Chapter 106 - Jatuh pada Pesona Max (1)

Saat seringai jahat Max mengubah ekspresi lelaki itu, Milena tersadar.

"Hentikan!" perintah Milena cepat.

Jika ia tak menghentikan suasana yang aneh ini, David akan melihat adegan yang bisa membuat siapa pun salah paham. Ia tak menyukai Max. Ia benci dengan lelaki itu. Itu sudah pasti dan sangat jelas. Davidlah yang mengisi hati dan jiwanya, ia menginginkan lelaki itu lebih dari apa pun. Kebaikan dan kelembutan David membuatnya luluh dan menjadi dirinya yang dulu—seorang peri yang peduli dan kalem, bukannya pembuat onar dan objek yang suka disalahkan. Hanya saja ada yang aneh jika Max mulai menampilkan sisi jahatnya itu. Milena seolah terhipnotis. Nafsunya menjadi terpancing dan menggelora. Dia berbahaya.... Lelaki itu berbahaya, bukan sekedar musuh biasa baginya, tapi juga musuh bagi otak dan nafsunya!

Max adalah simbol perpaduan antara mahakarya dan kekacauan. Pesona fisiknya mengagumkan, tampan, estetik, sangat luar biasa dengan jiwanya yang liar, sisi yang hanya diperlihatkannya pada orang tertentu saja. Kegilaan Max seperti bayangan yang melekat padanya, seperti sebuah identitas dan jati diri. Pesona mematikan yang dimiliki Max itu membuat Milena sesak napas dan ada dorongan aneh untuk menguasai lelaki itu, kemudian menciumnya dengan ganas. Menggerogoti setiap inci tubuhnya dengan desakan untuk memiliki.

Milena mengepalkan kedua tangannya. Sensasi yang dirasakannya bersama pria itu semakin membingungkan seiring dekatnya tubuh lelaki itu padanya.

"Kau tahu? Aku paling benci diperintah!" desisnya.

"Bagus. Kalau begitu seharusnya kau tahu posisimu."

Kalimat itu membuat mereka berdua tenggelam dalam suasana tegang. Mata beradu.

"Kau tetap tak mau meninggalkan David?" geramnya.

"Dalam mimpimu!" Kata Milena, terdengar mengejek.

Adegan itu seperti de javu, Max tersenyum kecil misterius.

"Kau yang membuatku terpaksa melakukannya!" Ia menggertakkan gigi, terlihat garang.

"Melakukan a—"

Max melumat bibir Milena dengan ganas, keterkejutan yang dialaminya membuat dirinya serasa dialiri listrik tegangan kecil dan hawa dingin mengalir di dalam pembuluh darahnya, membetot perutnya, membuatnya pusing dan marah di saat yang sama.

Kedua tangan Milena ditekan sangat kuat hingga tak bergerak sedikit pun, ia bisa merasakan tindihan tubuh Max di perutnya, lumatan ganas bibir Max yang tiada henti, dan gelora di dadanya membuat pertahanan Milena runtuh. Max berhasil mendobrak masuk ke dalam hati dan pikirannya dengan cara yang sangat kasar dan barbar!

Milena tak kuasa menahan gempuran Max yang kini menciuminya penuh nafsu. Menggigit bibirnya dengan pelan dan penuh tekanan yang ringan, kedua tangan Milena yang semula berontak kini memelas. Ia menarik napas dalam-dalam ketika bibir Max menjauh darinya, otomatis matanya memburu mengikuti kepergian bibir itu, dahaga nafsunya menggebu-gebu, ia berusaha melepas kedua tangannya dari cengkeraman Max, tapi hanya berupa gerakan pelan tak berarti.

"Apa-yang-kau-lakukan!" desis Milena tertahan, perkataan dan tindakannya bertolak belakang: amarah dengan jelas terdengar dalam suaranya, namun tubuhnya seolah menyerahkan diri pada Max.

"Aku sudah memperingatkanmu!"

Max mengamati permukaan kulit wajah Milena dengan hati-hati, ekspresinya sulit ditebak. Bulu matanya yang lentik seolah melambai-lambai pada Milena.

"Hentikan! Jika David melihat ini—"

"Jika apa? Menurutmu apa? Dia akan terluka! Lagi." kata terakhirnya diucapkan penuh tekanan.

Kengerian melanda Milena, ia tak ingin menyakiti lelaki itu. Max! Max adalah biang keroknya!