Chapter 110 - Jatuh pada Pesona Max (5)

Max mendengus meremehkan dan menegakkan tubuh, memandang Milena bagaikan potongan pie yang mampu ditelannya sekali gigit. Selama beberapa detik, ia terdiam mematung, lalu dengan sikap pongah ia berjalan pelan menjauh.

Merasa sedih dan marah di saat yang sama, Milena melontarkan pertanyaan, suara nyaris berbisik dan memekik tertahan yang membuat Max membeku di tempatnya.

"Kenapa kau begitu membenci hubungan kami berdua?"

Hening.

Mereka berdua bisa mendengar perdebatan tak jelas David dan dokter Chris di luar—tampaknya itu akan menjadi topik yang panjang dan melelahkan. Nada suara mereka silih berganti naik turun seiring waktu berlalu.

Milena tak tahu bagaimana reaksi Max, ia tengah memunggunginya, tapi satu hal yang jelas, lelaki itu tampak puas dengan kemenangan kecilnya. Ingin rasanya ia melempar kue es krim yang dibawanya tadi.

Perempuan cantik itu memicingkan mata, waspada jika lelaki itu tiba-tiba berbalik dan mencekek lehernya untuk kedua kalinya. Namun, semua itu pupus dengan sikap ganjil Max. Ia hanya menelengkan kepala ke arah pintu, detik berikutnya ia menoleh ke kanan, mendelik ke arah Milena yang ada di belakang. "Bodoh." jawabnya dengan nada mencemooh.

"Kau!" Kedua tangan Milena meremas kuat selimutnya, gigi terkatup rapat.

Max menegakkan kepalanya lagi, berjalan keluar ruangan. Raut wajahnya terlihat mengeras, matanya berkilat penuh kebencian, bibirnya mengejang, kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku.

Hati Milena mencelos seketika saat sosok Max menghilang. Bukan karena ia merindukan sensasi aneh bersama pria itu, tapi karena kini ia mendengar Max menyapa David dengan suara riang, tidak begitu jelas, tapi cukup tahu bahwa Max mulai lagi dengan sandiwara munafiknya.

Max mempermainkan David, juga mempermainkannya. Sangat keterlaluan! Matanya menatap kue es krim di depannya dengan penuh kebencian. Tak seharusnya ia memuji kue sialan itu! Pria brengsek aneh itu sudah mencuri ciuman pertamanya! Memikirkan itu membuatnya merasa bersalah pada David. Walau mereka tak punya hubungan apa-apa, tapi Milena berharap agar David menjadi pria yang pertama menciumnya.

Wajah Milena berubah merah, tak bisa membedakan apakah yang ia rasakan saat ini adalah amarah atau rasa malu? Satu hal yang ia yakini, ada rasa bersalah bersarang di dalam hatinya. Tangannya hendak melempar piring yang berisi kue es krim, seketika itu juga ia menahan diri. David bisa bertanya macam-macam dan sungguh sulit menghadapi keadaan itu dengan suasana hati yang penuh gejolak. Beruntung jika ia bisa berbohong mengenai kerinduannya akan dunia peri, tapi bagaimana kalau ia keceplosan? Menangis meraung-raung dan mengumpat menyebut-nyebut nama Max? Mengakui kalau Max menciumnya untuk pertama kalinya seumur hidup? Ia ngeri membayangkan reaksi David, bulu kuduknya meremang. Apa yang akan terjadi? Apakah David akan mempercayainya? Atau seperti status klaim perinya, hanya dianggap lelucon di matanya? Mulutnya terasa kering, tapi sentuhan bibir Max masih terasa. Ia menyeka bibirnya dengan punggung tangan, air matanya menetes perlahan.

"Ini lebih buruk dari teka-teki menjadi manusia..." suaranya bergetar, Milena memejamkan mata kuat-kuat, menghela napas dan berusaha menguatkan diri.