Sore-sore sekali Alinea pergi ke toko milik keluarganya, mumpung tidak ada lagi kegiatan di kampus maka ia sempatkan kesana hitung-hitung membantu para karyawan. Seringkali ia bosan tempat yang di tuju ialah toko Alina kue milikinya, karena dengan pergi kesana rasa bosannya bisa hilang dan disana ia bisa merasakan kehadiran ibunya yang sudah lama tiada. Meskipun sudah lama sekali ia ditinggal ibunya namun kenangan manis bersamanya tidak pernah hilang dari ingatan Alin.
"Haiii mbak Alin" sapa Bandung.
"Ya Ndung, makan siang belum? makan dulu sono entar aku gantiin" ucap Alin.
"Udah tadi mbak, makasih loh udah diingetin hehe"
"Ya aku tahu kalau kamu nggak ada yang ngingetin"
"Hehehe tau ajaa...aku mau kenalin pegawai baru ni mbak" ucap Bandung excited.
"Oh yaa, mana? mana?"
"Banyuu sinii, ada yang punya toko ni" teriak Bandung.
Suara teriakan Bandung kalah kencang dengan suara lelaki yang memanggil-manggil nama Alin dari balik pintu. Suara yang tidak asing di telinga Alin dan juga di telinga Bandung. Namun Bandung merasa kesal dengan suara tengil yang baginya mengganggu gendang telingannya.
"Dia lagi, dia lagi!!! berisik sekali pacarmu itu mbak" ucap Bandung kesal.
"Hai Alin, Hai Bandung"
"Iya Ndung, kamu memanggilku"
Alin tersentak ketika melihat kedua orang yang berbicara secara bersamaan. Dua orang laki-laki yang membuat jantungnya berdetak begitu cepat. Mata mereka saling bertemu, antara Alin dan Sam begitu juga dengan Banyu. Suasana ketika itu berubah menjadi beku untuk beberapa menit.
"Heii Lin, malah ngelamun sih" ucap Sam, sambil melambai-lambaikan tangannya di depan muka Alin.
Sementara Alin masih terpaku melihat Banyu yang berada di hadapannya.
"Ah iyaa Sam" Alin menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Ini ni mbak orangnya, Banyu namanya dia jago sekali membuat kue meskipun tidak sejago aku" Ucap Bandung membanggakan diri.
"Alah kau ini Ndung, Ndung, kepedean" balas Sam menggoda.
"Aku tidak bicara denganmu ya" Bandung membuang muka.
"Iya aku tahu dia" ucap Alin lirih.
"Kalian sudah saling kenal?" tanya Bandung. Sementara itu Sam melihat Alin dan Banyu yang masih tidak melepaskan tatapan mereka satu sama lain.
"Iya aku dulu tinggal di sebelah rumah Alin, kami dulu teman dekat" jelas Banyu.
"Wah bagus kalau begitu, kenalin aku Sam pacarnya Alin" ucap sam sambil mengulurkan tangan kepada Banyu yang diterima dengan jabatan tangan yang hangat.
Sementara Alin hanya tersenyum kecut melihat Sam dan Banyu, ia lalu mencari tempat duduk dan membuka laptopnya. Pikirannya melayang kembali saat ia masih kecil, saat ia dan ayahnya masih terpuruk karena ditinggal oleh ibunya. Karena Alin ditinggalkan saat usianya masih 3 tahun sementara Ayahnya harus bekerja untuk bertahan hidup dan menghidupi putri semata wayangnya. Sementara itu ada tetangga yang begitu baik pada Alin dan ayahnya, Nenek Kinansih namanya ia adalah seorang wanita paruh baya yang memiliki butik yang begitu laku. Nenek Kinansih dengan senang hati mengurus Alin ketika harus ditinggal oleh Ayahnya bekerja, ia menganggap Alin bagaikan cucunya sendiri. Ia sendiri memiliki cucu semata wayang yang bernama Banyu yang dirawatnya dengan penuh kasih sayang. Nenek Kinansih harus merawat Banyu sendiri karena kedua orang tua Banyu meninggal dalam kecelakaan pesawat saat Banyu berusia 10 tahun. Namun saat Alin menginjak kelas 3 Smp Nenek Kinansih dan Banyu pindah mendadak tanpa memberi kabar padanya. Alin saat itu begitu sedih dan terpukul karena ia sangat sayang kepada nenek Kinansih dan saat itu hanya Banyu yang selalu ada untuknya dan selalu melindunginya. Dengan kepergian nenek Kinansih dan Banyu secara tiba-tiba, Alin dirundung kesedihan.