Di dalam tenda pusat komando, senyum kemenangan para prajurit bayaran segera terhapus total ketika Udina masuk ke dalam tenda. Korban yang seharusnya sudah mati telah kembali!
Tidak seperti Toto, yang tetap tanpa ekspresi, Damar tampak sangat senang melihat kembalinya sahabatnya! Ia segera mendekati pemburu itu dan berpelukan hangat. Udina memelototi para prajurit bayaran dengan garang, terutama Arnoss yang sekarang memucat.
Udina segera melaporkan apa yang terjadi dengan singkat, bagaimana Arnoss dan yang lain mengkhianatinya dua kali, yang membawanya ke situasi demikian rupa hingga ia diselamatkan oleh Wander. Meskipun demikian, ia tidak menyebutkan persahabatannya dengan Wander. Terkuaknya kebenaran demi kebenaran itu bahkan mengguncang wajah Toto yang mulai membesi, gusar dan gelap, seperti awan badai.
Tanpa tedeng aling-aling Udina langsung meninggalkan tenda, setelah melapor, sampai Kaju berteriak berang, "Kau mau pergi ke mana?"
"Aku terluka. Demikian pula anggota kelompokku. Aku juga telah kehilangan Bulu Pusaka dalam insiden ini. Aku telah kehilangan kehormatan dan kekuasaanku. Kelompokku akan kembali ke Hutan dan aku akan meminta Pemegang Bulu Pusaka lainnya untuk mendukung angkatan perang ini sesuai perjanjian. Jadi, kalau kau boleh mengizinkanku pergi sekarang?" Udina berkata dengan tegas.
Tidak seorangpun yang menampik atau melarang keputusannya. Udina memiliki hak untuk melakukannya karena secara tidak langsung mereka tadi hampir saja membunuhnya. Tidak seorang pun akan lolos dari hukuman jika Udina mengungkit isu ini lebih jauh, bahkan murid-murid Sulran sekalipun, apalagi Arnoss. Para murid dan prajurit bayaran diam-diam menarik napas lega ketika mereka mengerti bahwa Udina tidak berniat memperpanjang masalah ini jika ia diizinkan undur.
Toto tidak pernah terlalu peduli atau tertarik dengan Udina atau kelompoknya. Mereka telah habis kegunaannya dan masih gagal menghasilkan kemenangan.
Sementara Kaju merasa demikian marah dengan para prajurit bayaran.
Damar berbicara sebentar dengan Udina, wajahnya cemas dan khawatir, sebelum Pemburu itu meninggalkan tenda.
Toto, yang sekarang memegang posisi komando, hanya tersenyum sinis pada prajurit-prajurit bayaran. Tanda ketidakpuasan dan sinyal bahaya yang mendekat bagi mereka.
"Jika kalian masih ingin membuktikan diri kalian berguna… Pergi dan habisi Wander sekarang! Jangan kembali sampai kalian mendapatkan kepalanya!"
Para pengejar mimpi dan prajurit bayaran segera keluar dari tenda. Toto mengempaskan punggungnya ke kursi, memutar otaknya dalam-dalam dan cermat. Ia tahu benar bahwa para Pengejar Mimpi tersebut bersedia mengikat sumpah setia dengan Pangeran Pertama tampak dari luar aneh, sombong, perkasa, tapi sebenarnya mereka hanyalah orang-orang serakah dan pengecut.
"Apa yang harus kita lakukan sekarang?" Damar bertanya.
Toto berbicara dari balik jemarinya yang terlipat menutupi bibirnya, "Kepung kota ini. Bawa semua prajurit masuk ke kota, sisir semua jalan, bangunan, awasi apakah ada perangkap atau musuh bersembunyi. Jika menemukan Wander, buat isyarat ke kelompok lain, kejar, dan bunuh di tempat!"
Perintah Toto bertentangan dengan perintah Guru mereka yang menginginkan kekalahan Wander hanya dengan merebut Gerbang Barat dari depan.
Gerbang itu masih dikuasai lautan api dan Wander masih berkeliaran di dalam kota, padahal Guru mereka baru dilaporkan soal kematian Wander dalam lautan api…
Toto memutuskan tidak melaporkan berita buruk itu. Ia akan bertindak seakan Wander sudah mampus, dan ia akan membuat kebohongan itu menjadi kenyataan jika ia sampai bisa menemukan Wander. Kaju dan Damar juga setuju dengannya, dan mereka segera berangkat untuk mengatur pasukan masing-masing.
Toto masih duduk di dalam tenda, memikirkan kerugian yang dideritanya. Ia telah menggunakan taktik api dengan sempurna, tapi ia tidak pernah membayangkan seseorang bisa lolos, apalagi dengan membelah lautan api dari rumah ke rumah!
"Dapatkan Kotak itu! Bunuh ia!" Toto memberi perintah.
Sesosok bayangan yang sedari tadi berdiam di sudut tenda tanpa terlihat kini tersenyum kecil. Toto segera merasa tenang, ia mengetahui kemampuan sosok itu. Tidak seperti Pengejar Mimpi kacangan yang mengikatkan diri dengan angkatan perangnya, sosok itu tidak telah membuktikan dirinya setia, tapi juga sangat digdaya, cerdas, efisien, dan tanpa ampun. Toto menyukai bayangan itu meski ia tidak mempercayainya.
Ia tidak pernah mempercayai siapa pun, kecuali gurunya.
Detik berikutnya ia melihat lagi ke sudut, bayangan itu sudah menghilang.
Wander Atale Oward, anak Chiru'un, murid dari Kurt Bodan Manjare. Dari mana ia mendapatkan kekuatan setan ini? Kekuatan apa lagi yang masih ia sembunyikan? Begitulah kira-kira orang-orang biasa akan berpikir atau cemaskan. Tapi Toto berbeda. Ia melihat Wander sebagai sosok yang memiliki kecerdasan dalam menggunakan kesempatan dan tenaga yang dimilikinya. Gerbang Barat tidak bisa dilalui banyak prajurit pada saat yang bersamaan, dan Wander tidak perlu khawatir akan dikepung dari berbagai arah. Bertarung hanya dengan musuh di depannya sudah begitu menambah kekuatannya, apalagi dengan stok makanan dan senjata dari rekan-rekannya.
Tepat ketika ia mengira ia sudah memperhitungkan segalanya!
Wander hanya bekerja sendiri.
Tapi ia salah menghitung. Wander selamat dari taktik pembakaran sehebat itu…!
Hati Toto bagaikan terbakar mengingat ia sampai bisa salah perhitungan. Ia sudah bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika kegagalan-kegagalan berikutnya menyusul. Tadi saja ia sudah mendengar bisikan dan ujar-ujar para prajurit. Orang-orang goblok itu sudah membisikkan kabar burung soal malaikat, iblis, atau manusia dewa… Jelmaan siluman dan sebagainya. Memang benar bahwa jika seseorang bertahan hidup dalam perang demikian hebat, segera gosip-gosip macam ini beredar bagaikan api ditiup angin. Komentar macam inilah yang memulai sebuah legenda!
Tapi Toto tahu Wander hanya manusia biasa. Manusia selalu memiliki kelemahan. Hanya orang mati yang sudah tak punya kelemahan. Dan ia berniat menghabisi legenda itu sebelum ia bahkan bisa tumbuh.
*
Arnoss terbakar kemurkaan dan malu.
Para prajurit bayaran yang lainnya juga tampak mengerti, dan mereka dengan bijak menutup mulut mereka. Arnoss telah menghimpun semua Kesatria Rinvea dan membawa mereka masuk ke dalam Kota untuk memburu Wander. Kalau masih berani menertawai Arnoss di belakangnya saat ini sama dengan bunuh diri. Tapi tanpa perlu dibahas lagi, rasa hormat mereka pada Pengejar Mimpi yang egois, pengadu domba, dan oportunis ini telah terkikis habis.
Para prajurit bayaran tidak pernah saling mempercayai satu sama lain. Mereka hanyalah serigala dan anjing peperangan, dengan kesetiaan mereka terletak pada hadiah uang, ketenaran, dan selembar nyawa mereka sendiri.
Kumpulan mereka sendiri berjumlah sekitar 156 orang. Pemimpin mereka selain grup Rinvea adalah Pria raksasa bersenjatakan rantai dan bola besi itu adalah pemimpin gerombolan bandit yang beroperasi di sekitar Jembatan Jamat, namanya Agog Tagar. Lalu yang kedua adalah Pengejar Mimpi dengan bersenjatakan golok besar, Weraf Klum, buronan dari Aestheria, yang akhir-akhir ini membuat grup pembunuh bayaran di Telentium Utara. Pimpinan terakhir adalah Klan Tawon Putih, Pemburu Hitam dari Mauro yang diketuai oleh Kumbang Jingga.
Mereka berpencar dan segera menyisir kota lebih dulu dari pasukan lainnya. Mereka 30 menit lebih awal. Semua Kesatria Rinvea menunggangi kuda, para Pemburu Gelap memiliki mata dan telinga yang tajam, sementara para bandit dan pembunuh terbiasa mendeteksi tempat-tempat persembunyian.
Tapi mereka tidak bisa menemukan Wander sama sekali.
Ketika para pimpinan mereka berkumpul di Taman Jill Mirrad setelah sejam pencarian yang sia-sia, mereka mulai tegang dan frustrasi.
"Kau pikir ia sudah kabur?"
"Kota ini dikepung! Bagaimana mungkin ia bisa lolos? Bukannya kalian yang lalai melewatkan sesuatu?"
"Enak aja! Kita sudah teliti mencari! Anak-anak pasti sudah menemukan sesuatu kalau memang ada!"
"Aku pikir Udina keparat itu bohong!"
"Lalu kau pikir ia bisa lolos dari api juga seperti hantu?"
"Ia mungkin bisa melakukannya! Orang rimba bisa menggunakan sihir jahat!"
"Beraninya kau hina kami! Kami hidup di rimba tapi benci sihir gelap!" Komentar lepas tadi digigit tajam oleh Kumbang Jingga yang tersinggung!
"Hei! Mereka tidak sedang bicara soal kamu!"
"Ia tidak bermaksud begitu!"
"Kamu tidak bilang kami bukan paling jahat?!" Orang Mauro itu tampak begitu marah, salah paham begitu rupa sampai bahasanya yang kasar semakin tidak jelas, demikian juga kebanggaan sesatnya sebagai sekte paling keji di perbatasan rimba Mauro.
"DIAM SEMUA KALIAN KROCO!" Arnoss membentak marah.
Tanpa suara, sumbu dalam hati semua Pengejar Mimpi lainnya menyala dalam amarah dan rasa terhina. Apa yang tadinya merupakan kelompok yang rapuh akhirnya hangus juga dibakar api kemarahan.
"Apa yang kau bilang?"
"Dasar kau anak bajingan!"
"Siapa yang sebetulnya kroco hah? Yang penjilat pantat?"
"HAHAHA! Kalian semua Penjilat Kroco! Eh… Pantat Kroco? Ia?" Kumbang Jingga tanpa dosa menunjuk ke Arnoss dengan sikap tangan sangat menghina.
Akhirnya kesabaran Arnoss padam sama sekali. Mereka semua siap membunuh satu sama lain, ketika mereka mendengar suara gemerisik dan bunyi sesuatu yang pecah hanya beberapa meter dari mereka!
Semua berpaling dan melihat Wander! Pemuda itu seperti baru bangun dari tidur nyenyak. Ia melihat dengan lamur ke arah mereka, sebelum berkedip-kedip beberapa kali lalu melakukan peregangan dengan cueknya.
Mereka semua telah mengaduk-aduk seluruh Taman ini… Tapi mereka tidak menemukannya. Bagaimana mungkin mendadak ia muncul di sana tanpa mereka semua sadari?
Rasa gentar, amarah, kagum, dan berbagai kata-kata seperti 'ilmu hitam', 'sihir', dan 'iblis' diutarakan dengan berbagai macam rapalan mengusir kejahatan dan kegelapan.
*
Dunia ini tertawa melihat kegilaan dan manusia
Kegilaan menertawakan dunia dan manusia
Manusia yang paling miris
Mereka hanya bisa menertawakan nasib
Tak mengetahui cara mengalahkan kegilaan
Dan legawa terhadap dunia