Chereads / DEPATI KURIS NOTOYUDO / Chapter 5 - BUKIT BALAI

Chapter 5 - BUKIT BALAI

Hari ini adalah hari kelima perjalanan Kuris dan Mantap meninggalkan Dusun Lampar, yang sejak petang kemarin sudah bermalam di kawasan Bukit Balai.

Setelah hari siang, mereka melihat-lihat sekeliling, dan kayu tanda yang kemarin dahan/rantingnya dipotong terlihat jelas jauh di seberang jurang di sebelah sana. Tak jauh dari tempat mereka tampak pula sebuah air terjun. 

Tentu dari sungai yang mengalir di tengah dataran, pikir mereka.

Ada juga sebatang pohon kayu yang tinggi, lebih linggi dari yang lain-lain. Kayu tinggi ini mereka panjat sampai ke puncaknya, dan dari atas sini mereka dapat melihat berkeliling dengan leluasanya.

Dataran itu sangat luas, sejauh mata memandang tampak hamparan kayu- kayu tinggi menjulang, diselingi semak-semak. Juga kelihatan beberapa bukit kecil. Lama juga mereka berada di atas pohon karena senangnya.

Tak habis-habisnya mereka berdua berucap syukur atas keberhasilan mereka.

Turun dari pohon, mereka menanak nasi, dan juga seperti pagi-pagi kemarin, mereka memasak nasi sekaligus untuk makan pagi, serta bekal untuk siang dan sorenya. 

Hari ini mereka merencanakan, sehari penuh akan menjelajahi dataran dengan menelusuri sungai yang ada dan sorenya berusaha kembali ke tempat mereka sekarang berada.

Sungai ini airnya sangat jernih dan batu-batu di dasarnya kelihatan jelas sekali. Juga kelihatan ikan yang banyak dan sesekali juga ada udang kecil- kecil. Juga ditemukan tapak-tapak rusa dan kijang yang rupanya ke sungai ini untuk minum.

Berbagai jenis burung juga terlihat. Burung Punai terbang bergerombol banyak melintas di atas mereka. 

Burung Terkukur terdengar bunyinya. Suara Siamang terdengar bersahutan, yang kadang-kadang terdengar dekat dan kadang-kadang terdengar jauh sayup-sayup. Sungguh tempat yang sangat menyenangkan dan mengagumkan.

Dari kotoran-kotoran cacing tanah yang besar-besar dan banyak, diketahui tanah dataran ini sangat subur. 

Mereka menjelajahi dataran dengan sungai sebagai patokan arah. Kadang-kadang mereka masuk sejauh 3 atau empat kilometer dari sungai, lalu kembali ke sungai lagi.

Setelah berjalan menyusuri sungai kira-kira sejam, mereka masuk pula ke dalam sejauh beberapa kilometer. Sesekali ke kanan, dan selanjutnya ke kiri sungai.

Lewat tengah hari mereka beristirahat, makan bekal dan berencana untuk kembali ke tempat semula mereka berangkat, yaitu di pinggir jurang. Ujung dataran ini belum mereka capai. Dikira-kira oleh mereka bahwa ujung dataran baru dapat dicapai dengan perjalanan hampir satu hari lagi.

Pulangnya, kembali mereka kadang-kadang masuk ke kiri dan kadang- kadang masuk ke sebelah kanan. Ada juga bukit kecil yang dijumpai sebagaimana yang terlihat dari atas pohon tinggi yang mereka naiki tadi pagi, sebelum berjalan masuk dataran. Selesai sudah meninjau dataran Bukit Balai, mereka beristirahat, makan bekal petang di pinggir sungai, dan tidurnya masih di atas pohon.

Pagi-pagi sekali, mereka berangkat pulang. Mereka ingin secepatnya sampai ke Talangpadang, dan seterusnya ke Dusun Lampar. Mereka berusaha bergegas pulang. 

Perjalanan pulang ini lebih cepat karena jalan yang dilalui lebih ringan.

Sore hari dihari kedua dalam perjalanan pulang dari Bukit Balai, setelah sempat bermalam semalam di jalan, 

Kuris dan Mantap sampai juga di Talangpadang. Mereka ditawari menginap oleh seseorang yang telah memberikan banyak keterangan serta petunjuk sebelum mereka berangkat dulu.

Mereka tidak perlu pula memasak lagi untuk makan malam, karena pemilik rumah berbaik hati menyediakan untuk mereka. Disamping itu, beberapa orang dusun juga ingin mendengarkan kisah mereka yang selama beberapa hari ini pergi dan pulang dari Bukit Balai.

Pemilik rumah sangat berbesar hati, senang atas keberhasilan mereka. Kuris menawarkan kepada pemilik rumah dan beberapa orang lain untuk ikut berkebun di dataran Bukit Balai. Kuris menjelaskan bahwa kira-kira tiga minggu lagi dia akan kembali untuk memulai membuka lahan. Rencananya, pertama kali yang akan dikerjakan ialah memilih tempat untuk mendirikan pondok atau dangau.

Direncanakan pula di dekat pondok sekelilingnya yang sudah bersih, langsung ditanami sayur-sayur dan lain-lain, tanaman berumur pendek, seperti cabe, terong, daun bawang, kacang-kacangan dan lain-lain.

Sekaligus juga menyemai biji-biji kopi untuk pembibitan.Selain buah kopi untuk bibit, akan dibawa pula bibit padi darat. Biji kopi dan bibit padi darat ini akan dibawa secukupnya untuk kira-kira menanam seluas lima puluh hektar. Ini perhitungan Kuris dan Mantap.

Pulang ke Lampar

Alangkah senangnya Majedah, suaminya telah kembali dalam keadaan sehat tak kurang sesuatu apa-apa. 

Anak perempuan mereka, Hanimah, yang selama seminggu ditinggalkan kelihatan bertambah besar. Lepas maghrib mertuanya, datang bersama anak-anaknya, juga ada beberapa keluarga lain laki-perempuan.

Rumah kecil Kuris kelihatan penuh. Kopi dan kue dari tepung beras disuguhkan pada tamu, dan Kuris bercerita tentang perjalanan mereka. Mantap juga ikut hadir, dan sesekali menambahkan apa-apa yang kurang jelas atau terlupakan.

Kuris bercerita tentang perjalanan mereka, keadaan jalan yang ditempuh, dan penemuan dataran pada hari keempat.

Keadaan dataran Bukit Balai yang sangat luas, tanah yang datar hampir rata, subur, dimana ada sungai yang mengalir di tengah-tengahnya.

Bahan-bahan yang banyak berupa kayu,bambu, rotan untuk mendirikan pondok-pondok, dan daun ilalang juga banyak untuk atap. Serba cukup dan gampang didapat, serta banyak pula.

Tanah seluas dataran Bukit Balai itu mencukupi untuk sekitar paling sedikit seratus keluarga membuat kebun kopi yang luas. Malahan bisa lebih. Ada sungai yang tidak terlalu besar yang mengalir di tengah dataran, sehingga tidak perlu turun ke dasar jurang untuk keperluan mengambil air telah menambah nilai tempat itu.

Ditambahkan pula banyaknya binatang. Burung-

burung berbagai jenis. Bahkan ada jenis burung yang tak ada di sekeliling Dusun Lampar ataupun di hutan sekitar. 

Tapak rusa, kijang dan kancil juga banyak kelihatan di pinggir aliran sungai, adalah tanda-tanda keberadaan binatang itu.

Mereka yang mendengar cerita Kuris dan Mantap ini takjub.

Kuris juga menyampaikan bahwa kira-kira tiga minggu lagi dia dan Mantap akan kembali ke Bukit Balai. 

Mereka merencanakan membikin pondok, langsung pula menanam beberapa jenis sayuran. Selagi pondok dibangun serta sekaligus menyebar kopi untuk bibit.

Segala keperluan akan dipersiapkan di dusun, berupa beberapa pisau besak, parang, beliung penebang kayu, gergaji, batu asahan, kikir, paku- paku, dan tidak lupa pula bibit sayuran berumur pendek. Tentu pula beras secukupnya, ditambah garam dan ikan asin. Ini yang pokok. 

Mungkin juga kopi dan gula, biarpun tidak begitu diperlukan.

Dalam perhitungan Kuris pekerjaan membuat pondok dan lain-lainnya akan memakan waktu sebulan, untuk selama satu bulan inilah bekal-bekal perlu disediakan.

Diakhir pertemuan Kuris mengajak warga dusun yang ingin ikut berkebun di dataran Bukit Balai bersama-sama dia. Ditambahkannya pula keyakinan bahwa pekerjaan berat yang akan mereka lakukan ini akan memberikan hasil yang memuaskan.

"Harga kopi yang begitu mahal, dan kalau dikebunkan secara luas di tempat yang subur, yang cocok untuk itu, akan membuat kita kaya," kata Kuris.

Dan tempat yang dituju, yaitu di Bukit Balai, betul-betul, cocok, memenuhi segala persyaratan yang diperlukan, tanah yang subur dan beriklim dingin.

"Asal dikerjakan dengan baik dan sungguh-sungguh, setelah empat tahun kita akan melihat dan merasakan hasilnya," Kuris menjelaskan.

Menurut Kuris, kopi-kopi yang terawat baik, setelah tiga tahun akan sudah mulai berbuah, tapi belum banyak, dinamakan buah pelajaran, belajar berbuah dan belum lebat, tapi hasilnya sudah akan ikut membantu ongkos-ongkos yang diperlukan.

Lagipula, katanya, ketika lahan sudah terbuka bersih, selain menanam kopi sebagai tanaman pokok, mereka juga akan menanam padi darat.

Sementara tanaman kopi terus dirawat, diharapkan padi darat ini juga akan memberikan hasil yang cukup bagi kebutuhan pokok keluarga (memenuhi kebutuhan beras) mereka untuk lebih setahun. Tapi tentu harus dijaga terhadap hama berupa babi-babi hutan yang tentu juga banyak. Dengan bergotong royong menjaga oleh lima puluh keluarga atau lebih, hama babi tentu dapat ditanggulangi.

Berita kepulangan Kuris dan Mantap menyebar di dusunnya, dan cerita tentang Bukit Balai yang dibawa serta rencananya, menjadi pembicaraan yang tak henti-hentinya. 

Berdatangan orang-orang tua dan muda yang ingin mengetahui lebih jelas.

Akhirnya, sebelum keberangkatan sudah ada empatpuluh orang yang menyatakan akan ikut dengan Kuris untuk berkebun ke Bukit Balai. Ada yang sudah berkeluarga, dan ada pula pemuda-pemuda yang belum beristri, masih bujang.

Selain diperingatkan akan kesulitan-kesulitan yang bakal dialami, ketekunan, ketabahan, serta kerja keras sepanjang waktu, juga tentang pentingnya kerukunan antar mereka, kesetiaan, kegotong-royongan harus menjadi pegangan, serta persiapan bahan permakanan, alat-alat dan lain- lain yang perlu dibawa. Tak lupa pula dibawa biji kopi secukupnya untuk bibit dan juga padi untuk umo darat.

Merintis Masa Depan

Pagi hari keberangkatan, seluruh keluarga dan anak-anak mereka mengantar ke tepi 'ayek Musi untuk kemudian menyeberang dengan rakit- rakit bambu yang berjumlah delapan buah.

Dibutuhkan delapan rakit untuk mengangkut empatpuluh orang dan perbekalannya, serta alat-alat seberat lebih tiga puluh kilogram. Istri-istri mereka tidak ada yang ikut berangkat.

Direncanakan, nanti setelah pondok-pondok di dataran telah rampung, barulah istri-istri mereka akan dijemput, dan mungkin pula anak-anak mereka. Sebelum menaiki rakit untuk menyeberang ayek Musi, kepala dusun membacakan do'a. Dari Talangpadang ada empat orang yang ikut bergabung dengan rombongan.

Karena membawa beban yang berat, perjalanan tidak bisa secepat dulu, dan akhirnya setelah empat hari tiga malam mereka sampai tujuan, yaitu di dataran Bukit Balai.

Kalau dulu Kuris dan Mantap senantiasa bermalam tidur di atas pohon, tetapi kali ini mereka tidur di atas tanah. Karena rombongan yang besar (44 orang). Untuk mencegah gangguan binatang buas, mereka menyalakan api unggun di beberapa tempat.

Hari pertama di tempat tujuan, yaitu di dataran Bukit Balai, mereka berunding mengenai pembagian tanah dan lain-lainnya. Kuris dengan sendirinya dianggap sebagai pimpinan mereka, serta Mantap sebagai wakil.Kedua pimpinan itu telah memikirkan hal ini. 

Disampaikan pula bahwa lahan-lahan rencana kebunmasing-masing jangan terlalu berjauhan, agar gampang berhubungan kalau ada yang memerlukan bantuan dari yang lain. Kebun-kebun dibatasi dulu, berdasarkan kemampuan, dan dapat saja nanti diperluas apabila sudah diperlukan.

Dipilih dan ditentukan pula tempat pembibitan kopi bersama yang akan dibersihkan secara gotong royong. 

Pekerjaan ini akan dilakukan lebih dulu, sebelum membangun pondok-pondok, agar nanti pada waktunya kebun- kebun sudah siap ditanami, bibit sudah cukup besar untuk dipindahkan dari tempat pembibitan bersama ke kebun masing-masing.

Diikrarkan pula bahwa Kuris sebagai kepala Kelompok ini, akan dipatuhi sepenuhnya. Segala sesuatu mengenai tanah di dataran tempat mereka berada, adalah hak kepala yang menentukannya. Keputusan Kuris tak dapat dibantah oleh siapa saja. Untuk perluasan kebun, Kuris yang menentukan. Ikrar ini ditutup dengan sumpah sebagai orang Islam.

Memang Kuris patut dan pada tempatnya dipatuhi secara mutlak, karena dialah yang menemukan tempat yang memberikan harapan yang besar pada mereka. Dia seoarang pemberani, bijaksana, penolong, menjalankan ibadah dengan baik dan senantiasa bersikap ramah tapi tegas.

Dialah yang akan membimbing dan melindungi mereka, agar usaha mereka akan dapat berhasil dengan baik. Tanpa orang seperti dia dapat saja timbul perselisihan, bahkan keributan antar mereka, umpama soal tanah, batas kebun, soal keluarga dan lain-lain. Hal ini disadari oleh semuanya, sehingga ikrar dan sumpah secara ikhlas mereka lafazkan.

Pada hari kedua di Bukit Balai, dan sebelum mereka mulai bekerja semuanya berkumpul makan bersama punjung beras kuning panggang ayam. Setelah bermohon kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar usaha dan pekerjaan mereka diberkahi, dan sebagai syarat pula minta izin kepada roh-roh halus penunggu dataran, untuk membuka tanah guna berkebun kopi.

Setelah selesai membuka lahan dan menyemai biji-biji kopi untuk bibit, mereka mulai membersihkan lahan tempat pondok. Dibanyak tempat tampak membumbung asap dari kayu-kayu dan semak-semak yang dibakar.

Mengesankan sekali, tak tuk tak tuk bunyi kapak-kapak memotong kayu, suara batang rubuh, dan gelak tawa dari mereka itu. Lalu hening, dan rupanya mereka tengah beristirahat makan siang serta sholat dhuhur.

Sudah lebih empat jam mereka bekerja membersihkan lahan pondok dan sekitarnya. Setelah beristirahat makan, ada yang masih meneruskan kerja dan banyak pula ke tempat lain mencari kayu dan bambu untuk bahan ramuan mendirikan pondok.

Sampai matahari terbenam baru mereka berhenti bekerja. Telah ada terlihat tiang-tiang yang tertancap di tanah, batang bambu-bambu yang terkumpul serta tumpukan rotan-rotan. Untuk permulaan masing-masing bekerja sendiri-sendiri, tapi sewaktu mendirikan pondok nanti akan bergotong-royong, bantu membantu.

Setelah seminggu berlalu, sudah kelihatan satu dua pondok yang berdiri, biarpun belum selesai sempurna betul. 

Mereka yang masih bujang membuat pondok yang kecil-kecil saja. Yang sudah beristri dan punya anak membuat pondok yang lebih besar, guna menampung keluarganya nanti.

Mereka bersepakat pula untuk membantu Kuris membikin pondok yang besar dan kokoh, karena selain untuk keluarga Kuris, tentu nanti sewaktu- waktu akan menjadi tempat mereka berkumpul untuk memusyawarahkan sesuatu.

Dari hari kehari kelihatan kemajuan mereka. Beberapa pondok sudah selesai lebih dahulu, sehingga sudah dapat menampung orang-orang anggota rombongan yang lain untuk menginap. Kebanyakan mereka yang pondoknya belum selesai akan tidur dibawah pondok-pondok yang memang sudah bersih dari semak dan rumput.

Mereka yang pondoknya sudah duluan selesai, tidak pula membuang- buang waktu. Mereka membantu yang lain, yang pondoknya belum selesai dengan cara apa saja yang bisa dikerjakan, seperti memotong alang-alang untuk atap, mencari rotan untuk pengikatnya dan sebagainya.

Sore hari sehabis bekerja ada diantara mereka yang memasang jerat untuk menangkap kancil ataupun membuat pulut untuk menangkap burung. Sesekali ada saja kancil yang terjerat, dan dimakan bersama. Juga burung-burung sesekali terkena jerat atau pulut.

Setelah tiga minggu, perkampungan mereka sudah kelihatan bentuknya. Dapat dikatakan pondok-pondok sudah selesai dibangun dan sudah dihuni, biarpun masih ada juga yang belum selesai penuh.

Agar tampak teratur dan asri atas petunjuk Kuris, maka pondok-pondok ditata dan didirikan teratur rapi di pinggir kiri dan kanan sungai kecil yang membelah dataran Bukit Balai ini.

Pondok Kuris yang terbesar dan bagus. Berdiri di atas tiang-tiang kokoh dan lebih tinggi dari pondok-pondok yang lain. Tidak menghabiskan waktu sebulan seperti perhitungan atau perkiraan semula, seluruh pondok-pondok telah selesai semuanya.

Sayur-mayur yang mereka tanam sudah tumbuh dengan suburnya, demikian juga bibit-bibit kopi dipersemaian bersama telah menampakkan pucuk-pucuk tunas mudanya. Tepian mandi mereka kerjakan secara gotong-royong.

Menurut petunjuk Kuris, sungai dibendung dan kemudian dibuatkan pancuran-pancuran dari bambu. 

Diantara beberapa pancur diberi penyekat, agar lelaki dan perempuan nantinya dapat mandi terpisah. Senang sekali melihat air yang jernih memancur dari batang-batang bambu di pancuran.

Besok mereka akan pulang menjemput keluarga masing-masing, dan malam ini untuk pertama kali rumah Kuris dipakai sebagai tempat musyawarah, yang dibicarakan antara lain bahwa pulang dan pergi diperhitungkan akan memakan waktu empat belas hari.

Perjalanan balik ke dataran tentu akan memerlukan waktu yang lebih lama. Perempuan dan anak serta barang-barang yang dibawa akan memperlambat perjalanan.

Dipikirkan pula pilihan untuk memakai sapi atau kerbau guna mengangkut barang yang dibawa ataupun untuk perempuan dan anak-anak yang kelelahan nantinya.

Tentu bukan dengan gerobak-gerobak yang pakai roda yang akan digunakan, tetapi dengan menggunakan "pasangan".

"Pasangan" ini dibuat dari sepasang kayu kuat yang sama panjang, dan panjangnya lebih dari panjang badan kerbau atau sapi penariknya.

Sepasang kayu ini diletakkan dikedua sisi, dan pangkal atasnya terikat di tengkuk sapi atau kerbau, serta diberi kayu melintang di ujung bawah yang disesuaikan dengan lebar sapi atau kerbau penarik.

Melekat di atas kayu melintang "pasangan" ini dibuatkan kotak dari bilah- bilah bambu yang akan ikut terseret, sebagai tempat meletakkan barang- barang ataupun orang. Inilah yang disebut pasangan, dan memang praktis sekali untuk melewati jalan setapak.

Malam hari mereka mengadakan pertemuan di pondok Kuris, membahas rencana menjemput keluarga masing-masing. Dalam pertemuan disepakati lelaki yang sudah berkeluarga akan pulang, sedangkan yang bujang tidak ikut pulang. Mereka akan menjaga pondok-pondok, memelihara kebun bibit, dan akan segera mulai bekerja membuka hutan untuk kebun-kebun kopi mereka nantinya.

Bujangan yang berjumlah 7 orang itu menitip pesan agar para orang tua mereka mengirim bahan makanan untuk mereka. Kuris dan kawan-kawan yang lain senang sekali mendengar kata-kata mereka yang bujang ini, apalagi melihat kemauan mereka untuk segera membuka lahan. 

Tidak sia- sia rupanya nasihat Kuris dan saudara yang lain agar bekerja keras dan tidak menyia-nyiakan waktu!

Related Books

Popular novel hashtag