Chereads / Yang patah tidak akan mati / Chapter 10 - Topeng penyelamat dan makna sebuah perjalanan

Chapter 10 - Topeng penyelamat dan makna sebuah perjalanan

Pagi berikutnya semuanya masih sama tidak ada yang istmewa baik di layar ataupun di hati. Aku jalani hari dengan biasa, pergi ke kantor bekerja seperti manusia normal lainnya namun ada yang berbeda saat itu topeng ku sudah tak ku gunakan lagi, dimana senyum ku adalah senyum yang seutuhnya dan tawa ku adalah tawa yang seutuhnya.

Di tempat bekerja beberapa kawan menanyakan keadaan ku saat ini, dan ku jawab "Aku sudah baik-baik sajah, hatiku sudah terbiasa. Saat ini hatiku sedang beristirahat dengan tenang bersama logika yang terkadang aku gunakan". Dia tersenyum dan berkata "syukurlah" aku tau dia sangat mengkhawatirkan ku, sekali lagi aku sadar bahwa ada orang lain yang begitu perduli dengan keadaan ku yaitu; teman ku.

Akhirnya aku bisa melepas topeng yang selalu jadi pelindung saat dunia mencoba mencari tahu atas keadaan ku. Akhirnya aku terbebas dari kebohongan yang selama ini aku lakukan, memperlihatkan tawa dan menunjukan bahagia meski hati terluka. Akhirnya topeng penyelamatku aku simpan baik-baik di kotak di bawah meja kurekatkan dan berharap takpernah ku ambil kembali rupanya.

Waktu sudah mengetuk jam 15.00 saat itu atasan ku turun melalui tangga menuju ke arah meja tempat ku bekerja. Dia menugaskan ku untuk berlalu ke suatu tempat yang jauh di sana, ke tempat yang belum pernah ku sentuh sedikitpun, ke tempat yang belum pernah ku hirup udaranya dan ke tempat yang memiliki bahsa yang berbeda dengan kita pada umumnya. Dia memberikan waktu untuk ku berfikir sekitar 3 hari, jujur aku merasa belum siap kembali dilanda sepi, jauh dari kawan dan tidak merasakan masakan dari seorang Ibu.

Aku bercerita kepada dia (atasan) tentang keadaan ku saat ini, memang dia mengakui ditinggal saat akan menunggalkan bukan hal yang mudah namun tidak ada salahnya mencoba hal baru di tempat yang baru dan suasana yang baru. Jika sesuai dengan rencana aku akan meninggalkan mereka (keluarga) dalam waktu yang cukup lama hampir sekitar 6 bulan. Kemudian aku menyimpan tantangan tersebut untuk ku diskusikan dengan seseorang yang selalu menjadi rumah tempat untuk aku pulang.

Setibanya di rumah sepeti biasanya aku menemuinya mencium tangan dan keningnya, ku ceritakan semuanya dan dia (Ibu) tersenyum entah bahagia atau menyembunyikan kesedihannya. Jujur orang tua yang ku miliki saat ini hanya Ibu seorang, setelah ayah pergi kebumi tenang bersama Tuhan, ibu menjadi satu satunya harapan sebagai kekuatan. Kami adalah 3 bersaudara dimana adik ku wanita dan yang paling kecil pria. Jujur berat meninggalkan namun, Ibu dengan bijak menerangkan, "pergi bukan untuk pergi seutuhnya, larilah sembuhkan semua luka cari hal baru cari tantangan baru bukankah itu yang kamu mau ?" aku hanya bisa terdiam saat itu karena memang sama apa yang aku fikirkan dan apa yang aku inginkan.

Sedikit beban ku adalah ibu tidak sekuat dulu, bahunya mulai melemah dan langkahnya mulai melamban. Ibu adalah seorang guru dia sangat mulia dan aku sangat mencintanya. Kemudian saat dalam lamunan ibu berkata " pergi nak, tidak usah khawatirkan ibu, ada kaka yang selalu menjaga dan adik yang selalu menemani." kemudian aku memeluknya dengan penuh cinta, entah mengapa haru menyerbu dan air mata meniti dengan penuh keberanian aku sampaikan kepada nya "Aku sayang Ibu"

Ganjalan di hati mulai perlahan pergi lagi, bebanku selanjutnya adalah mengahadapi dunia yang belum pasti. Akan ku persiapkan semuanya agar tidak memalukan, karena nama perusahaan yang menjadi taruhan. Pagi itu ku lalui dengan cepat ku sampaikan kepada atasanku atas pertanyaan yang ia tanyakan dan dengan penuh keyakinan ku jawab "iya, aku akan pergi menyelesaikan semuanya dan kembali penuh dengan rasa bangga"