"hai kompyang kita mau kemana sebenarnya udah laper nih..?!"
"Udah jangan berisik dokter Marmer sebentar lagi juga sampai tuh lihat di depan..?", Delia menunjuk ke salah satu bangunan yang sudah terlihat tua.
Tampak di dalam garasi rumah itu meja prasmanan yang ditata rapi. Berbagai macam menu masankan khas sunda tersaji di atasnya. Aroma harum semerbak memggelitik perut Martin yang sejak tadi sudah berteriak minta asupan gizi.
Hal yang sama pun terlihat jelas pada Delia yang tanpa basa-basi langsung membuka setiap tutup makanan. Ia tak menyadari aksinya disorot beberapa pasang mata di sana. Mereka terlihat bingung dengan tingkah Delia. Menyadari hal itu Martin menarik-narik ujung blazer Delia dengan maksud agar Delia menghentikan aksinya.
Namun, Delia tak menghiraukannya, karena memang restoran itu mempersilahkan para pelanggannya untuk mengambil sendiri makanan yang diinginkannya, begitu pikirnya. Setidaknya itulah yang dia ingat setelah beberapa kali makan siang di restoran tersebut.
"Kang..! ini kok menunya berbeda dengan yang biasanya dipajang..?!", ucap Delia kesalah satu pria yang sejak tadi menatapnya dengan tatapan bingung.
"Maaf..teh, acara pengajiannya sebentar lagi dimulai..", ucap pria itu sopan.
"Ooh..begitu", ucap Delia sambil membalikkan badan. Tanpa menengok lagi ke belakang Delia langsung menarik tangan Martin menuju keluar restoran itu.
"Bhahaha...maaf neng sedang pengajian..haha..!", Martin tertawa terpingkal-pingkal melihat tingkah Delia sambil menirukan suara pria tadi.
Betapa malunya Delia, menyadari kekonyolannya.
Mengapa pemilik restoran itu tidak membuat pengumuman jika restorannya hari ini tidak beroperasi. Pantasan.. orang-orang itu melihatku seperti orang aneh, sial..!, Delia menggerutu.
Sementara itu, Martin begitu menikmati momen itu. Ia merasakan sakit dibagian perutnya karena tak bisa berhenti tertawa melihat muka Delia yang memerah karena malu. Tentu saja, sikapnya itu membuat Delia semakin kesal.
"Dr. Marmer! menyebalkan..!", pekik Delia sambil memukul tangan Martin.
"Iya..ampun..ampun..! maaf aku tak tahan, kamu lucu..hihi..ayo kita cari tempat lain.."
"Ogah..ah! udah ilang rasa laparku..nih gara-gara restoran bodoh itu..", umpat Delia.
"Lo kok malah ngambek? harusnya tadi kamu tanya dulu bukannya main nyelonong aja masuk terus buka-buka makanan tanpa bertanya dulu.."
"Iya siapa suruh tuh restoran gak ngasih tahu kalau tutup.. coba kasih pengumuman di luar, mungkin aku tidak akan mengalami kejadian memalukan ini..", Delia cemberut wajahnya ditekuk.
"Ya..udah, lupakan saja..anggap saja ini hari apesmu hihi..yuk ! cari tempat makan lain dah mau habis nih jam makan siang nanti ditraktir deh..", ucap Martin.
"Beneran?! ayo..kalau gitu berangkat!", seketika wajah murung Delia berubah menjadi sumringah. Begitu cepat ia melupakan kejadian tadi. Itulah, kelebihan yang Delia. Keceriaannya itu pula yang membuat Delia selalu berada dalam pikiran Martin.
Hari demi hari yang dijalani mereka berdua terasa ranum. Seperti menikmati buah segar yang baru saja dipanen. Selalu ada saja candaan, keceriaan sebagai obat rasa lelah. Membuat hubungan mereka pun semakin dekat. Sesaat membuat Delia lupa akan masalah yang dihadapi saat ini.
Mas Danang akan pulang dari Malaysia besok...