Sekuat tenaga, ia melawan dorongan aneh yang ada dalam dirinya, kembali berontak, tapi gagal.
Sebagai gantinya, Max kembali menciumnya, kali ini dengan lembut penuh tekanan. Cara Max menciumnya membuatnya melayang-layang, pikirannya kosong dan ia pun tanpa sadar membalas ciuman Max. Dadanya berdebar dan tangannya gemetar, bukan karena takut, tapi karena begitu bersemangat, begitu terbakar oleh nafsunya...
Max ibarat buah terlarang untuk dimakan. Penuh godaan yang melambai-lambai.
Apa sebenarnya lelaki itu?
Kenapa ia begitu memikat dengan cara yang aneh?
Milena seperti terhipnotis ke lembah penuh kebahagiaan yang memabukkan. Lembah yang membuat siapa pun tak ingin keluar selamanya. Berpusing indah dan menggetarkan gelora jiwanya. Melayang jauh ke langit tanpa batas, seperti dopamin yang membuat siapapun kecanduan. Rasa senang yang meluap-luap hingga siapa pun lupa diri dan ingin lagi dan lagi.
Milena telah takluk di hadapan Max....
Lelaki itu mengerutkan kening sesaat, tampak terkejut, kemudian mengabaikan hal itu. Mereka berdua kini berciuman penuh nafsu yang menggelora, tubuh mereka panas seiring intensnya ciuman itu. Max memegangi kedua sisi kepala Milena, menyusupkan jari-jarinya ke rambutnya. Milena melakukan hal yang sama, ia meraih belakang kepala Max, menyusupkan jari-jarinya di sana, dan menarik kepala Max lebih dekat padanya.
Milena tersadar dari aksi panas itu ketika suara dokter Chris terdengar dari lorong rumah sakit, memanggil-manggil nama David begitu keras. Pintu ruangannya terbuka separuh, sehingga ia bisa menebak jika David dan sang dokter menuju ke ruangannya.
Ingatannya akan David seperti alarm nyaring di kepalanya, membuatnya sadar untuk menjauh, menghindar, dan lari dari bahaya yang mengintainya. Ia mendorong tubuh Max, sorot matanya terlihat linglung.
"Apa yang kau lakukan padaku? Apa kau memasukkan sesuatu yang aneh ke dalam cokelat itu? tudingnya berbisik tajam. kilatan marah berkobar-kobar di matanya.
Max tidak langsung menjawab, ia menyeka bibirnya dengan punggung tangan, terkekeh puas. "Aku tak memasukkan apa pun ke dalam sana. Apa kau lebih takut sekarang padaku?" ledeknya setengah menghina.
"Kau pasti memasukkan sesuatu!" desaknya marah, ia meraih bagian depan kaos Max, matanya melotot tajam.
"Apa? Apa kau minta dicium lagi?" godanya genit.
Ia tengah mempermainkan Milena!
"Kembalikan ciuman pertamaku!" dada Milena naik turun, darahnya mendidih, suaranya setengah menggeram.
Max mengernyitkan kening, nyengir geli. Menganggap perkataan Milena hanya ocehan anak kecil tak berarti. "Wow..." katanya enteng, "bukan hanya ciuman pertama, tapi juga ciuman kedua!" ia memajukan kepalanya hingga jarak mereka hanya sesenti, hanya dipisahkan oleh hembusan napas masing-masing. "Jangan munafik! Kau, toh, sangat menikmatinya!" tambahnya dengan cengiran jahat khas yang sekarang terpatri jelas di otak Milena.