Ketika para kesatria berbaju besi biru telah undur, Jendral Gluka Nael Weber berdiri berhadap-hadapan dengan Wander di jarak setengah tombak. Sementara para prajurit menonton dan bersorak mendukung Jendral mereka.
Tidak diragukan lagi bahwa bagi Pasukan Barat, Jendral Gluka adalah orang terkuat di seluruh Kerajaan. Demikian juga, pikiran yang sama telah terpatri dalam benak pasukan Fru Gar.
"Kau tampak lelah. Perlu istirahat?" Gluka bertanya.
Wander nyengir, "Apa musuh-musuhmu memberikanmu istirahat saat kau mengalahkan 1000 orang sendirian?"
Wajah Gluka mengeras saat mendengar Wander menolak penawarannya. Hawa tenaganya mendadak berubah, dan ia tampak lebih besar dan lebih tinggi tiga kali lipat dalam pandangan Wander. Jendral setinggi dua meter itu sudah menjadi seperti raksasa.
Wander dengan cepat menganalisa lawannya dan mengambil kesimpulan bahwa lawannya memiliki tenaga fisik yang luar biasa digabungkan dengan tenaga Khici yang besar. Wander adalah tipe sebaliknya, yang lebih banyak mengandalkan tenaga dalamnya.
Mereka bergerak melingkari satu sama lain, seperti pembukaan pertarungan antar dua binatang buas. Saling mengawasi peluang dan kelemahan lawannya. Melihat Gluka tidak juga menyerang, Wander memutuskan untuk menyerang lebih dulu.
Divaya Ruwaligra : Roh Hijau Gunung Biru.
Hawa tenaganya, yang hanya bisa dilihat oleh pengguna Khici tingkat atas, menjadi api berwarna biru dan hijau, saling bercampur dan berpijar. Tingkat Tenaga inilah yang ia pakai untuk melawan Pasukan Badai dan Kesatria Batalion Banteng tadi.
Ia melaju ke depan bagaikan pegas dan mengarahkan pukulan telapak tangan tepat ke dada Gluka!
Ia selalu yakin dengan kecepatan dan kekuatannya, sehingga ia begitu senang saat telapaknya itu menghantam telak dada Gluka.
Tapi detik berikutnya, wajah Wander sudah kena hajar kepalan raksasa Gluka!
Sesaat, dunia terasa berputar kencang, bergiliran antara gelap dan terang sekali. Wander tidak tahu apa yang terjadi, yang ia rasakan cuma rasa sakit yang hampir membuatnya pingsan.
Bawahsadarnya merasakan bahaya berikutnya datang! Tangannya tanpa sadar menangkis dan menubruk sesuatu yang begitu berat dan kuat, sakit sekali! Ia berhasil mengelak serangan berikutnya secara untung-untungan, lalu ketika pandangannya kembali, ia kaget sekali melihat sebuah tinju besar baru meleset hanya satu senti dari wajahnya.
Gluka meraung dan tiba-tiba kecepatan tinjunya berlipat ganda, menghantam telak rusuk Wander.
Mengertakkan giginya menahan rasa sakit, Wander menendang dada Fluka sekuat mungkin, dua kali.
Suara pukulan yang saling mendarat menggetarkan bahkan telinga para prajurit.
Bagi kedua petarung, rasanya seperti tubuh mereka meledak sesaat setiap terkena pukul! Akan tetapi mereka bahkan tidak berhenti saling menghantam, dan menerima pukulan telak!
Tinju Gluka datang bagaikan tetesan hujan, sementara telapak tangan Wander menyambar bagaikan kilat.
Mereka berdua bagaikan gila, saling bertukar pukulan tanpa menghindar sama sekali! Pertarungan ini benar-benar membuat hati gemetar dan perut bergolak untuk dilihat, ketika setiap pukulan mendarat dengan suara memekakkan! Para penonton merasa perut mereka meliuk-liuk, hati mereka kebat-kebit setiap pukulan berkelebat, mengetahui bahwa salah satu dari mereka akan tumbang cepat atau lambat.
Ketika mereka berpikir demikian, perlahan pertarungan itu mulai berubah. Menjadi pertarungan betulan, bukan sekedar adu pukul membuta. Wander bisa menangkis empat dari lima pukulan, tapi setelah melewati 50 jurus, meskipun ia meningkatkan kecepatannya, ia malah termakan tiga dari setiap lima tinju Gluka.
Ke manapun ia pergi, seakan-akan tinju Gluka sudah menantinya di sana.
Gluka sendiri luar biasa cepat dan lincah untuk ukuran tubuhnya, dan pukulan Wander mengenainya hanya satu dari lima serangan.
Suara hempasan yang bisa membuat punggung penonton kesetrum membahana, saat tonjokan Gluka kembali menghantam rusuk Wander. Lututnya sesaat jadi lemas. Gluka lalu mengayunkan tinju berikutnya, tapi Wander bisa menghindar tipis dengan berguling ke kanan.
Para prajurit Barat begitu senang melihat Wander akhirnya bergulingan di tanah. Suara sorak mereka makin keras.
Wander mencoba berdiri, tapi lututnya gemetar dan kakinya terasa seberat batu karang. Darah mengalir dari mulut dan hidungnya. Rasa besi yang kental terasa menempel di bagian dalam mulutnya. Kepalanya sakit sekali, perutnya terasa mual, dan rusuknya bagaikan dihantam petir. Kalau ia tidak dilindungi Khici perutnya tentu sudah hancur satu kali pukul saja.
"D-dari mana ia tahu ke mana aku akan bergerak… Apa ia bisa melihat masa depan?" Wander berpikir dengan panik.
Sementara Gluka menilai lawannya dengan tenang. Ia salut dengan kecepatan dan kekuatan Wander. Dadanya diam-diam masih terasa seperti ditusuk-tusuk pisau, begitu juga perutnya. Kenyataan bahwa Wander masih bisa berdiri meski terkena pukulannya juga demikian mengagetkannya. Tinjunya itu bisa merubuhkan seekor banteng dengan sekali pukul, tapi setiap kali ia menghajar pemuda ini, tinjunya rasanya seperti mengenai sesuatu yang empuk seperti kapas. Ia bisa mendengar bunyi pukulan nan kencang, dan tapi ia merasa pukulannya tidak begitu telak mendarat. Ia seperti memukul baju yang sedang digantung, tapi ia akhirnya lega juga ketika tinju terakhirnya barusan akhirnya mendarat dengan telak, rasanya seperti petir meledak di tangannya, sampai lawannya itu terbungkuk-bungkuk.
Gluka berkeringat teringat kemampuan Wander, akan tetapi ia punya keuntungan lebih dalam pengalaman bertarung.
Dalam dunia pertarungan, betapapun kuatnya seseorang jika tidak didukung pengalaman akan sia-sia besar. Wander termasuk hijau sekali. Ketika ia melancarkan pukulan pertamanya, ia tidak pernah mengira bahwa Gluka tidak akan menghindar sama sekali sebelum bisa balas menghantamnya. Pertahanan Wander lengah sesaat karena mengira ia bisa menaklukkan musuhnya sekali pukul, sehingga balasan Gluka benar-benar melukainya.
Adu pukul demikian begitu merugikan Wander, karena secara mental ia tidak siap dan tidak punya pengalaman bertarung adu ketahanan demikian. Kemudian, ketika Wander mulai menghindar, Gluka juga bisa membaca gerak Wander yang tanpa sadar memiliki irama tersendiri. Ia bisa memukul Wander lebih banyak dari pemuda itu bisa memukulnya! Bahkan ketika Wander meningkatkan kecepatannya, akan sia-sia jika pola gerakannya bisa dibaca Gluka.
"Ia masih terlalu minim pengalaman… Aku bisa mengalahkannya. Aku cukup menghantamnya tepat di pembuluh jantungnya…"
Wander menekankan telapaknya ke dadanya dan uap panas keluar ketika ia mencoba mencairkan darah beku di dadanya. Gluka tidak memberikan waktu istirahat baginya.
Jendral itu merangsek maju! Tinjunya bagaikan bunyi longsoran karang!
"S-sial! Kalau begini… aku harus…" Tinju Wander melesat ke depan!
Dua tinju saling bertemu dengan suara derak yang mengerikan! Gigi para prajurit sampai ngilu mendengarnya, dan betapa kagetnya mereka melihat Jendral merekalah yang melangkah mundur, parasnya penuh kekagetan!
Ia merasa tinjunya barusan seakan menabrak badai es! Sampai rasanya lumpuh!
Wander menekan ke depan, sekarang kedua tinjunya mengeluarkan angin dingin nan membekukan! Ia bersalto ke udara, lalu tendangan cangkulnya mendarat di bahu Gluka dengan mantap. Gluka kaget sekali saat merasa kaki Wander terasa panas bagaikan bara api! Reaksi pukulan balasannya melambat, dan Wander menyerang lagi!
Gaya bertarung Wander berubah seketika, mengandalkan gerakan cepat, serangan panas dan dingin, juga serangan akrobat yang aneh.
Kini berganti Gluka terdesak dan dipaksa hanya bertahan atau menangkis.
Reaksinya mulai melambat tiap kali terkena efek beku atau panas dari serangan Wander!
Prajurit Fru Gar bersorak begitu girang dan Pasukan Barat hanya diam terpaku.
Tapi perlahan, Gluka mulai pulih. Lambat laun, kembali Wander yang terdesak lagi! Mereka kembali beradu pukul dengan seimbang, tapi kali ini bagaimanapun Gluka berusaha, ia tidak bisa menghantam Wander setelak ronde pertama!
Ketika pertarungan sudah berlangsung selama setengah jam, Wander mendadak melompat mundur dan hawa beku di tangannya menghilang. Matanya berkilauan saat ia mulai memahami. Ia bergumam penuh inspirasi, "Pengalaman… Ritme… itulah kenapa Master bisa mengalahkanku begitu mudah!"
Sementara, Gluka mulai berkeringat dingin. Lawannya ini pemuda yang sama sekali ia tidak kenal.
Namanya pun belum pernah ia dengar sebelumnya, apalagi gaya bertarungnya yang aneh. Lebih menakutkan lagi, pemuda ini cepat sekali belajar dan berkembang di tengah pertarungan hidup dan mati.
"Berapa lama kamu sudah belajar Rijeen, Wander anak Oward?" Jendral itu bertanya.
Kuda-kuda Wander berubah lagi. Ia menaruh rasa hormat yang dalam ke Jendral yang luar biasa kuat dan bertinju bak badai ini. Tapi Wander merasa lebih percaya diri sekarang. Masternya lebih menakutkan ketimbang Jendral ini. Jauh lebih kuat dan mengerikan.
"Sembilan tahun."
Gluka terkejut sekali. Tidak mungkin hanya 9 tahun belajar bisa menghasilkan tenaga dan kemampuan begitu rupa: tekniknya demikian terasah dan unik!
Gluka menyadari bahwa tarung harus segera mencapai ke ronde penyelesaian.
Wander merasakan Chinya telah terkuras banyak. Semakin panjang pertarungan, semakin parah luka dalamnya. Semakin ia terluka semakin reaksinya jadi lamban. Ia harus menyelesaikan pertarungan ini secepatnya. Bertarung dengan gaya bertempur Roh Hijau Gunung Biru yaitu: Tarian Api dan Es menghabiskan terlalu banyak tenaganya, tapi membuatnya mendapatkan pengalaman dan pengetahuan mengenai kesalahannya. Ia sudah berhasil menyeimbangkan situasi! Sekarang ia hanya tinggal menyelesaikan pertarungan.
Divaya Ruwaligra keempat : Sabit Petir Merah!
Tenaga dalam Wander naik lagi dan Gluka bisa melihat melalui matanya yang dialiri Khici bahwa hawa tenaga pemudanya itu sekarang berubah menjadi sabit-Sabit Petir Merah kecil yang berputar mengitari tubuhnya! Belum pernah ia melihat hawa tenaga sekuat itu seumur hidupnya.
Tubuh Gluka berderak-derak ketika ia mengumpulkan seluruh tenaganya. Wander bisa melihat hawa tenaga yang menyala-nyala milik Gluka, semakin meningkat. Jendral itu bertekad mempertaruhkan segalanya dalam ronde ini, membakar staminanya menjadi kekuatan. Dengan raungan keras, Gluka berkelebat ke depan bagaikan petir!
Wander juga menerjang ke depan dengan kedua tangannya menyatu di depan dadanya! Tapi lajunya jauh lebih lamban dari Gluka! Tinju Gluka menghantam tepat di pipi Wander! Suaranya demikian memekakkan, tapi betapa kagetnya ia saat melihat rupanya tangan kanan Wander telah menangkap tinjunya tadi tepat di depan pipinya! Tangan Wander itu seperti belut rasanya, dan tinju Gluka tergelincir ke samping, membuat tubuhnya limbung ke depan karena bobotnya sendiri.
Tinju kiri Wander menyambar ke rusuknya yang terbuka.
Jauh lebih cepat dari sangkaan semua orang, termasuk Gluka!
Tidak hanya Gluka merasakan sengatan listrik dan rasa sakit yang amat sangat dari tinju Wander, tapi juga hawa pukulannya sendiri berbalik ke dirinya sendiri bagaikan godam petir!
Mematahkan tulang-tulang rusuknya!
Keheningan merajai kepingan momen itu, ketika detik berikutnya Gluka tumbang.
*
Legenda tercipta
Saat keheningan itu pecah
Oleh gegap gempita
Banteng perkasa tiada tara
Akhirnya tumbang di tangannya