Jean menatap wajah tampan suaminya yang begitu pucat pasi. Semakin terlihat ketampanannya saat matanya birunya yang terpejam dengan sangat tenangnya, sungguh hati Jean terasa begitu sunyi dan sepi tanpa mendengar suara lelaki yang di cintainya dan yang selalu di rindukannya.
Sudah hampir empat jam lamanya Jian masih berbaring dengan mata yang masih terpejam.
Berkali-kali Jean menghapus airmatanya yang terkadang sudah tidak bisa dia kendalikan lagi. Sungguh rasa cemas ini tak bisa di tepis, apalagi rasa rindu yang begitu menggebu mencengkram hati.
Seiring jejak airmata yang sudah mengering, Jean kembali di hadapkan pada kenyataan bahwa Jian masih juga belum tersadar dari tidur panjangnya.
Dengan keterpaksaan hati, Jean meraih tangan Jian yang masih lemah namun sangat terasa hangatnya bawah telapak tangan Jian.
Di genggamnya tangan Jian dengan kedua tangannya, dan menyalurkan sebuah hawa murni pada Jian.
