Chereads / Isalaka Tours / Chapter 3 - 3. Sambutan Meriah, Amelia Dan Tarian

Chapter 3 - 3. Sambutan Meriah, Amelia Dan Tarian

"OOORAH, jangan pikir kalian dapat keluar dari sini begitu saja!"

Seru seorang kesatria Jackal sambil mengayunkan kapak kembarnya yang turut disambut oleh perisai emas seorang jawara dari pihak Orc.

Sang jawara Orc membalas serang dengan senjata tumpul berbentuk bola duri disambung rantai. "Demi dewa matahari, anjing gurun seperti kalian tidak pantas hidup sebagai kesatria".

Kaki sang kesatria bangsa Jackalhun yang ramping memudahkan foot work untuk menghindar.

"Seperti kau dan leluhurmu tidak pernah merampok saja keparat!"

"TRANG!"

.

.

Ada sekitar 300 kesatria Jackalhun dan 240 kesatria Orc berjibaku dalam pertempuran ini. Semua bermula dari perebutan oase Ashiri yang menyimpan kekuatan penyembuh, satu dari sekian anomali yang tersebar di seluruh penjuru Etherim.

Berlokasi di bagian selatan kerajaan Falfarsi yang besar, gurun Shanda

Di balik bukit, di antara reruntuhan peradaban

Matahari bergetar di atas permukaan mata airnya

Ashiri adalah bagian dari kultus para penghuni gurun

Sebuah kesucian yang tidak lagi dapat dibagi

Dulu seorang biksu dan pengikutnya merawat tempat ini, namun sejak pertempuran di batas wilayah bergejolak 14 tahun silam, suku Jackalhun beriring mengungsi dan membuat pemukiman di sekitar bukit yang tidak jauh dari oase.

Kini berkat melemahnya Falfarsi akibat perang berkepanjangan, sampai suku Orc kulit abu yang berasal dari timur kerajaan-pun melakukan ekspedisi untuk menguasai wilayah ini.

Hal ini lumrah terjadi diantara para barbarian dan biasanya pihak kerajaan hanya memantau, bagi mereka, siapapun yang menang atas wilayah keras seperti itu, mereka akan memberi selamat dan menitipkannya.

Seorang pahlawan dari suku Jackal bernama Hiarhu melihat ke arah bukit, sekitar 100 pasukan Falfarsi mengawasi.

"Para manusia itu, masih saja berada di sana." Hiarhu yang memiliki postur dua kali lebih besar dari Jackalhun biasanya tidak dapat mengabaikan pasukan Falfarsi begitu saja. Sambil bertarung dia menggerutu melampiaskannya pada pasukan Orc berpangkat rendah. Armor mereka tidak mampu menahan kekuatan ayunan kapak panjang Hiarhu yang berjuluk Marauder.

"Komandan, sepertinya pertempuran akan segera selesai." Lapor seorang pengintai di pasukan Falfarsi.

Komandan tua ini bernama Yordan, dengan jubah berwarna putih dan setelan armor ringan pengendara kuda menerima teleskopnya, pasir yang semula pekat karena pergerakan kini berangsur berkurang dan ia dapat menyaksikan dengan jelas pihak mana yang telah meraih kemenangan.

Pasukan ini berjumlah 20 orang, seluruhnya menggunakan kuda namun mereka tinggalkan di sisi lain bawah bukit agar terlalu tidak mencolok bagi mereka tengah konflik di bawahnya.

Siapa yang duga di ujung teleskopnya, komandan Yordan menemukan sesuatu yang tidak pernah dia duga sebelumnya.

Seorang anak manusia berbaju merah tengah berlari ke sana ke mari dengan pola yang acak. "Bagaimana bisa.." pikir komandan Yordan.

.

.

Apa yang dilihat pasukan Falfarsi adalah satu dari ketiga gadis yang dibawa oleh Isalaka, Mila. Dia yang beberapa menit lalu berdiri kebingungan, berusaha setengah mati menghindari baku hantam.

"Waah gila, apa ini.. yang bener aja hari pertama udah di tengah perang. Waak, kepala anjing terbang!? Anjir bau bangett papaaa tolong!!" Teriaknya dalam hati.

Dalam wajahnya jelas terukir rasa takut, giginya rapat seolah tak bisa lepas dan lubang hidungnya berkali-kali kembang kempis setiap melihat korban berjatuhan.

Seorang kesatria Orc setinggi tiga meter tewas terjuntai tepat menimpa Mila.

"Emal.. Emil.. AMEEELL, HUAAA!!" Punggungnya tertindih.

.

Ini lebih buruk dari saat ospek ekskul, setidaknya setan di sana masih manusia tapi di sini dia bisa saja kehilangan nyawanya. Mila masih tidak tahu apa yang harus dia lakukan.

Dari pertempuran dengan skala ratusan, kini tinggal tersisa setengahnya dari jumlah awal. Kedua pihak masih terlihat penuh semangat, seperti yang bisa kita duga dari ras non manusia.

Hiarhu yang mencetak skor paling banyak, melihat Mila. Anak itu mencoba keluar dari jasad orc setinggi tiga meter dengan berat lumayan termasuk armor dada dan pundak. Rasa penasaran membuatnya bergegas mendekat.

Tidak ada lagi rasa penasaran akan bagaimana Mila bisa di tempat ini. Bagi Hiarhu, seorang anak manusia yang masih hidup setelah ditimpa beban seberat itu sudah termasuk hal luar biasa.

Dua prajurit Orc memburu Hiarhu dengan tombak, pandangan pahlawan Jackalhun teralih kembali pada pertempuran.

"Bukankah itu pakaian khas Isalaka.." Hiarhu menyadarinya setelah mendekat.

.

"MILAAA!!" Sebuah suara bergema, tidak salah lagi memanggil nama. Meski yang bersangkutan bingung itu suara siapa sebenarnya.

Bukan dari kanan maupun kiri, melainkan arah atas.

Seekor gorila jatuh dari langit.

.

Hal ini menimbulkan kegaduhan, faktanya beberapa saat yang lalu di sisi lain pertempuran telah muncul kejadian serupa dengan laporan yang absurd mengenai munculnya monster entah darimana.

"Mel.. Anjir ini eluu mel?"

Gorila itu memangku Mila dan menoleh penuh rasa yakin.

"KENAPA GORILAAA JIIIR!!? Mila mengekspresikan rasa kagetnya.

"Ho ho ho, gorila strong my dear." Amelia dalam wujud gorila coklat tiga meter memberi sahabatnya sebuah wink. Mila kehilangan selera.

Keduanya berusaha keluar dari pertempuran yang tidak jelas bagi mereka.

Menyentuh tubuh Amel, Mila merasakan sensasi rupanya bulu gorila dapat sehangat dan selembut ini. Pikirannya jauh lebih rileks, kedua matanya terpejam dan kepalanya menempel lebih nyaman di bahu Amel.

Hiarhu menyaksikan pasangan gorila-manusia ini pergi dari posisinya.

.

"Eh, Tunggu!?" Mila menyadari sesuatu.

.

"Kenapa Mil?"

"Gak, itu gue baru inget aja kalo kita dikasih kekuatan gitu kan! Gue pasti bisa berubah jadi macan!" Seru Mila keras di telinga gorila.

"Ho ho hoo" Gorila itu tertawa sekali lagi, lama-lama terdengar menyebalkan seperti om-om mesum. Amel kemudian berhenti di luar pertempuran dan menurunkan Mila dari pangkuannya.

"Menurut lu di sini siapa yang jahat Mil?" tanya Amel.

Ditanya seperti itu, Mila mengambil sebuah 'hmmm' yang panjang, lalu menjawabnya.

"Yang abu itu jelas banget orc kan, tapi pake armor set mewah begitu gerakannya juga rapi kayaknya beda sama orc tv-tropes. Satunya lagi manusia anjing yang kayak bandit gurun, tapi dari tadi gue sempet liat ada betina sama anak-anak, asumsi gue yang anjing ini yang lagi diserang mati-matian."

"Gue gak tau sih sejarah perangnya kayak gimana, tapi gue sebel kalo liat konflik sampe bawa-bawa keluarga."

Mia Amelia dalam sosok gorila coklat mengangguk paham selayaknya dalam sebuah rapat, anggota dewan yang sebenarnya gak begitu paham apa intisarinya.

"Tunggu sini Mil, gue kasi liat skill gue nih." Amel percaya diri.

.

.

Dari posisi pasukan komandan Yordan sebetulnya dapat dilihat, sejak keributan gorila jatuh dari langit mata seluruh pasukan tertuju pada Amelia. Dan kini mereka akan menyaksikan sesuatu yang lebih brutal dan tidak dapat mereka lupakan.

.

.

.

Gorila Amelia bergegas, dengan tubuhnya yang besar, goncangan dapat terasa beberapa puluh meter ke depan.

Setelah enam detik, gorila ini menghilang, tidak ada yang dapat melihatnya.

Berlari sangat cepat, menembus debu gurun pasir,

tampak seekor leopard menerjang

dan "WOOOSH!"

gorila muncul kembali, mengayunkan kedua lengannya yang besar

berputar seperti 360 derajat. Seperti menari!

Semua yang kena hantaman, tanpa terkecuali Jackalhun maupun Orc, terlempar sangat jauh. Mila berteriak "Anjaaaaaaaaay Siaaa!!"

Kondisi menjadi hening.

Tidak sama seperti sebelumnya, kali ini semua mata dari para prajurit yang tersisa memandang sang gorila besar.

"BUMP!"

"BUMP!"

Digetarkannya tanah dengan dua hantaman tangan, disambung oleh pukulan keperkasaan di dada. Gorila ini berteriak keras memecah keheningan.

"GROAAAAAAA"

Tiada satupun orang yang tidak bergetar mendengarnya.

seorang anak Jackalhun secara naluri berlindung dibalik ras sejenis,

dua kesatria yang saling bertempur-pun, berdiri berdampingan

tidak terkecuali Hiarhu yang saat itu tengah berduel dengan jawara Orc.

.

.

Dengan suara lantang, gorila ini bersabda.

"Dengar kalian wahai bangsa yang berdiri di atas kekacauan. Kalian telah merusak kesucian, kalian telah membuat kami marah."

"Lihatlah keluarga serta kawan yang telah menghitam bersama tanah karena darah."

"Jika kalian tetap melanjutkan, bersiaplah menanggung akibatnya."

"GROAAAA!!!"

.

.

.

"Oh, yes.. udah lama gue pengen bilang begini." Amel dalam hati.

"Sekarang tinggal kita bubarin tawurannya."

Dalam tubuh gorila-nya Amel lanjut menyerang, tanpa jeda, dia berusaha memisahkan. Beberapa kesatria mengumpulkan tenaga untuk melawan, Jackal dan Orc siapapun itu.

Kekuatannya tak tertandingi.

Ada yang teriak sihir, ada pula yang menyebut bahwa penguasa Ashiri telah menunjukkan wujudnya dan marah.

Semua mulai mundur sampai benar terbagi dua.

Terompet dari bangsa Orc memutuskan untuk mundur, diikuti juga lolongan panjang Jackalhun dengan maksud serupa.

.

.

Rupanya

Menjelang sore hari, konflik di bukit Ashiri selesai.

Dengan gencatan senjata, apa yang terjadi hari ini akan menjadi awal dari sebuah rantai perjalanan yang akan diingat oleh seluruh penjuru Etherim.

.

Di atas bukit, seorang ajudan pasukan Falfarsi-pun mengusulkan untuk mundur, mereka takut dikutuk. Namun komandan Yordan tampak penasaran, dia mencari kuda putihnya.

.

"Ajudan, dimana kuda milikku?"

.

.

Si Ajudan-pun bingung, tidak, rupanya seluruh kuda menghilang dari tempatnya.

Apakah ini karena kemunculan monster sebelumnya.. pikir mereka.

Agak ke sebelah kiri di bawah bukit, mereka menemukan kuda mereka.

Sebelum pergi, komandan Yordan melihat kembali ke arah Mila. "Kuharap kita dapat bertemu lagi suatu saat nanti." pikirnya dalam hati.

.

.

.

Mila menyambut Amel dengan senang, di hadapannya Amel berubah menjadi manusia.

"Wiih, keren lu Mel, shapeshifter yak!!"

Amel menyengir kuda. "Gue gatau Mil, ga ada keterangan apa soal class-nya, tapi boleh juga kayaknya kita sebut gitu."

Mia Amelia yang semula berkaca mata tampak berbeda karena tidak membutuhkannya, belum lagi matanya yang merah sangat mencolok.

Rambutnya yang hitam panjang diikat cepol, dan dari kedua pipi sampai ke leher tergambar tato tribal.

Pakaiannya lebih simple dari Mila, sekarang keduanya menyadari, dibanding dirinya penampilan Mila lebih keren.

"Lu belum tes punya lu kayak gimana Mil? Baju lu keren jir, banyak ornamen emasnya."

Mila mengayunkan tangan di depan wajahnya, "gak nih, gue terlalu bingung, tapi gue rasa badan emang lebih kuat dari biasanya."

"Kalo lu bisa berubah jadi hewan, dari penampilan kayaknya gue macem pendekar silat. ha ha ha Gue cuman belajar taekwondo padahal, itu juga masih sabuk kuning waktu SD."

"Santai, masih hari pertama, lu mungkin ga berbakat kayak gue, tapi nanti lu pasti bisa."

"Belagu lu Mel, king kong!"

"HA HA HAA" keduanya tertawa

menikmati waktu dan berbagi cerita tentang pertempuran barusan.

.

"Hei, gadis-gadis!"

Seorang pengendara kuda, perempuan, berambut putih dan berkulit merah, menghampiri.

Mila dan Amel tampak bingung, lalu si perempuan itu menguraikan ikat rambutnya.

"Lah, Astrid!!" Amel menebaknya.

Astrid mengangguk, dia membentuk simbol peace. Lalu menunjuk ke belakang dengan jempolnya, "Naiklah, ada dua kuda lainnya."

Mila melihat ada sepasang kuda lainnya yang mengikuti, terlihat bukan seperti kuda sembarangan.

"Eh, tapi gue ga pernah naik kuda nih." bilang Amel.

"Tenang buk, seratus persen jinak. Saya jadi semacam tamer di sini, bagian dari hunter." Astrid menjelaskan.

.

Setelah kedua gadis menaiki kudanya, Astrid mengatakan sesuatu.

"Sepertinya untuk saat ini kita pergi ke arah matahari terbenam. Kemungkinan pasti ada aja desa atau kota karena manusia sejak dulu punya naluri untuk mengikuti benda langit."

"Oiya, ngomong-ngomong, panggil Asih aja, dari Kinasih. Kalian juga sebaiknya pikirin nick name yang pas sama karakteristik skill kalian di sini."

"Wah bener, kayaknya boleh juga tuh. Biar berasa." Balas Amel.

"Buat Amel Nyi Kong aja." goda Mila.

"Ih kok gitu Mil, gue kan ga cuman jadi gorila aja.."

.

Ketiga gadis ini tertawa, saat itu mereka masih dalam keyakinan bahwa perjalanan pasti akan menyenangkan.

.

.

.

"Ast.. ah, hei Kinasih.. Ini kuda dari mana si?" Mila penasaran.

Asih tersenyum, "Naaah, dimana yaaa."

.

.

.