Chereads / Raja Kerajaan Air / Chapter 5 - Meninggalkan Istana

Chapter 5 - Meninggalkan Istana

Taishi diantar sampai ke istananya dan selama dua hari tidak seorang pun dibiarkan masuk menemuinya. Taishi benar-benar merasa sendirian di dunia ini. Pada hari ketiga, anjing kesayangannya diperbolehkan masuk dan dengan gembira Taishi mengelus-elus Kimi yang mendatanginya dengan mengibas-kibaskan ekornya.

"Selamat sore, Paduka. Sudah saatnya makan." Beberapa pelayan datang membawakan makan malam dan mengaturnya dengan rapi di meja ruangan depan. Taishi yang sama sekali tidak memiliki selera makan hanya membiarkan saja makanan itu tanpa menyentuhnya.

"Paduka.. maaf, kalau Anda masih tidak mau makan, nanti kami akan dihukum Perdana Mentri dan Ibu Suri." Melihat Taishi masih tidak mau menyentuh makanannya setelah dua hari, pelayan-pelayan istana menjatuhkan diri dan berlutut.

Beberapa di antaranya mulai menangis. Akhirnya Tashi merasa kasihan dan melambaikan tangannya agar mereka semua bangkit, lalu ia mencicipi sedikit sup dan hidangan lainnya.

"Pergilah kalian. Kalau aku ditunggui begini aku malah tidak mau makan," omelnya.

Dengan terbungkuk-bungkuk para pelayan itu mohon diri, tetapi pandangan mereka tampak memelas, agar Taishi memakan hidangan yang disajikan untuknya.

Setelah mereka pergi, Taishi buru-buru mengambil tongkat logam kecil dari lemarinya dan menaruh ujungnya ke dalam setiap makanan. Pandangannya tampak menjadi keruh setelah ia melihat logamnya berubah warna kekuningan.

"Ugh... mereka masih menaruh obat sialan itu dalam makananku," keluhnya. Ia lalu mengeluarkan beberapa pil hitam dari saku pakaiannya dan menelannya baru kemudian ia memakan sedikit hidangan yang disajikan di meja.

Beberapa bulan yang lalu Taishi menemukan sebuah buku kedokteran di perpustakaan istana dan ia mempelajarinya dengan sepenuh hati. Dari buku itu ia mendapatkan petunjuk bagaimana mencari tahu apakah suatu makanan mengandung racun atau obat-obatan tertentu. Ia curiga bahwa selama ini ia diberikan sejenis racun atau obat, karena sejak satu tahun terakhir ia merasa tubuhnya menjadi sangat lemah, tidak seperti biasanya.

Taishi menyelidiki pelan-pelan obat atau racun apakah yang diberikan kepadanya selama ini dan dengan bantuan pelayan setianya ia berhasil mengetahui bahwa Paman Wan menginginkan Taishi menjadi lemah secara fisik dan tidak akan pernah mampu memimpin kerajaan. Ia masih dibiarkan hidup sampai saat ini hanya demi menunggu Taishi cukup umur untuk menikah.

Setelah ia nanti dinikahkan dengan putri pilihan perdana mentri, diharapkan istrinya akan segera hamil dan mengandung anak laki-laki yang akan menjadi calon raja pengganti Taishi. Begitu anak laki-lakinya lahir, maka Taishi sudah tidak berguna dan ia akan disingkirkan, sementara Perdana Mentri kembali menjadi wali kerajaan hingga bayi itu dewasa.

Saat ini Taishi masih berumur 14 tahun. Ia masih memiliki dua tahun hingga tiba waktunya ia menikah. Bisa dibilang sang raja muda hidup dalam waktu pinjaman.

Setelah selesai makan Taishi masuk ke kamarnya dan mengambil sebuah buku untuk dibaca. Pikirannya melayang ke perlakuan Paman Tuan Wan tiga hari yang lalu kepadanya di Paseban. Sebenarnya ia tidak punya alasan lagi untuk tetap tinggal di istana. Toh, walaupun ia bergelar sebagai raja, kekuasaan bukan ada di tangannya. Ia bahkan tak akan bisa menikah dengan perempuan yang ia pilih. Pamannyalah yang nanti akan menentukan semuanya.

Setelah gagal berkonsentrasi membaca buku, ia lalu mengambil serulingnya yang disimpan di atas meja lalu ia meniupnya sambil membayangkan kehidupan di luar istana. Kabar yang ia dengar tentang kerajaannya selalu yang baik-baik saja, tetapi ia tidak tahu kebenarannya. Kini ia membayangkan rakyat yang hidup dalam ketakutan karena serangan dari kerajaan musuh.

Ia bahkan tidak tahu negaranya sedang berperang dengan Kerajaan Gojo kalau tiga hari lalu ia tidak bertemu Harimau Kecil. Lagu yang mengalun dari serulingnya sungguh menyayat hati. Taishi memang terkenal sebagai pangeran yang sedih sejak ia masih kecil setelah ibunya pergi meninggalkan istana dan banyak yang memberinya julukan Pangeran Sayu.

Kini kadang-kadang pegawai istana masih memanggilnya Raja Sayu kalau ia meniup serulingnya dan memainkan lagu sedih. Biasanya Taishi akan memainkan musiknya saat ia merindukan ibunya yang telah pergi. Ia tak pernah dekat dengan ayahnya yang dingin dan keras. Ia juga tidak dekat dengan saudara-saudara perempuannya dari selir raja. Ia selalu sendirian.

Selama tiga hari terakhir ini Taishi telah merenung, dan akhirnya ia memutuskan untuk meninggalkan istana. Kalau Paman Wan mau mengambil kekuasaan, biarlah ia mengambilnya.

***

Malam itu Taishi membulatkan tekad untuk kabur dari istana. Perayaan pergantian abad yang akan diadakan akhir minggu ini membuat pintu gerbang keluar masuk para pedagang dan pemasok barang-barang untuk perayaan menjadi tidak seketat biasanya. Ada sangat banyak orang keluar masuk untuk membawakan perlengkapan pesta ke istana. Taishi merasa ia takkan pernah mendapat kesempatan lebih baik dari ini untuk bisa meninggalkan istana.

Ia menyiapkan buntalan berisi beberapa pakaian biasa dan uang emas dan perak untuk bekalnya hidup di luar istana. Setelah lewat tengah malam dan semua orang tertidur ia telah mengendap-endap keluar dan masuk ke dalam peti di gudang sayuran, menunggu para pemasok kebutuhan pesta tiba di saat subuh.

Ketika matahari sudah naik, ia keluar dari peti dan buru-buru berbaur dengan para pedagang dan tukang yang memenuhi gudang. Ia menyelinap dengan lincah ke dalam sebuah gerobak yang dipenuhi peti-peti bekas sayuran dan menyembunyikan diri di tengah peti dengan menutupi dirinya menggunakan karung kentang bekas. Ia berdoa dalam hati agar saat keluar, gerobak itu tidak diperiksa pengawal.

Setengah jam kemudian gerobak itu sudah berjalan melintasi gerbang belakang dan si pengemudi gerobak terdengar mengobrol dengan beberapa orang di pintu gerbang. Taishi hampir saja keluar dari persembunyiannya karena tidak sabar. Untunglah seperti digerakkan sesuatu, tukang gerobak itu lalu beranjak pergi.

Kretek ... kretek ...

Suara roda gerobak yang ribut itu membuat telinga Taishi menderita, namun udara yang begitu segar membuat hatinya sangat bahagia. Hmm ... inilah udara di luar istana yang begitu segar dan ia tak sabar menghambur-hamburkannya.

Setelah agak lama, Taishi memberanikan diri untuk melihat keluar dan mendapati dirinya berada di dalam pasar dengan orang-orang berlalu lalang banyak sekali. Pakaian mereka beraneka ragam. Cepat-cepat sang Pangeran Sayu turun dari gerobak sebelum tukang sayur itu menyadari kehadirannya.

Dengan bahagia Taishi berjalan-jalan mengitari pasar, tetapi kemudian ia termangu melihat kertas pengumuman di tembok yang menyatakan bahwa pajak telah dinaikkan lagi 20% atas perintah sang raja sebagai biaya untuk perang melawan Kerajaan Gojo. Lalu pandangannya mulai melihat betapa banyaknya pengemis dan gelandangan duduk di sekitar pasar meminta-minta.

Sepasang mata raja muda yang dipenuhi belas kasihan itu dibuat berkabut oleh air mata ketika melihat seorang nenek tua kurus kering beringsut-ingsut memungut sepotong kecil roti yang jatuh dari keranjang belanjaan seorang nyonya muda.

"Heiii!! Dasar pencuri!! Kembalikan uangku!!"

Seorang bocah lelaki tampak berlari kencang menerobos lalu lalang orang dan dikejar seorang laki-laki dewasa bertampang sangat gusar di belakangnya. Taishi hanya terpaku melihat betapa anak kecil itu kemudian berhasil ditangkap dan dipukuli setelah kantung uang yang dia pegang dirampas pemiliknya.

Huhuhu...

Ia masih menangis ketika Taishi menghampirinya dan membantunya duduk.

"Kenapa kau mencuri uang tuan itu?" tanyanya lembut.

Anak itu memandanginya dengan penuh curiga lalu melengos.

"Ibuku sakit dan ia sudah tiga hari belum makan, sementara kami tidak punya makanan lagi ..."

Taishi terenyuh mendengarnya. Tanpa berpikir panjang lagi segera dikeluarkannya kantung uangnya lalu ia berikan sebagian kepada anak itu, yang memandanginya dengan mata terbelalak besar sekali.

"Ambillah uang ini untuk membeli obat dan makanan bagi ibumu. Kudoakan ibumu segera sembuh ..."

Tanpa mengucap terima kasih, anak itu segera berlari pergi. Sayup-sayup Taishi mendengar anak itu memanggil ibunya. Pemuda tanggung itu lalu menggeleng-geleng sedih. Ia tak mengira ada begitu banyak orang miskin di kerajaannya.

Ia lalu mengeluarkan semua uangnya dan membagi-bagikannya kepada setiap pengemis dan gelandangan yang ia jumpai. Alhasil sisa uangnya hanya cukup untuk membeli beberapa kepal nasi saat malam tiba.