Dunia bagaikan runtuh berkeping-keping, berguncang dari pucuk langit hingga ke dasar bumi. Gelap sepenuhnya bagaikan abadi.
Kelam lagi hitam.
Mati pula hampa.
Lalu dalam sekejap, ia telah berada beberapa tombak saja dari tubuh yang tengkurap itu, yang dikelilingi prajurit-prajurit yang berlutut di sampingnya. Empat orang prajurit, delapan ekor kuda.
Ia tersengal-sengal, menyadari bahwa ia harus bertarung. Menembus menerjang mereka.
Haruskah ia membunuh lagi?
Membunuh? Kau telah bersumpah!
Wander! Pembunuh! Kau membunuhnya!
Ia tanpa sadar berhenti. Air matanya bercucuran. Ia ingin mati. Ia ingin hancur jadi debu saat itu juga. Ia tanpa arti. Tanpa asa. Begitu bodohnya.
Gemuruh tawa meledak membahana. Menggaung udara gurun yang mulai memanas.
"Kau kalah taruhan Damian."
"Tidak! Aku tidak!"
"Shh… Jadi dua tambang emasmu jadi milikku bukan?"
"Keparat jahanam! Hentikan dulu darahnya baru kalian berdebat!"