Chereads / Tanril: Telaga Api / Chapter 38 - Badai Datang

Chapter 38 - Badai Datang

Gemuruh suaranya menggelegar, memikat perhatian

Mendung dan mega parasnya bagaikan raksasa murka

Mengaum dan memesona dirinya kala jauh

Dirindu dan dipuja karena segan dan takut

Namun kala ia menerjang, tiada yang dapat menahankan

Terpaannya dan daya hancurnya

Meluluhlantakkan segalanya

Itulah manusia mumpuni, berwibawa, dengan hati sehitam tuba

Pada hari ke-14 setelah mangkatnya Raja atau tanggal 31 bulan Dua Belas, para penduduk Fru Gar mendiskusikan masalah baru: Pangeran Ketiga menghentikan perjalanannya ke Ibukota dan tinggal di kota Turil Andin sudah 5 hari lamanya! Kenapa? Kapan ia akan berangkat ke Ibukota? Memang benar bahwa salju terus turun, tapi Pangeran tidak punya kesulitan soal salju jika ia punya 10.000 tentara bersamanya… mengapa begitu?

Beberapa orang mengatakan bahwa Pangeran Ketiga mungkin sakit, yang dibantah para prajurit yang mengatakan Pangeran baik-baik saja. Pangeran entah berdoa seharian atau pergi menghibur penduduknya di dalam kota. Tapi ia tidak pergi-pergi juga. Ia hanya berdiam di kota paling barat dari wilayahnya.

Mengapa? Tanya semua orang dengan masygul.

Akhir tahun yang kelabu itu berlalu dengan kekhawatiran yang tak kunjung pupus. Penduduk Telentium Timur terus menanti, dan keesokan harinya seorang utusan datang ke kota, dan segera pengumuman dikumandangkan bahwa Pangeran Ketiga akhirnya akan bergerak lagi.

Semua penduduk bersorak, tapi kegembiraan mereka hilang seketika ketika Penyalak Berita melanjutkan, "Dengarkan aku khalayak… A-aku diberitahu bahwa Pangeran Ketiga akan kembali ke Fru Gar lalu ke Dri Cass besok."

Para penduduk tidak bisa mempercayai telinga mereka!

"Apa yang terjadi?"

"Kenapa Pangeran kembali?"

"Diam dulu, aku mau dengar lanjutannya…"

Tapi tidak ada hal lain yang diberitahu, kecuali perintah untuk tetap tenang dan diam.

Di saat yang begitu getir itu, keesokan harinya, datanglah utusan lain dengan bendera Kerajaan, lengkap dengan jubah putih berkabung. Orang-orang segera berkumpul lagi di Alun-Alun, dan tidak sabar mendengar berita berikutnya. Setengah berharap Pangeran Ketiga bakal kembali menuju Ibukota.

Alih-alih, lonceng malah kembali berdentang nyaring. Berdentang terus bagaikan bunyi bisikan setan dan iblis, menyirap hati setiap penduduk dalam gigil ketakutan. Luka segar di hati mereka seakan terbuka kembali dan mereka panik.

Gubernur muncul di muka umum dengan wajah yang begitu berduka, dan si Penyalak Berita berbicara setenang mungkin.

"O Penduduk kota Fru Gar sekalian… Berita Buruk! Berita Duka! Berita bagi kita semua! Yang Mulia P-Pangeran Kedua, Penguasa Wilayah Utara, Ligeir Mureel Urand telah meninggal karena sakit di Ibukota! Empat hari yang lalu, beliau akhirnya berpulang ke pangkuan Dewi Divara! Keluarga Kerajaan wilayah Timur sekarang disatukan dalam Upacara Berkabung yang akan diadakan di Dri Cass… untuk mengenang almarhum Raja dan Pangeran Kedua."

Wander, sama terguncangnya dengan orang-orang di sekitarnya, mengutarakan pertanyaan yang sama, "Mengapa?"

Mengapa bencana buruk terus berjatuhan? Apa yang terjadi?

Seluruh penduduk selalu mempercayai bahwa suksesi akan berlangsung dengan damai, seperti yang selalu terjadi selama beratus-ratus tahun. Mimpipun mereka tidak berani memikirkan hal apa pun kecuali kedamaian. Tapi hari itu, segalanya bagai dijungkirbalikkan.

Gosip-gosip beredar makin liar, kuat bagaikan bara api raksasa. Pangeran Pertama membunuh Pangeran Kedua! Para pelayan istana melihat tubuh Pangeran Kedua membiru karena racun! Pangeran Pertama merebut Takhta Kerajaan! Bukan, sebenarnya Pangeran Kedua yang mewarisi Takhta tapi ia disingkirkan! Bukan, Pangeran Ketiga yang akan naik Takhta! Pangeran Kedua memberontak tapi disingkirkan segera!

Segala berita tak sedap makin menjamur, menguak sudut gelap dari hati manusia yang galau. Berita berikutnya membuat hati penduduk semakin galau, punggung mereka beku oleh rasa waswas, dan harapan segera berkeping-keping. Permaisuri Ratu dibuang ke Istana Musim Dingin, tepat sebelum Upacara Berkabung! Kemudian Jendral Tertinggi Telentium, Jan Pellendrin diberhentikan lalu dihukum tahanan rumah. Gosip-gosip beredar bahwa bahkan Selir Pertama menjadi sasaran pembunuh gelap! Bahwa Jendral Pellendrin sebenarnya merencanakan kudeta! Bukan, Jendral itu memiliki hubungan gelap dengan Permaisuri Ratu! Gosip-gosip makin kacau dan menjijikkan di telinga Wander.

Hari-hari selanjutnya begitu jelas dalam memori Wander, ketika momen-momen menuju mimpi buruk akhirnya tidak terhindarkan lagi.

Pangeran Ketiga kembali ke kota Fru Gar pada hari ke-17 setelah Raja mangkat. Para penduduk berkumpul menyambut beliau, menyampaikan dukungan mereka. Tapi Pangeran tidak bisa berlama-lama di Fru Gar. Ketika ia mencapai Ibukota di hari ke-20, ia langsung mengadakan Upacara Berkabung terpisah untuk Raja dan Pangeran Kedua di sana.

Wander dan keluarganya, seperti semua penduduk yang berkumpul di Alun-Alun malam itu juga memegang sebatang lilin di tangan masing-masing melakukan prosesi diam mengelilingi kota. Demikian seluruh kota di Timur melakukan hal ini. Tapi di benak mereka sekarang hanya ada sedikit rasa berduka, karena mereka sebenarnya mengetahui bahwa kedamaian negeri perlahan-lahan runtuh.

Pada hari ke-21, tanggal 7 Januari, datang berita bahwa Pangeran Pertama memberikan peringatan untuk Pangeran Ketiga bahwa Upacara Berkabung akan dilangsungkan dalam 1 minggu lagi. Kalau sampai ia tidak datang, akan ada hukuman kerajaan.

Tapi Pangeran Ketiga bergeming di Istananya. Utusan berikutnya datang tiga hari kemudian, tapi kembali tidak digubris. Wander bahkan mendengar utusan itu sempat dianiaya penduduk yang marah di Krog Naum, sehingga mengambil jalan menghindari rute Fru Gar. Saat itu semua Penduduk akhirnya yakin bahwa mereka memasuki suasana Perang.

Kakak Wander mendadak ditugaskan berangkat ke Turil Andin. Pasukan Pangeran Ketiga mulai melakukan persiapan mereka, terang-terangan menentang. Mereka mulai menumpuk stok makanan, senjata, perlengkapan perang, dan mulai berlatih dengan perang. Para penduduk bekerja bahu membahu dengan para prajurit dengan penuh semangat, menyanyikan dukungan mereka untuk Pangeran Ketiga. Kabar yang datang dari Barat juga mengatakan bahwa Pangeran Pertama melakukan mobilisasi umum pula meski masih di Bulan Berkabung.

Tapi kepercayaan penduduk masih tinggi, dan keraguan mereka sirna ketika melihat 200 ekor pasukan Gajah Perang berparade di jalan-jalan utama, lalu 60.000 tentara berkuda dan elit di bawah pimpinan Jendral Moharan, Jendral Perbatasan Timur yang terkenal hebat itu.

Pada hari ke-26, tanggal 12 Januari, Penguasa Wilayah Timur: Putri Sungai Tesla, Jilline anak Pangeran Kedua sampai ke Ibukota dan menyerahkan adiknya Erriel sebagai sandera dan bukti persekutuan dengan Pangeran Pertama.

Berita ini begitu memukul dan membuat marah seluruh kota-kota Timur, memanggil sang Putri berbagai nama mulai dari: Pengkhianat, penyihir, iblis, wanita penghibur, atau budak pembunuh ayahnya sendiri. Tapi di mata kaum intelektual, mereka semua menyadari dengan simpati akan nasib dan pilihan yang harus dilakukan Putri itu. Kekuatan dan hak seorang wanita memang lemah di mata tradisi Kerajaan, dan ia harus melindungi rakyatnya dari kekuatan Pangeran Pertama yang jauh lebih kuat. Tidak ada cara lain selain tunduk ke Ibukota yang sah. Demikian seluruh keuntungan ada di Pangeran Pertama, ia memiliki wilayah Barat dan Utara, lalu seluruh Istana dan Bangsawan di sisinya, sementara Pangeran Ketiga tetap terisolasi di Timur.

Pada hari ke-28 setelah mangkatnya Raja, Pangeran Pertama melakukan Upacara Berkabung di Zabel Besh'a. Kealpaan Pangeran Ketiga serta peringatan terakhir yang juga diindahkan membuat suasana begitu panas. Wander dengar utusan ketiga yang malang itu dikawal sampai ke Turil Andin oleh pasukan Pangeran Ketiga sendiri.

Dua minggu kemudian, ketika Upacara Berkabung akhirnya selesai, Pangeran Pertama mengangkat dirinya sebagai Penguasa Tunggal seluruh Kerajaan Telentium. Ia bersumpah tidak akan naik takhta sampai ia menyingkirkan semua pengkhianat dan pemberontak. Keesokan harinya, ia secara umum menyatakan perang dengan Pangeran Ketiga. Di bawah dekrit Istana, Pangeran Ketiga dan seluruh pendukungnya dicap sebagai pemberontak dan harus dimusnahkan.

Pangeran Ketiga yang diam saja akhirnya mengumumkan bahwa Pangeran Pertama adalah pengkhianat, meracuni Pangeran Kedua, dan berusaha menghancurkan Kerajaan! Ia menolak menyerah dan meminta rakyatnya bersabar dan mendukungnya!

"Kalau berani ayo ke sini, Sukla!" Suara caci maki seorang kakek yang mabuk sebenarnya mewakili pendapat wilayah Timur soal Pangeran Pertama dan seluruh Istana. Memang ada berbagai keraguan dan kegentaran, tapi semua penduduk tetap membela Pangeran mereka dengan setia.

Musim semi akhirnya tiba di Bulan Februari, dan segera salju dan cuaca dingin mulai perlahan menghangat. Akhirnya Pasukan Pangeran Pertama mulai berkumpul di pusat persiapan mereka: Kota Beku Yasa.

Saat itu, Wander membuka amplop Masternya yang berwarna biru. Isinya singkat sekali:

[Aku telah pergi lebih lama dari yang diharapkan. Urusanku mungkin telah berkembang di luar dugaan atau aku hanya ingin berkelana lagi karena aku merasa jauh lebih muda. Jangan kuatir, jaga rumah baik-baik. Jangan biarkan gosip-gosip mempengaruhimu dan awasi para pelayan dengan baik.]

Tapi surat itu gagal melegakan Wander sama sekali. Ia merasa khawatir dengan nasib kedua Gurunya, dan juga mengenai masa depan kerajaan mereka yang buram.

Perang Saudara akhirnya meletus.