Kala kemelut memuncak
Hati manusia bergetar
Sebagian memilih kepahlawanan
Sebagian memilih lari
Sebagian memilih mengail di air keruh
Waspada!
Benteng terkuat pun dapat dihancurkan dari dalam
Sementara keluarga Oward dan Kurek berdoa bagi jiwa Kokru, seorang utusan lain datang ke kota dengan kabar luar biasa buruk. Kota Terpolt sudah jatuh ke tangan musuh!
Para penduduk Fru Gar terguncang hebat, terutama setelah mendengar juga bahwa mereka tidak akan diampuni barang satu jiwapun. Mereka mulai panik!
Jumlah tentara yang tersisa di Fru Gar tinggal sekitar 6,000 orang, ditambah yang dibiarkan Sulran kembali ke kota itu menjadi hampir 7,000 orang. Gubernur kota ini telah mengirim utusan meminta bala bantuan ke Ibukota, tapi tidak ada jawaban. Angkatan perang terdekat di Krog Naum malah lebih parah. Hanya ada 3,000 tentara di kota itu. Begitu parah kerusakan setelah pertempuran di Tensh'a Ibril hingga mereka tidak punya cadangan pasukan. Sementara gosip beredar bahwa jumlah Pasukan Barat mencapai sekitar 250.000 orang! Juga kenyataan mengerikan bahwa Pangeran Pertama juga berangkat dengan bala bantuan untuk menaklukkan sendiri kota Fru Gar dan sasaran utamanya, kota Dri Cass.
Kekacauan dan kerusuhan memicu suasana mirip menjelang kiamat. Kebakaran terjadi di berbagai bagian kota, demikian juga perkelahian antar warga. Kepanikan makin memuncak saat pengawal kota membunyikan tanda bahaya saat melihat kedatangan musuh.
Pasukan Pelopor Sulran akhirnya tiba hanya dua belas mil dari Fru Gar! Para penduduk dan tentara bersiap menangani gempuran yang akan datang, sambil mencoba menenangkan diri mereka sendiri.
Harapan mereka yang tersisa adalah tembok pertahanan dan gerbang mereka. Bahu membahu mereka memperkuat pertahanan, menumpuk ransum dan cadangan air.
Malam makin larut. Pasukan Sulran terus bertambah di cakrawala. Tapi anehnya mereka tidak bergerak juga. Mereka hanya diam dan menatap kota itu, membentuk lautan kemah yang semakin lama memanjang dan meluas. Menghadap Gerbang Barat kota Fru Gar.
*
Kaju Minun Olves sedang menunggang di samping Gurunya, mengamati kota sasaran mereka berikutnya dari jauh. Kota yang begitu menakjubkan, dengan tembok yang begitu tinggi dan tebal. Pertahanannya tanpa cela dan gerbang-gerbangnya tidak tertandingi. Kota Fru Gar bagaikan berlian tak ternilai, sebuah mahakarya desain kota dagang sekaligus pertahanan.
Kaju tahu bahwa tidak ada kota Wilayah Dalam lain di Telentium yang dibangun dengan pertahanan sampai begitu esktrim, bahkan benteng dua lapis kota Beku Yasa tidak sebanding dengan nilai dari 30 meter tinggi dinding batu kota Fru Gar.
Kota yang merupakan tempat persiapan dan Benteng pusat komando Perang melawan Suku Selatan atau lebih umum disebut Pembantaian Suku Selatan.
Kaju berbisik, "Bahkan mesin pelontar tercanggih pun tidak bisa menembusnya. Dinding itu… keterlaluan."
Sulran terkekeh, "Betul. Ini adalah benteng yang tidak bisa dihancurkan mesin-mesin perang yang ada sekarang."
"Dan berkat orang-orang bodoh yang membeberkan rencana Pangeran, sekarang seluruh orang di dalam sana sudah begitu terpojok dan pasti melawan mati-matian! Tapi betapa sayangnya perintah untuk menghancurkan kota seindah ini!" Kaju agak menyesalkan kebocoran rencana Pangeran Pertama yang ingin memusnahkan seluruh penduduk berikut Kota itu sampai rata dengan tanah.
Gluka, yang menunggang tanpa banyak bicara sedari tadi, mendadak berbicara, "Kaju! Jangan mengucapkan kata-kata yang tidak baik terhadap Junjungan kita. Beliau begitu bertekad mengakhiri semua orang yang selalu menentangnya! Hatinya lebih kokoh dari tembok-tembok di hadapan kita ini, dan ia akan membuktikannya."
Kaju selalu menghormati Gluka: saudara seperguruannya yang paling tua, paling lembut, tapi juga yang paling berani dan kuat di antara Keempat Murid. Ia segera menunduk malu, "Maafkan kata-kataku tadi, Kak Gluka."
Sulran tersenyum menggoda, "Memang sebaiknya kau hati-hati dengan kata-kaya. Tapi sebelum membicarakan apa yang akan kita perbuat dengan kota ini, kita harus menaklukkannya lebih dahulu. Ada yang mau memberikan ide?"
Kedua murid itu tahu bahwa Guru mereka ingin mendengar pendapat mereka seperti biasanya. Kaju berkata, "Aku usul kita kepung mereka, potong jalur air dan ransum mereka. Dalam waktu 4 sampai 6 bulan kujamin kota ini akan jatuh."
"Itu salah satu cara mengalahkan mereka. Tapi terlalu lama. Pangeran Junjungan kita memang tidak mengatakannya, tapi dari perkiraanku, ia mengharapkan kita menyelesaikan rintangan menyebalkan ini… katakanlah, dalam waktu kurang dari seminggu."
"Tidak sabar sekali Junjungan kita?" Kaju terperangah.
"Tapi dari sudut pandang strategis, ia benar. Jika kita mengepung Fru Gar, kita akan menyebarkan kekuatan pasukan kita terlalu tipis di garis belakang, dan saat Pangeran Ketiga mengirimkan bala bantuan kita akan terperangkap menghadapi dua front ketimbang hanya satu," Sulran mengomentari.
Gluka mengusulkan, "Kalau begitu kita lakukan dengan cara biasa. Dengan tangga dan penjebol gerbang."
Sulran menggelengkan kepalanya, "Kamu pikir berapa tentara yang kamu perlukan untuk menaklukkan tembok dan gerbang ini? Aku tahu benar tembok dan gerbang ini lebih baik dari siapapun. Akulah yang membangun mereka sampai sekuat ini bertahun-tahun yang lalu! Kamu hanya perlu 5.000 orang untuk mempertahankan tembok ini, tapi kamu perlu setidaknya 100.000 orang menyerang bergantian terus menerus untuk menembusnya! Apalagi gerbang-gerbang itu! Pintunya dilapisi baja dari Relik Bangsa Kuno: mallerik. Tebal lempengnya tujuh belas inci dan aku ingat kita perlu 80.000 pekerja dan budak untuk memasangnya bahkan di satu Gerbang saja. Penohok dan Penjebol Gerbang tidak akan bisa membuatnya bahkan lecet."
"Kalau begitu… Apa yang harus kita lakukan, Guru?"
"Kita gunakan apa yang kita punya. Ingat baik-baik kata-kataku ini, Gluka, Kaju. Ahli strategi yang baik itu selalu bisa mengambil hal yang terbaik dari segala situasi, bahkan yang terburuk sekalipun. Jika kita tidak bisa menaklukkannya dari luar, kita serang dari dalam. Karena itulah sebabnya aku melepaskan semua prajurit tawanan kita meskipun kita sudah susah payah menangkap mereka."
"Aku pikir kau melepaskan mereka hanya karena takut mereka memberontak setelah mendengar rencana Pangeran, Master?"
"Ya. Itu juga. Siapapun yang mendengar bahwa keluarga dan kota mereka akan dibantai habis tanpa kecuali pasti akan melawan, Gluka. Tapi pemberontak paling tegar sekalipun tetap manusia. Mereka punya hati. Yang hitam, yang gelap, yang murni, dan yang lemah. Jika kau memperhatikan dengan jeli, kau bisa menggunakan mereka."
Sulran menengok ke Gerbang Barat di kejauhan, lalu ke kedua muridnya. Kaju sekarang tersenyum, sementara Gluka tampak bingung. Kaju berkata, sementara pikirannya melaju mencoba melihat apa yang Gurunya telah rencanakan, "Aku mengerti sekarang Guru! Jangan kepung kota ini segera! Tunggu dan lihat saja, dan kita akan bisa membasmi mereka lebih mudah sekarang! Beri mereka jalan keluar."
Wajah Sulran menjadi cerah mendengar tebakan tepat murid favoritnya itu.
"Tiga burung sekali panah. Fru Gar akan jatuh ke tangan kita, utuh. Penduduknya akan lari keluar, tanpa perlindungan, mudah sekali diberangus. Tiga, pasukan kita memperoleh waktu beristirahat. Begitu segar, Gurun Pasir akan dapat kita seberangi."