Chereads / Pendakian Terakhir / Chapter 5 - 5. Kejadian Awal

Chapter 5 - 5. Kejadian Awal

Setelah berlari cukup jauh dan dirasa sudah tak ada yang mengejar mereka lagi, mereka berhenti pada sebidang tanah yang berada ditengah-tengah semak belukar setinggi hampir dua meter yang membuat pandangan mereka terbatas.

"Anjixx, ngeliat apa gua barusan."

Arie mengumpat kaget, takut dan marah sekaligus, dengan nafas terengah-engah dan wajah yang kembali pucat.

"Emang tadi lo liat apa Rie?"

Tanya Danu heran, karena memang dia tak meliahat apapun, yang dia tau dia hanya mendengar suara di semak-semak dan belum melihat apapun yang berada dibaliknya lalu seketika saja semuanya pergi dengan cepat tanpa tau apa yang terjadi.

"Gua juga gak tau."

Jawab Arie singkat yang membut Beni dan Danu kesal.

"Udah, yang penting sekarang kita udah jauh dari tempat itu, mungkin makhluk apapun itu gak ngejar kita lagi."

Randy menyudahi pembicaraan mereka yang berpotensi menjadi perdebatan kecil. Keringat bercucuran membasahi jaket tebal yang mereka kenakan, membuat rasa dingin semakin menyerang. Lama mereka saling duduk terdiam termenung tanpa menyadari sesuatu yang berbahaya bagi mereka.

"Ran, sekarang kita di mana?"

Beni memperhatikan Randy seraya menunggu jawaban darinya, dalam remang cahaya sorot lampu senter yang yang sengaja Beni arahkan pada Randy sekilas terbaca raut wajah Randy sedang serius memikirkan seauatu.

"Gua juga gak tau Ben, peta rute gunung yang gua bawa hilang, kayanya sekarang kita tersesat."

Randy tertunduk menyesal dengan apa yang terjadi, dia merasa bertanggung jawab dengan hilangnya peta yang dibawanya. Sedangkan Beni, Anita, Aini dan Danu kaget namun tak bereaksi, hanya Arie yang berbeda, emosinya belum stabil sejak kejadian tadi.

"Apa? kenapa bisa hilang Ran?"

Arie semakin pucat ketika mengetahui mereka kini tersesat, dalam benaknya sudah tergambar lebih dulu sesuatu yang menakutkan akan terjadi pada mereka.

"Tadi waktu kita ngehindarin makhluk itu kayanya gua gak sengaja ngejatuhin peta itu."

Randy tak membela diri, memang itu kesalahannya dan dia akan bertanggung jawab dengan kejadian tadi, dia berjanji pada dirinya sendiri akan membawa mereka kembali pada jalur pendakian yang benar.

"Terus sekarang kita gimana nih?"

Arie semakin ketakutan dengan situasi yang mereka hadapi sekarang, dia benar-benar tak pernah membayangkan kejadian seperti ini, pengalamannya selama pendakian sebelumnya sama sekali tak ada gunanya, setidaknya untuk dirinya sendiri.

"Sebaiknya kita bikin tenda sekitar sini, kita cari tempat yang gak terlalu rimbun, besok baru kita cari jalan keluarnya."

Randy berusaha memberi solusi dengan tenang, walaupun dia yakin itu takkan mengobati rasa kecewa teman-temannya atas kejadian itu.

"Lo gila ya? Kalau makhluk itu dateng lagi gimana?"

Beni memprotes usul Randy karena di sini menurutnya tempat yang berbahaya, dia khawatir terjadi apa-apa pada mereka, terutama dengan Anita kekasihnya, semak-semak tinggi, rimbun dan gelap yang mengelilingi mereka merupakan tempat yang cocok bagi hewan buas untuk mengintai mangsa, dan mungkin saja mereka saat ini sebagai mangsa.

"Terus ada usul yang lebih bagus?"

Merasa disudutkan, Randy menatap Beni dengan tajam menunggu jawaban atau solusi yang lebih baik dari yang ia usulkan, namun tak ada seorangpun dari mereka yang berani memberikan usul, mereka hanya bisa diam karena di tempat seperti ini mengambil keputusan tanpa pertimbangan yang matang bisa jadi membahayakan mereka semua.

Dengan tak saling bicara mereka melanjutkan perjalanan, walaupun mereka tak tau kemana yang akan mereka tuju, namun untuk saat ini mereka harus bersama dan saling menjaga.

Mereka melanjutkan perjalanan kembali namun kali ini hanya untuk sekedar mencari tempat yang lapang untuk mendirikan tenda untuk sekedar melewati malam ini, suasana kali ini semakin bertambah tegang karena perbedaan pendapat mereka sebelumnya.

Tak butuh waktu lama bagi mereka menemukan tempat untuk mendirikan tenda, sebidang tanah lapang kecil yang masih dikelilingi semak-semak namun tak terlalu tinggi dan pohon-pohon besar yang tak terlalu rimbun dirasa cukup untuk mendirikan tiga tenda untuk mereka.p

"Gua rasa disini cukup buat bikin tiga tenda, gimana?"

Randy minta pendapat dari yang lainnya, namun sepertinya yang lain pun sepakat karena mereka tak punya pilihan lain, walaupun mereka hanya diam tapi keril dan semua barang yang mereka bawa segera mereka turunkan.

Mereka langsung memasang tenda satu persatu, begitu juga dengan Randy, dia dibantu oleh Arie namun sepertinya Arie membantunya dengan setengah hati atau memang hanya karena mereka satu tenda sehingga Arie mau membantu, mereka berdua sedikitpun tak saling bicara hingga masing-masing tenda yang mereka pasang telah selesai dan siap ditempati.

"Mungkin lebih baik nanti kita gantian buat jaga, ada yang minat duluan? Kalo gak ada biar gua yang pertama."

Kali ini Randy berucap dengan hati-hati, dia sangat mengerti dengan situasi mereka saat ini yang sedang tak menyukainya.

"Gua mau nyari kayu dulu, mungkin sekedar buat kita biar gak kedinginan aja."

Danu mengajukan diri masih dengan bahasa yang kaku.

"Gua ikut Dan."

Arie mengikuti Danu yang sudah berjalan lebih dulu masuk dalam kegelapan hutan hanya berbekal sebuah senter dikepala dan belati dipinggangnya, sementara yang lain menunggu didalam tenda masing-masing sambil melindungi diri dari dingin yang semakin menyerang, kecuali Randy yang menunggu Danu dan Arie kembali sambil berjaga disekitar tenda.

Pada jam dilengan kiri yang Randy kenakan, waktu telah menunjukkan pukul 00.13 lewat dari tengah malam, sudah sekitar 15 menit berlalu sejak Danu dan Arie mencari kayu bakar namun belum ada tanda-tanda mereka kembali.

"Aaaaahhhhhh."

Tiba-tiba terdengar jerit dari dalam hutan, dan tak lama setelah itu Arie kembali berlari seorang diri dengan wajah yang sangat pucat dan ketakutan serta dengan mata melotot namun pandangannya kosong, seperti telah melihat sesuatu yang mengerikan.

Beni dan Randy yang mendengar teriakan itu kaget melihat kondisi Arie yang kembali seorang diri dengan kondisi mengkhawatirkan.

"Rie, Rie, loe kenapa? Danu mana?"

Beni panik melihat kondisi temannya seperti itu yang kembali tanpa Danu.

"Gua gak tau Ben."

Arie duduk terhuyung seraya membenamkan wajahnya pada kedua lutut, tubuhnya bergetar hebat karena rasa dingin dan takut, tangannya memegang kepalanya sendiri yang sepertinya sudah tak tahan, seperti ingin pecah mengingat kejadian tadi.

"Danu mati Ben."

Arie tiba-tiba histeris lalu berdiri kemudian menggenggam kerah jaket Beni, Beni pun melepaskan genggaman tangan Arie pada kerah jaketnya itu dengan kasar.

"Makhluk itu udah ngebunuh Danu Ben."

Teriaknya lagi lalu kemudian lemas dan duduk kembali seraya menangis.

Beni yang mendengar itu hanya terdiam sedangkan Aini kini menangis dalam pelukan Anita mengetahui kekasihnya telah tewas dengan cara seperti itu.

"Sekarang kalian tunggu di sini, gua mau nyari makhluk itu."

Berbekal sebilah golok yang selalu dia bawa selama mendaki, serta senter yang tak pernah lepas dari kepalanya, Randy yang tak bisa menguasai dirinya lagi langsung masuk dalam kegelapan hutan yang telah merenggut nyawa Danu, dengan tekad dan nekad Randy akan menghabisi makhluk yang sudah berani mengusik dia dan teman-temannya.