Chereads / cinta sejati bukan cinta sehati / Chapter 3 - Ketika cinta didepan mata

Chapter 3 - Ketika cinta didepan mata

Puisi yang pernah menjadi ungkapan isi hatiku, kukirim ke sebuah surat kabar. Keesokan harinya, Tak pernah aku duga puisi yang aku kirim dimuat disurat kabar tersebut. Bel istirahat berbunyi, waktu nya aku dan teman-teman kekantin, Ketika aku berjalan bersama teman-temanku, tiba tiba Mei mendekati dan berbisik kepada Yuni

"ada apa sih? Kok bisik-bisik?" tanyaku pada mereka

"kamu kemarin baca surat kabar ga?" dengan cepat Mei melontarkan pertanyaan

"ngga, memangnya ada apa?" aku tetap berpura-pura tidak mengerti

"kemarin aku baca surat kabar, disana ada puisi untuk Putra, kalau ga salah judulnya menggapai....." Mei berusaha mengingat kembali judul puisi yang aku kirim

"menggapai Impian hati" aku langsung memotong pembicaraan Mei

"loooooh kok tau kamu nya? Jangan.... Jangan... "

Mei mulai mencurigai aku

"aku tau dari teman kok, tadi dikelas temen2 pada cerita"

Sepulang sekolah, ku lihat putra duduk dimotor nya dengan membawa sesuatu dan menunggu seseorang. Aku merasa bahagia karena dapat melihat nya walau pun hanya sebentar, tetapi ada rasa deg degan karena takut Putra tahu Puisi yang aku kirim disurat kabar. Jelas saja dugaanku benar, putra memanggil ku saat tahu aku berjalan dengan cepat.

"vicha, tunggu... "

Aku berhenti dan terdiam

Putra telah berada dihadapanku, aku masih hanya diam.

"ikut aku sekarang" putra menarik tanganku menuju motornya.

"mau kemana?" aku semakin takut. Putra diam seribu bahasa dengan wajah tak dapat aku terkah

"putra... Lepasin aku, kamu mau ajak aku kemana? "

"ikut aja, aku mau kamu jelasin sesuatu"

"jelasin apa?"

Putra diam dan diam lagi, putra hanya terus berjalan memegangi tanganku..

Entah perasaan apa yang aku rasakan. Bahagiakah? Takutkah? Entah lah.. Yang jelas hari itu jantungku berdegup kencang

Putra memintaku untuk menaiki motornya, dan aku masih berdiri diam disamping nya dengan memeluk buku-buku pelajaranku.

"naik..." putra menawarkan aku kembali untuk duduk dimotornya.

Jantungku semakin kencang, karena sedekat inikah kami berada. Hal yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya.

Dengan jantung yang mau copot, aku segera naik dan duduk dibelakangnya.

Aku dan putra terus berjalan tanpa satu kata pun, kami hanya diam bagaikan terkunci dengan gembok yang kuncinya hilang entah kemana. Motor nya pun berhenti, membuat aku terbangun dari lamunan..

"turun.." putra memintaku untuk turun dari motornya. Aku masih terdiam terpaku, memperhatikan sekeliling tempat kami berhenti

"ayoooo turun...." kata itu putra ucapkan lagi, aku pun turun. Masih dengan perasaan yang sama, aku hanya berdiri dan diam.

"ayooo..." putra menarik tanganku,

Jantungku semakin berdebar.. Walaupun putra menarik tangan ku, tp cara nya masih begitu lembut, membuat aku semakin berbunga2

Putra mengajakku kesebuah rumah yang entah rumah siapa.

Tok.. Tok... Tok...

Pintu diketuk, tak berapa lama pintu terbuka

"masuk put" suara laki2 yang umurnya lebih tua dari kami

Aku pun melangkah dan duduk disofa nya. Putra kebelakang berbisik ke laki-laki tersebut, dan laki-laki tersebut menganggung dan tersenyum.

Putra kembali ke arahku.

"ini apa ? " putra menunjukan surat kabar tepat dipuisi yang aku kirim. Ku ambil dan kubaca, masih dengan kepura-puraanku, aku menjawab dengan jawaban yang sama.

"maksudnya apa?"

"jujur deh..."

"apa nya yang harus aku jujurin?"

"heeeemmmm" putra menatap ku dengan mata nya yang selama ini aku ingin lihat lagi. Jantungku semakin kencang, rasanya aku ingin pingsan.

"kenapa kamu menatap aku begitu?"

"kamu ya yang kirim puisi ini?

Aku menggeleng-gelengkan kepala

"jujur aja, kenapa juga harus malu,, puisi nya juga bagus kok"

"ngarep banget sih kamu. Pengen ya kalau itu dari aku? Dengan gaya sok jutek aku membalas ucapan nya. putra hanya diam dan menatap aku penuh tanda tanya.

"kamu pikir aku takut sama tatapan mata kamu?" aku terus berceloteh tanpa memberikan kesempatan putra bicara

"kalau kamu mau tahu siapa, seharusnya ke percetakan, bukan ke aku,, kamu berharap aku ya yang kirim? Ke PD-an kamu?"

Putra masih dengan tatapan mata nya dan tanpa aku sadari tatapan itu semakin mendekat. Aku terdiam saat tatapan itu tepat berada di hadapanku dengan jarak lima jari. Aku semakin berdebar, melihat tubuhnya yang semakin berada dekat denganku. Entah apa yang ada dipikirannya nya, tp hati ku semakin bergejolak berada didekatnya. Lama tatapan itu tak berkedip yang membuat aku salah tingkah. Tiba-tiba putra mendekat dengan perlahan, dan aku terpejam karena tak mampu lagi untuk melawan tatapan mata nya.

"ya sudah kalau memang bukan kamu"

Suara lembut putra pun terdengar agak sedikit jauh dariku. Ternyata putra sudah duduk kembali dengan posisi yang benar disampingku.

"aku mau pulang" kataku pada putra. Putra tersenyum manis membuat jantungku tak hentinya berdegup kencang.

"aku mau pulang" kuulangi kataku.

"terus" putra hanya berkata dan tersenyum

"kok terus?" aku melontarkan pertanyaan tanda heranku pada putra. Lagi lagi putra menatapku penuh arti.

"aku mau pulang" aku lontarkan kembali kalimat tersebut. Dengan senyum putra menatapku tajam menusuk jantungku.

"terus?" putra mengulang kata tersebut. Aku yang mendengar menjadi jengkel.

"aku mau pulang, antarkan aku pulang putra". Dengan senyum lebar putra beranjak dari tempat duduk nya.

"gitu dong, bilang gitu aja kok berat banget"

Putra meledekku, seakan tahu isi hatiku.

"pamit dulu sana" kata putra. Aku diam tanda bingung.

"pamit dulu sana"

"aku ga kenal, kamu yang kenal ya kamu dong yang pamit"

"kamu jg pamit, itu kakak sepupu ku".

"oooooo" aku mengangguk dan kebelakang berpamitan dengan kakak sepupu putra.

Diperjalanan diatas motor, melaju dengan lambat putra memulai pembicaraan.

"kamu td kenapa?"

"kenapa apanya?" aku balik bertanya

"ga papa... " putra langsung diam

" memang ada yang salah dengan ku?"

Aku bertanya pada nya, dan putra menggeleng kan kepala saja.

Sesampainya didepan rumah, putra berbicara "terima kasih untuk waktumu hari ini ya"

Dengan melepas senyuman putra melaju dengan cepat, sehingga aku tak sempat berkata-kata lagi.