Chereads / Pendakian Terakhir / Chapter 4 - 4. Melanjutkan Perjalanan

Chapter 4 - 4. Melanjutkan Perjalanan

Pada awalnya rencana mereka hanya akan beristirahat selama satu jam saja namun dengan terpaksa rencana mereka berubah, karena sangat tak mungkin melanjutkan perjalanan dengan kondisi seperti itu, Arie shok dengan kejadian tadi yang bisa saja membunuhnya, sementara Beni masih tak sadarkan diri setelah tadi mengalami kesurupan. Semua terdiam dan sibuk dengan fikiran mereka masing-masing membayangkan kejadian buruk yang mungkin akan mereka alami, namun berbeda dengan yang lainnya, Anita justru sedang menangis melihat Beni dengan kondisi seperti itu.

Randy melihat satu persatu teman-temannya dalam remang cahaya senter yang membatasi pandangannya, terlintas dalam fikirannya untuk tak melanjutkan perjalanan itu, kata-kata terakhir dari Beni yang dirasuki masih terekam jelas diotaknya, dia tak mau mereka semua celaka karena melanjutkan pendakian, tapi itu berarti usaha mereka untuk sampai ketempat ini akan sia-sia.

"Sekarang kita tenang dulu."

Randy melanjutkan membuat api unggun setelah dirasa semuanya telah terkendali. Sebenarnya Randy mengatakan hal itu untuk dirinya sendiri, mengambil keputusan terlalu cepat bisa saja berakibat buruk. Dia mempersiapkan makanan untuk mereka semua yang sebelumnya tak sempat mereka buat karena Benie lebih dulu kerasukan, Danu yang tadinya hanya duduk diam dan melihat saja kini ikut membantu karena dia sadar kalau hanya berdiam diri itu tak akan merubah apapun, lalu membebankan semua tanggung jawab pada Randy seorang bukanlah jiwa seorang laki-laki sejati.

"Ran, merut loe kalau kita balik lagi gimana?"

Ucap Danu di sela-sela mereka memasak nasi dan telur dadar yang belum sempat mereka masak karena terjadi hal yang tak terduga. Untuk sesaat Randy terdiam, dia tak langsung mengambil keputusan begitu saja walaupun dia sendiri sependapat dengan Danu, keputusan baru akan diambil ketika semuanya sepakat setelah pengambilan suara terbanyak.

"Kalau gua gimana pendapat yang lain aja Dan, gua juga sempet mikir gitu, tapi itu juga kalau Arie sama Beninya setuju, sayang juga kan udah jauh-jauh kita kesini."

ya, ucapan Randy memang benar, mereka sudah terlanjur di sini, mungkin ini hanya rintangan kecil saja untuk mencapai keindahan alam dipuncak sana. Karena disetiap jalan kehidupan pun pasti akan menemui titik terberat yang harus dilewati setiap orang untuk mencapai kesuksesannya.

"Aduh, gua di mana? Kepala gua berat."

Anita yang sejak tadi berada disamping Beni langsung mengusap kedua pipinya yang basah oleh air mata dan embun dari kabut yang mulai muncul, dan menggantinya dengan senyuman semanis mungkin.

"Kamu udah sadar?"

Beni mengangguk pelan, Anita bisa tersenyum kembali dan semua merasa lega karena Beni sudah kembali pulih.

"Tadi aku kenapa Ta?"

Anita tersenyum menanggapi pertanyaan Beni, namun dia tak menjawabnya.

"Tadi loe pingsan Ben, bikin khawatir aja, masa pingsan segala kayak cewek."

Randy dan yang lainnya tak memberitahukan apa yang sebenarnya terjadi padanya, setidaknya untuk saat ini.

"Hah? Serius Ta?"

Beni tampak kebingungan dan mencoba memastikan semuanya pada Anita kalau tak ada yang terjadi padanya, dan Anita pun mengangguk mengiyakan ucapan Randy.

Setelah Randy dan Danu selesai dengan masakan mereka yang seadanya, santap malam yang tak menyenangkan pun segera dilakukan, walau tak berselera namun perut mereka harus tetap terisi terlebih suhu perlahan akan mulai semakin dingin ketika malam semakin larut.

"Nah, sekarang gimana? Dengan kondisi sekarang ini apa kita akan lanjutin pendakian atau kita balik lagi aja?"

Ditengah keheningan mereka, Randy dengan to the point membuka obrolan, menurutnya mereka harus segera mengambil keputusan dan tak boleh membuang-buang waktu, tapi cukup lama Randy menunggu respon dari yang lainnya, dia mengerti dengan situasi dan kondisi ini, karena dia sendiri pun bingung dengan pilihannya, disatu sisi dia ingin tetap mendaki hingga kepuncak namun disisi lain dia tak ingin terjadi sesuatu pada mereka.

"Gua lanjut."

Arie dengan mantap memutuskannya membuat semua mata menatap Arie heran, Arie yang ditatap seperti itu pun langsung memberi alasan kuat tentang pilihannya.

"Sayang kita udah jauh-jauh ke sini, dan kita juga udah ngerencanain ini dari dulu, jadi gua pengen ngelanjutin pendakian bersama kita yang terakhir ini, karena setelah ini nanti kita gak akan tau kita bisa kumpul lagi kayak gini apa gak."

Semua terdiam dengan fikiran masing masing, apa yang dikatakan Arie memang benar dan kata-kata terakhir Arie itu membuat semangat mereka kembali dan berusaha melupakan kejadian yang mereka alami tadi, wajah yang sebelumnya sempat ragu perlahan mulai terlihat rasa optimis lewat senyum yang mulai terpancar pada wajah mereka. Danu menepuk pundak Arie seraya tersenyum. Yang penting disini kita tak macam-macam, begitu sekiranya yang ada di fikiran mereka.

"Gua juga setuju."

Kali ini giliran Beni yang menyetujui untuk melanjutkan perjalanan.

"Tapi Ben..."

Anita masih khawatir dengan kondisi Beni, namun Beni segera meyakinkannya, digenggamnya tangan Anita dan pandangan merekapun bertemu, cukup dengan sebuah senyuman yang menyiratkan bahwa dia baik-baik saja Anitapun luluh dan hanya bisa pasrah menerimanya, serta berharap semua akan baik-baik saja.

"Gua juga setuju."

Berikutnya giliran Danu dan Aini kompak, semangat mereka kembali setelah mendengar perkataan Arie, kalau mereka berhenti disini maka usaha mereka sejauh ini akan sia-sia.

"Ya udah, kalau semua sepakat berarti kita lanjutin pendakian terakhir kita, karena sekarang sudah jam 10 malam, sebaiknya kita lanjutin pendakian sekarang juga, biar di pos berikutnya kita bisa langsung bikin tenda dan istirahat."

Ucapan Randy langsung di laksanakan oleh semuanya secara otomatis walaupun Randy tak meminta mereka mematuhinya. Tak butuh waktu lama bagi mereka membereskan semuanya, karena pada pos pertama ini mereka tak mendirikan tenda.

Setelah selesai, merekapun melanjutkan pendakian dengan posisi yang sedikit berubah, Randy berjalan paling depan yang kemudian diikuti oleh Beni dan Anita, lalu Arie berada dibelakangnya dan yang paling terakhir Aini dan Danu.

Selang setengah jam mereka berjalan kemudian mereka berhenti di sebidang tanah lapang yang hanya cukup untuk mereka duduk saja namun dirasa cukup untuk beristirahat sejenak, istirahat sepuluh menit rasanya cukup sedikit memulihkan tenaga mereka untuk melanjutkan perjalanan menuju pos berikutnya, yang kalau sesuai dengan peta seharusnya memang sudah dekat. Randy mengamati peta pemberian petugas pos pendaftaran tersebut untuk memastikan bahwa mereka tak salah jalan walaupun sebenarnya rute menuju puncak tak terlalu rumit dan banyak cabang tapi semakin jauh mereka melangkah rasanya jalan menuju ke atas semakin curam dan semak belukarpun semakin lebat, masing-masing dari mereka menurunkan semua barang yang mereka bawa.

"Apa kita udah deket Ran?"

Tanya Danu yang sedang duduk bersandar pada pohon besar diujung tanah lapang itu yang disampingnya juga bersandar Aini pada bahunya.

"Seharusnya iya, semoga kita gak salah jalan."

Balas Randy seraya pandangannya tetap mengarah pada peta yang berada ditangannya.

"Ko gua ngerasa dari tadi ada yang ngikutin kita ya?"

Arie sedikit berbisik pada yang lainnya dengan tatapan serius di sertai rasa takut yang kembali datang yang membuatnya sedikit pucat membayangkan sesuatu yang buruk akan menimpa mereka. Ucapan Arie membuat mereka terdiam seraya mengamati sekeliling mereka untuk memastikan bahwa semua baik-baik saja, tapi seketika saja mereka mendengar suara seperti langkah kaki yang mendekat ke arah mereka dari semak-semak yang gelap yang tak jauh dari tempat mereka beristirahat, tanpa menunggu aba-aba dari Randy mereka segera melanjutkan perjalanan dengan langkah yang cepat setengah berlari, agar segera menjauh dari makhluk tersebut yang entah itu apa, karena mereka sendiri tak tau, apakah itu hewan buas atau makhluk ghaib.