Chereads / Celestial Scandal / Chapter 5 - Seseorang Jatuh

Chapter 5 - Seseorang Jatuh

"Ya, mereka terlalu imut. Aku tidak bisa marah," ucap Dewi yang sepertinya tidak melihat sarkasme dalam komentar Kresna.

Itu bukan terakhir kalinya anak-anak kucing itu membuat kekacauan karena entah mengapa sejak saat itu mereka menjadi semakin liar dan mulai menghancurkan piring, gelas, hingga mengacaukan sofa.

Sore itu, Kresna sedang menyesap teh sambil menatap Dewi yang sedang bermain dengan salah satu kucingnya. Itu pemandangan yang menyenangkan mata hingga tiba-tiba kucing itu mencoba melepaskan dirinya dari pelukan Dewi dan secara tidak sengaja menjatuhkan cangkir teh Dewi.

Kresna melihat cangkir yang pecah di lantai dan merasa bahwa kesabarannya sudah habis. "Buang mereka!" perintah Kresna dengan nada rendah.

Dewi menggeleng. "Bagaimana bisa? Itu terlalu jahat! Oke, aku tahu kamu iblis tapi bagaimana mungkin kamu menjadi begitu kejam?! Lihat, apakah kamu tidak melihat betapa imutnya mereka? Tidakkah kamu merasa berdosa?"

Kresna memijat kepalanya yang terasa pusing. "Lalu apa? Mereka terus mengganggumu di sini! Lihat, makhluk berbulu itu bahkan baru saja menghancurkan cangkir kesayanganmu!" ucap Kresna sambil menunjuk kucing yang asyik menjilat bulunya.

Dewi menundukkan kepalanya, tidak mengatakan apapun. "Tapi..."

"Kalau kamu tidak mau membuangnya, biarkan mereka tinggal di rumahku," ucap Kresna tiba-tiba. "Bagaimana?"

"Huh?" Dewi merasa bahwa pendengarannya sepertinya bermasalah atau mungkin dia sedang bermimpi.

"Rumahku hanya berisi buku-buku," ucap Kresna. "Mereka tidak akan bisa menghancurkannya."

Dewi berkedip. "Sungguh?"

Kresna hanya mendengus. "Apa aku pernah berbohong padamu?"

***

"Uh, benarkah?" Dewi terlihat ragu.

Kresna membeku. Dia baru teringat bahwa dalam ingatan Dewi, mereka baru berkenalan di tahun 1925.

"U... uh... apa kamu lupa? Terkadang aku berkunjung ke tokomu sebelum kita saling mengenal..." Kresna berusaha membuat alasan. "Uh... kamu tahu..."

Dewi tersenyum nakal. "Oh, apa kamu memperhatikanku? Apa kamu diam-diam menyukaiku?"

Meskipun itu tidak benar, entah mengapa, Kresna merasa bahwa dia sedang tertangkap basah.

"Oh! Lihat, telingamu memerah!" Dewi tertawa. "Apakah aku benar?"

Kresna menutupi wajahnya dengan salah satu tangan. "Omong kosong!"

Dewi tertawa semakin kencang tapi tidak mengatakan apapun lagi.

Kresna melihat ini dan diam-diam menyentuh kedua telinganya yang memanas.

Di saat-saat seperti itu ponsel Kresna bergetar, tanda ada panggilan masuk. Dia melirik Dewi yang masih tertawa lalu menolak panggilan teleponnya. Sayangnya, ponselnya masih terus bergetar dan Kresna memutuskan untuk mengabaikannya.

Tiba-tiba Kresna merasakan seseorang menepuk bahunya dari belakang. Dia dengan sigap berbalik, hanya untuk menemukan seorang pria androgini yang sedang cemberut padanya.

"El?"

"Kenapa kamu mengabaikanku?!" Azazel berkata dengan kesal.

Kresna tidak menjawab dan hanya melirik Dewi yang berhenti tertawa sejak menyadari kehadiran Azazel.

"Oh, hai, Dewi!" Azazel melambai pada Dewi dengan ringan.

"Uh, hai," balas Dewi yang terlihat kebingungan.

Kresna memberi Azazel tatapan peringatan, membuat Azazel merasa bahwa dia berbuat kesalahan. Uh, tapi apa? Dia hanya mencoba bersikap ramah, oke?

"Kenapa kamu ada di sini?" Kresna bertanya dengan enggan.

"Apa kamu lupa? Ini pertemuan rutin 'kita'. Kamu sudah melewatkannya selama lebih dari seribu tahun."

"Jadi apa? Aku akan melewatkannya selama seribu tahun lagi." Kresna mendengus kasar.

"Hei, kali ini berbeda," ucap Azazel sambil memberi Kresna tatapan misterius. "Seseorang jatuh."

Tubuh Kresna membeku. Dia segera menatap Azazel dengan tatapan serius. "Kamu tidak boleh becanda denganku."

"Aku serius." Azazel menyahut. "Apa aku terlihat seperti sedang becanda?!"

Kresna menganggguk.

Azazel kehilangan kata-kata saat melihat ini.

Kresna bertatapan dengan Azazel untuk waktu yang lama sebelum dia mengalihkan pandangannya ke Dewi yang menatapnya dengan rasa ingin tahu.

"Dewi, aku tidak bisa menemanimu hari ini," ucap Kresna dengan diwarnai sedikit penyesalan. "Bagaimana kalau aku mengantarmu kembali terlebih dahulu?"

***

Kresna menatap lorong yang hanya diterangi dengan cahaya lilin. Di dindingnya, terdapat lukisan-lukisan kuno dan ada juga patung di sisi kanan dan kirinya. Barang-barang itu terlihat murahan dan tidak menyenangkan mata sedikit pun. Apalagi semua itu kotor dan tidak terawat hingga beberapa diantaranya ada yang diselimuti debu yang cukup tebal dan ada pula berlumut. Untuk beberapa alasan, dia menatap lebih lama ke salah satu patung manusia dengan sayap yang patah.

"Hei, tunggu aku! Berjalanlah sedikit lebih lambat!" Azazel berteriak sambil mengejar Kresna yang di matanya berjalan terlalu cepat.

Kresna menghentikan langkahnya dan berbalik hanya untuk melihat Azazel yang mengejarnya dengan napas tersendat-sendat.

"Lemah."

Azazel cemberut. "Hei!"

"Dimana orang yang jatuh itu?" tanya Kresna sambil melangkah lagi.

"Aku tidak tahu."

Kresna berhenti. Dia berbalik dan menatap Azazel dengan sorot mata sedingin es. Seakan-akan takut dengan aura membunuh yang dipancarkan Kresna, lilin-lilin di sepanjang koridor padam.

Azazel langsung bisa merasakan suhu ruangan jatuh ke titik terendah. Dia menoleh ke Kresna dan menemukan pria itu berjalan mendekatinya dengan pedang es sebening kaca yang entah sejak kapan sudah ada dalam genggamannya.

"Hei... hei... kita teman, kamu ingat? Jangan selalu menyelesaikan masalah dengan kekerasan, itu tidak baik..." Azazel gugup. Dia tahu dia telah berbuat kesalahan tapi sudah terlambat untuk menyesal.

Kresna memainkan pedang di tangannya. "Apa kamu tahu bagaimana pedang ini dibuat?" tanyanya tanpa mengalihkan pandangan. "Pedang ini terbuat dari air suci murni yang digabungkan dengan inti kristal jiwaku."

Azazel menatap Kresna dengan tatapan horor.

"Heheheh, kamu tidak perlu takut. Pedang ini tidak akan membunuhmu."

Kresna tersenyum tapi senyum itu membuat bulu kuduk Azazel merinding.

"Pedang ini hanya akan membekukanmu sampai mati," lanjutnya dengan suara rendah.

"Hei, Kresna, berhenti! Kamu menakutiku!" Azazel berteriak histeris saat melihat Kresna mengayunkan pedang di dekat lehernya.

"Aku... aku tidak tahu dimana gadis itu... tapi... mereka mengatakan bahwa dia akan menghadiri pertemuan ini,"ucap Azazel dengan terburu-buru. "Percayalah padaku!"

"Seorang gadis?" Kresna fokus pada poin yang berbeda dari yang dimaksud Azazel tapi Azazel tidak terlalu peduli untuk sekarang.

"Ya, ya, seorang gadis."

Pedang di tangan Kresna menghilang secara perlahan. Kresna berbalik dan pergi meninggalkan Azazel yang masih terpaku di tempatnya semula.

Azazel menghela napas lega saat melihat ini. Kakinya terasa seperti menjadi jeli saat melihat pedang itu hampir memotong lehernya. Astaga, dia pikir dia benar-benar akan mati hari ini.

Pedang es itu juga alasan kenapa tidak ada seorang pun yang berani menegur Kresna secara terang-terangan meskipun dia terus bersikap seenaknya. Itu karena sejak awal pedang itu dibuat khusus untuk melawan orang orang dari neraka saat peperangan. Meskipun Kresna sudah jatuh, dia masih menjadi pemilik dari pedang itu karena dia sudah bersatu dengannya sejak dia dilahirkan.