menjadi kakak kembali. Memanjakan adiknya menyayanginya dan melindunginya. Hal yang tidak sempat dia lakukan pada adiknya dulu.
"By the way, gimana semalam? Berapa ronde? Ceweknya hebat banget ya, sampe siang kamu baru bangun?"
Mendengar pertanyaan Joe, Jack hanya tersenyum simpul.
"Kau membuatnya pingsan lagi ya?"
"Heeemmm ...."
"Ck ck ck kau harus menghentikan kebiasaanmu itu. Cobalah semalam hanya satu sampai dua ronde. Jangan selalu bikin mereka kewalahan. Lama-lama tak akan ada yang mau tidur denganmu."
"Aku melakukannya setiap misi selesai, dan itu kadang sampai berbulan-bulan. Jadi wajar kalau aku membayar ketinggalanku."
Membayar ketinggalan? Joe melongo. Memang parah Kakak angkatnya ini.
"Emangnya, semalam artis siapa yang kau tiduri?" tanya Joe.
"Bukan artis, dia asisten Bella."
"Bella siapa?"
"Cewek yang semalam bersamamu."
"Owwww ... masih muda?"
"Yup dan perawan"
"Uhuk ... uhuk ..." Joe tersedak ludahnya sendiri."
PE-RA-WANNNN????" Jack mengangguk.
"Wah ... kau benar-benar curang. Harusnya yang perawan itu untukku," Protes Joe.
"Kau sudah sering mendapat perawan Joe. Aku baru sekali. Lagi pula, mana ku tau kalau dia perawan. Kupikir dia hanya kurang pengalaman saja."
"Kau melakukannya dengan lembut kan?" Jack mengerutkan dahinya heran.
"Don't tell me ... kamu beneran parah, Brotha. Perawan harus di perlakukan secara spesial dan penuh kelembutan. Semalam kamu baru saja memperawani seorang gadis dengan kasar hingga pingsan. Ck ck ck apa kau tak berpikir bagaimana kalau dia sampai pendarahan lalu jadi sakit, lalu dia koma, lalu jadi meninggal?" Jelas Joe panjang lebar sambil menunjuk wajah Kakaknya itu.
Plakkkk
"Aaaawwwwww." Jack memukul kepala Joe karena berfantasi yang berlebihan.
"Dengar ya Joe. Pertama, saat aku berbuat kasar, dia tidak mengeluh. Malah mendesah keenakan. Jadi salah siapa kalau aku terus menggarapnya? Soal dia pingsan? Itu salah dia kenapa tidak memiliki stamina yang oke. Lagi pula tak ada orang yang mati gara-gara kebanyakan melakukan sex. Paling hanya tak bisa berjalan seminggu." "
Terserah apa katamulah. Yang penting kau tak menghamilinya saja. Kamu ingat memberi dia suntikan atau obat pencegah kehamilan, kan? Soalnya menurut pengalamanku perawan itu tak pernah memikirkan kontrasepsi. Apalagi dengan kebiasaanmu yang tak mau memakai kondom," Kata Joe mengingatkan.
Citttttttttttttttt.
Jack mengerem mendadak seolah kata-kata Joe menyadarkan kecerobohannya.
"Shit ... shit," makinya sambil memukul setir.
"Jack! Kalau mau mati, jangan ajak aku. Sudah dua kali kau mengerem mendadak. Bisa-bisa aku almarhum sampe rumah." Joe marah karena keningnya terantuk dasboard mobil.
"Kita naik hely saja." kata Jack lalu memutar haluan ke arah tempat landasan helikopternya tadi di daratkan. Joe hanya mengangkat alisnya ingin tertawa.
Jangan tertawa," kata Jack keras.
"Sorry, Brother. Aku hanya heran saja kau dengan IQ di atas rata-rata, dengan daya ingat luar biasa, dan ketangkasan yang amazing, bisa melupakan hal sepenting itu." Joe tertawa renyah memandang Jack yang terlihat tegang. Sementara Jack sudah tidak bisa konsentrasi lagi. Yang ada di pikirannya, hanyalah menemukan Ayu dan segera menyuntikkan obat pencegah kehamilan.
Dia tidak mau ambil resiko.