Ia sesungguhnya tidak percaya pada siapa pun saat itu. Tidak bahkan tokoh mimpi di hadapannya, sekalipun itu adalah guru dari Ibundanya. Pikirannya bagaikan hewan liar yang terpojok, pikirannya segelap dan semerah langit di luar, dengan dentuman petir-petirnya.
Kedua jari telunjuknya ia tautkan, gemetaran, ia mencoba melakukan petunjuk Anbelle. Ia membayangkan mati-matian sebuah cahaya pelangi yang selalu telah ada dalam tubuhnya, yang menyemburat membalut tubuhnya, lalu perlahan-lahan ia giring ke telunjuknya, hingga membuhul, membantuk gumpalan kecil, yang jika ia rentangkan, ya ia berhasil merentangkannya hingga terlihat benang ibarat hasil tarikan dari gumpalan keju kental…
Lalu putus. Ia meraung lagi penuh frustrasi!