Angin jauh lebih terasa berhembus kencang di atas puncak gedung. Annelyn maupun pria misterius bernama Grant masih saling berhadapan. Grant menatap Annelyn dengan malas, sedangkan Annelyn masih nampak waspada jika pria itu melancarkan serangan kembali.
Sekop. Sekop yang dipanggul Grant di bahu merupakan benda yang dipukulkan padanya tadi. Memang terlihat tidak berbahaya, tapi Annelyn yakin benda yang biasa digunakan untuk menggali tanah itu merupakan senjatanya.
"Jadi, sampai kapan kita hanya diam saja?" tanya Grant memecah keheningan.
Annelyn masih tetap diam, tanpa sadar pegangan tangannya pada senapan Sniper semakin erat. Antara waspada dan takut, Annelyn tidak biasa berhadapan langsung satu-satu begini dengan musuh. Biasanya, ia selalu melawan musuh-musuh bersama tim.
Apakah berpencar dari tim merupakan tindakan yang buruk? Tidak. Memang ada saatnya seseorang harus berhadapan satu lawan satu seperti ini, dan dia harus siap apapun yang terjadi.
Grant mengernyitkan alis, agak risih juga dengan diamnya Annelyn. "…. Baiklah."
Grant mengambil gerakan lebih dulu dengan berlari ke arah Annelyn. Spontan Annelyn menembakan pelurunya, tapi peluru itu mampu ditangkis oleh sekop Grant hingga memantul kembali ke arah Annelyn. Reflek Annelyn berguling ke samping menghindari serangan pelurunya sendiri. Dia sangat terkejut ketika tangkisan peluru itu sangat cepat melesat ke arahnya.
"Bagaimana bisa dia menangkis peluru Sniper…?" gumam Annelyn sambil berusaha mengatur nafas akibat terlalu syok.
Manik cokelatnya celingukan ke segala arah, mencari sosok Grant yang mendadak menghilang dari pandangannya. Jantung Annelyn semakin berpacu, berhadapan dengan musuh yang dapat menghilang dan bergerak cepat merupakan hal yang sulit untuk ia tangani.
"Reflekmu bagus juga…."
Bisikan itu datang dari belakang. Spontan Annelyn berbalik mendapati Grant siap memukulkan sekopnya kembali. Annelyn pun juga ikut memukulkan senapannya pada sekop. Keduanya mulai saling dorong, berusaha menjatuhkan satu sama lain. Namun, Annelyn tidak bisa bertahan lama menahan dorongan ini kalau tidak segera menghindar. Annelyn akui walau Grant nampak seperti pria kurang tidur, tapi dia jauh lebih kuat dari Annelyn sendiri.
"Aktifkan tahap Assault Rifle," bisik Annelyn pada gelang AndroMega.
"Assault Rifle : Diaktifkan."
Otomatis Sniper Ecclepsia bertransformasi menjadi senapan serbu. Akibat perubahan otomatis itulah membuat dorongan sekop Grant jadi lebih melonggar. Annelyn tentu tidak menyia-nyiakan kesempatan ini, ia segera memukul lebih keras sekop Grant dan menembaknya.
Grant pun melompat menjauh, segera berlari ke samping sambil menangkis semua tembakan beruntun dari senapan serbu Annelyn. Pria berwajah pucat itu berusaha menerjang Annelyn kembali dengan sekop siap dipukulkan.
Kini Annelyn menepis serangan Grant, dan mereka mulai saling adu pukul dengan senjata masing-masing, menimbulkan suara bising dari permukaan metal yang cukup memekakan telinga. Sesekali Annelyn memukul sambil menembak Grant dari jarak sedekat itu, sialnya Grant mampu menghindari setiap serangannya dengan baik.
Grant kembali hendak melancarkan pukulan yang jauh lebih keras, namun Annelyn berhasil menghindar dengan bersalto di udara sambil menembak Grant kembali. Cukup hebat Annelyn mampu menembak sambil bersalto, tapi serangan seperti itu jauh lebih mudah di tangkis Grant.
Annelyn pun mendarat tepat di tepi gedung. Nafasnya terengah-engah, semakin kesulitan bernafas akibat memaksakan diri untuk bergerak cepat sampai di luar batas kemampuan. Sempat Annelyn melirik ke belakang, posisinya sekarang sangatlah tidak menguntungkan karena jika dia salah langkah sedikit maka dia akan jatuh.
"Pergerakanmu lincah juga sebagai seorang penembak jitu," puji Grant walau nadanya terdengar sangat datar dengan raut wajah yang mendukung. "Sayangnya, setiap seranganmu berpola klise. Sangat mudah tuk ditebak."
Grant mulai menancapkan sekopnya ke permukaan gedung. Di permukaan sekop muncul aliran-aliran sirkuit elektrik yang menjalar ke bawah. Dari situlah, tercipta beberapa obyek hologram membentuk skeleton mulai berjalan menghampiri Annelyn.
Merasa terancam, Annelyn menembak beberapa skeleton. Para skeleton memang berhasil lenyap, tapi anehnya senjata Annelyn mendadak mengalami glitch dan sulit ditembakan kembali.
"Tu-tunggu dulu!" Annelyn mulai panik saat berusaha reload senjatanya, tapi tidak berhasil karena glitch. "Apa yang terjadi dengan Ecclesia?"
"Kau tidak perlu panik seperti itu," kata Grant masih dengan nada datar nan lesunya. "Senjata AndroMega-mu hanya mengalami keadaan diam. Skeleton yang kau tembak merupakan Malware yang bekerja menahan kinerja sistem AndroMega, sehingga tidak dapat digunakan. Berbeda dengan robot Malware yang sempat menyerang kalian tadi, Malware milikku ini hanya berefek ringan. Cukup menahan kinerja saja tanpa merusak sistem utama."
"Namun, aku melakukan itu bukan tanpa alasan…."
Sekop Grant langsung bertransformasi tanpa perintah menjadi bor yang berputar sangat cepat. Di sekeliling bor mulai tercipta aliran hologram keunguan membentuk bayangan.
Kini Annelyn benar-benar terpojok, dia tidak bisa menggunakan senjatanya karena mengalami glitch, di belakangnya merupakan tepian gedung yang akan membuat Annelyn jatuh kalau salah langkah sedikit, dan di hadapannya Grant bersiap dengan senjatanya yang mulai nampak mengerikan.
"Aku tidak perlu repot-repot melumpuhkan sistem AndroMega-mu, karena situasi ini sangat mendukungku untuk menghabisi Agent sepertimu."
~*~*~*~
Gedung perkantoran bagian sini benar-benar hancur porak-poranda, menyisakan puing-puing dan sedikit kepulan asap yang disebabkan oleh debu-debu bangunan. Beberapa robot juga masih tetap berkeliaran berusaha menghancurkan apa saja yang bisa mereka hancurkan.
Namun, bukan itu saja masalah yang harus dihadapi. Horu dan Xeno dihadapkan oleh seorang pria berambut gimbal yang mendadak muncul menyerang mereka menggunakan bola aneh.
"Dia siapa, Pyo?" bisik Xeno pada Horu.
Horu menggeleng tak tahu, "Entahlah. Yang pasti kita harus waspada. Dia datang dan tiba-tiba menyerang kita tanpa sebab. Mungkin saja, dia musuh kita."
"Hm. Bisik-bisik apa kalian?"
Horu dan Xeno memandang tajam pria itu, masih berdiri santai dengan bola berputar di ujung jari telunjuk tanpa merasa terintimidasi.
"Kalian tidak berniat lari bagaikan pengecut hanya dilempari bola seperti tadi?" remeh pria gimbal itu.
"Justru kami heran. Siapa kau lancang menyerang kami lebih dulu?" balas tanya Horu berusaha tenang.
Jordan, pria rambut gimbal itu mulai mendrible bola, memantul-mantulkan bola di tempat dengan sangat santai. "Itu bukan urusan kalian."
Jordan mulai berlari sambil mendrible bola dengan cepat ke arah Xeno dan Horu. Pria itu berusaha melemparkan bolanya kembali, tapi lemparannya mampu ditangkis senjata Elektra-Volt Horu yang kini sudah bertransformasi dari tongkat menjadi nunchaku.
Akibat tangkisan keras itu, bola kembali memantul ke arah Jordan, dan berhasil ia tangkap.
"Senjatamu cukup baik untuk bisa menangkis bola kerasku," aku Jordan.
"Sungguh?" Horu bersedekap, tersenyum menanggapinya. "Aku tersanjung dengan pujianmu."
Tiba-tiba rentetan peluru cahaya Blaster milik Xeno melesat dari belakang Horu ke arah Jordan. Reflek Jordan berguling ke samping untuk menghindarinya sambil memeluk bola. Segera ia pantulkan bolanya ke tanah hingga melayang di udara.
"Aktifkan Tebasan Laser Masif!"
"Tebasan Laser Masif : Diaktifkan."
Saat melayang di udara, bolanya menciptakan beberapa laser padat panjang yang diarahkan secara otomatis ke segala arah. Obyek-obyek yang mengenai semua laser itu akan tertebas dengan mudah, seperti tanah, bangunan, dan puing-puing serta bekas-bekas robot yang telah dikalahkan hancur tertebas.
Segera Horu dan Xeno menghindari semua tebasan laser. Sambil berusaha menghindar, Xeno kembali menembak beruntun bola tersebut menggunakan sepasang Blaster. Mendeteksi serangan balik pada permukaannya, otomatis sepasang moncong Machine Gun muncul di permukaan bola dan balas menembak Xeno.
Tanpa merasa takut, Xeno berlari cepat ke arah bola sambil menangkis semua peluru dengan peluru yang ia tembakan. Xeno pun melompat, berusaha meraih bola itu. Tapi bola itu bisa lebih dulu diraih Jordan sambil mendorong Xeno, seperti merebut bola dalam permainan bola basket.
Keduanya berhasil mendarat di tanah. Belum sempat Xeno hendak kembali menembak, Jordan sudah menendang bolanya sangat kuat hingga berhasil mengenai perut Xeno. Xeno pun terpental cukup jauh hingga membentur tembok bangunan di belakangnya sampai hancur.
"Xeno!"
Horu yang melihatnya cukup panik akan keadaan Xeno. Dia hendak menghampiri, tapi bola yang sempat menyerang Xeno malah melesat ke arahnya. Segera Horu menghindar, dan melihat bola itu kini sudah beralih ke tangan Jordan.
"Bagaimana?" tanya Jordan santai sambil memutar bolanya di ujung telunjuk. "Sepertinya, temanmu sudah tidak bisa bertarung lagi. Dia terlihat gahar dengan postur tubuh sebesar itu, tapi terlalu ceroboh."
"Kau…." Horu mendesis tak terima.
Horu melempar sepasang nunchakunya ke atas, otomatis menembakan laser ke arah Jordan. Jordan menghindarinya sambil mendrible kembali bola. Ketika laser berhenti ditembakan, ia segera melesat ke arah Horu dan kembali melempar bolanya. Horu pun memukul bola hingga memantul ke arah Jordan, tapi Jordan kembali melemparnya.
Kali ini Horu menghindar. Sayangnya, ketika bola melewati Horu, dia tak sadar kalau Jordan sudah berada di belakangnya. Horu mulai berbalik, tapi tubuhnya sudah dipukul berkali-kali oleh Jordan. Jordan langsung memutar tubuh Horu dan mengapit kedua tangannya di belakang. Tak disangka, bola yang tadi Horu hindari kini melesat ke arahnya dengan gerigi-gerigi besi berputar di permukaan, siap menebas.
Bersyukur, Horu memiliki insting yang kuat. Ketika bola semakin mendekat, pria berambut bob itu segera bersalto ke belakang sambil menendang bola di bagian tanpa gerigi, dan berhasil mendarat tepat di belakang Jordan sambil menahan tubuh Jordan agar pria itu tertebas oleh gerigi bolanya sendiri.
Sayangnya, bola itu mengenali sang pemilik, berhenti tepat di hadapan Jordan. Sekarang malah berusaha menembak Horu. Horu pun terpaksa melompat jauh demi menghindari serangan tembak.
Kini keduanya saling bertarung satu sama lain. Jordan sering kali menendang dan melempar bolanya ke arah Horu, sedangkan Horu berusaha menghanjarnya dan menangkis segala serangan bola menggunakan nunchaku yang kadang kembali berubah menjadi tongkat.
Xeno saat ini tidak bisa membantu. Dia benar-benar kesakitan dan hampir tidak bisa menggerakan tubuhnya yang tertimbun beberapa puing bangunan. Xeno tak menyangka jika dia akan berakhir seperti ini. Sama sekali tidak bisa membantu Horu dalam keadaannya begini membuat Xeno merasa sangat bersalah.
Pandangan mata Xeno kabur, hampir tidak bisa melihat apa-apa karena kepalanya yang terasa sangat pening.
Sudah beberapa menit mereka bertarung, sekarang Horu merasa sangat kewalahan. Nafasnya semakin tak beraturan, peluh membasahi seluruh tubuhnya, jas dan kemeja yang ia kenakan sobek dan semakin berantakan, bahkan mulai terlihat beberapa luka lebam di wajahnya.
Sedangkan Jordan masih terlihat baik-baik saja, hanya nampak sedikit luka lecet di wajah dan leher. Semua serangan yang Horu kerahkan sungguh terasa sia-sia demi melukai Jordan.
"Kenapa? Kau sudah kehabisan tenaga…?"
Horu menatap Jordan tajam dalam nafasnya yang terputus-putus. "…. Kau…. Benar-benar membuatku muak…! Kau telah melukai temanku, melukaiku, dan ikut andil mengacaukan tempat ini. Beraninya orang tengil macam kau dan rekan-rekanmu sembarangan bertindak…!"
Jordan ikut menatap tajam balik Horu. Baiklah, sepertinya emosinya agak sedikit terpancing oleh perkataan Horu tadi.
"Kau bicara sok pahlawan. Memangnya kau bisa mengatasiku sekarang?"
Jordan melempar keras bolanya mengenai tongkat di tangan Horu sehingga senjata itu terlempar jauh darinya. Horu hanya bisa menatap senjatanya yang sudah lepas dari genggamannya itu. Ia hendak meraih, tapi tubuhnya terasa sangat ringkih hanya untuk sekedar menyeret kaki. Hanya bisa membungkuk sambil terbatuk mengeluarkan beberapa tetes darah.
"…. Tidak, bukan? Jadi, jangan asal bicara seakan-akan kau yang paling benar. Kau hanya butiran partikel kecil di dalam alam semesta penuh kekejaman ini."
Tanpa berperasaan, Jordan melepar bola dua kali mengenai kedua tangan bionik Horu sehingga hancur tak berbentuk lagi.
Horu sudah tak bisa bertarung lagi, apalagi kedua tangan bioniknya hancur dan senjatanya terlempar cukup jauh tanpa bisa diraih. Tubuh lemahnya perlahan ambruk, jatuh telungkup di tanah aspal yang telah berantakan. Kedua pandangannya pun mulai kabur dan nafas terengah-engah.
Sungguh, apakah ini akhir dari hidup Horu? Horu sama sekali tidak ingin berakhir seperti ini. Dia tidak ingin mati dalam keadaan tidak berguna, dikalahkan oleh makhluk tengil seperti Jordan si pemain bola maut.
"Sekarang, kau sudah tidak bisa apa-apa lagi."
Jordan berjalan sambil mendrible bola, menghampiri Horu yang kini tak berdaya. Sedangkan Jordan sendiri tidak sadar akan sesuatu di bangunan tempat Xeno terpental.
Xeno nampak masih bersender lemah pada tembok bangunan yang hancur, mulutnya masih mengeluarkan darah, dan perutnya yang kena serang bola masih terasa sangat sakit. Samar-samar Xeno masih bisa melihat Horu yang terkulai lemas tanpa tangan bionik tengah dihampiri Jordan.
"Horu…?"
Tangan ringkih nan lecet perlahan ia angkat, berusaha meraih kalung besi yang selalu terpasang erat tanpa pernah dilepas selama hidupnya.
"Maafkan Xeno…. Xeno tidak berguna…. Tapi—."
Tangannya gemetaran menggenggam erat kalung besinya, sama sekali tidak merasa sakit ketika duri-duri pada kalung besi itu menusuk telapak tangan hingga berdarah.
"Izinkan Xeno… membantu sekali lagi…."
Dalam satu tarikan keras, kalung besi itu lepas dari lehernya. Sesuatu mulai terjadi pada tubuh Xeno, membuat rasa sakit dalam tubuhnya lebih terasa.
Jordan melangkah semakin mendekat ke arah Horu. Bolanya ia tangkap dan mulai diangkat ketika sudah berada di hadapan Horu.
"Malaikat kematianmu sudah berada di depan mata," kata Jordan dengan percaya dirinya. "Kini sudah kewajibanku untuk memusnahkan jejak para Agent sepertimu di tempat."
Sampai sekarang pun Jordan tidak menyadari kalau jauh di belakangnya terdapat sosok dengan cakar-cakar panjang tumbuh, siap mencincangnya.
"Kalian, para Agent, hanya kumpulan hama yang selalu menghalangi jalan dan tujuan kami…."
Jordan pun menjatuhkan keras bolanya ke arah Horu. Namun sebelum bola itu berhasil meremukan tubuh Horu, tiba-tiba sesuatu melesat cepat dari belakang Jordan, memukul Jordan beserta bolanya sangat keras hingga terpental tinggi.
Walau serangan itu mendadak, Jordan masih bisa berputar di udara membentuk posisi yang nyaman untuk mendarat. Akhirnya Jordan pun mendarat sambil memeluk bolanya walau ia akui punggungnya terasa cukup sakit akibat pukulan misterius tadi.
"Sialan! Siapa lagi yang menyerang?!"
Mata Jordan membelalak syok menyadari siapa yang telah menyerangnya. Dari balik kepulan debu akibat reruntuhan bangunan, nampak sebuah ekor metal bergerigi yang sangat panjang, mengkilat terkena sinar mentari, dan ujungnya sangat runcing menyerupai ujung panah. Ekor itu bergerak-gerak tak karuan, dan mulai menarik diri ke belakang sang pemilik. Yang membuat Jordan semakin terkejut adalah tampilan dari sosok itu.
Sosok itu merupakan Xeno dengan posisi tubuh agak membungkuk dan nafas terengah-engah dengan suara geraman seperti binatang buas. Seluruh tubuhnya menampakan pembuluh darah menonjol hitam keunguan, tangannya terlihat tegang dengan kuku-kuku runcing, mulutnya dipenuhi taring, mengeluarkan tetesan-tetesan saliva kehijauan yang mampu melelehkan tanah ketika jatuh.
Jordan hampir tidak bisa berkata-kata. Sosok yang ia kalahkan kembali bangkit dengan wujud yang sangat mengerikan. Suasana sekitar terasa sangat mencekam, dan kini Jordan merasa terintimidasi akibat tatapan mata itu.
Tatapan dari bola mata hitam dengan iris kuning, dan pupil runcing bagaikan predator yang marah, siap mengamuk kapan saja. Bahkan suaranya yang tadi cempreng kini terdengar jauh lebih dalam dan berat.
"Kau…. Tidak akan kuampuni, Brengsek!!!"
~*~*~*~