"Kapan dokter Chris mengambil sampel darahmu? Kudengar kau setuju melakukan hipnoterapi. Dokter Ames yang bilang saat aku papasan di lobi tadi."
"Jadi dia yang memberitahumu semuanya?" Milena meletakkan sendoknya cukup keras di piring, cukup keras hingga kedua lelaki itu terkejut.
"Seperti yang kukatakan sebelumnya. Aku hanya menduganya. Dari gaya bicaranya tadi pagi." Akunya.
Tadi pagi? Bagus! Sebuah bukti lagi bahwa pembicaraannya dengan Max adalah nyata. Untuk meyakinkan dirinya, ia bertanya seolah-olah marah pada David mengenai dokter Ames. "Kau datang pagi-pagi ke sini dan hal pertama kau lakukan adalah bergosip dengan dokter Ames mengenai kesehatan mentalku? Tak bisakah kau memeriksa keadaanku dulu? Aku bisa saja pingsan atau apa!"
Kalimat itu terdengar agak egois dan narsis, tapi David sepertinya tak memperhatikannya, ia memakan umpan Milena. Lelaki baik hati itu mengerjapkan mata seraya menjilati bibirnya yang kering dengan perasaan bersalah, "maafkan, aku. Kau masih tertidur sewaktu aku kemari—"
"Kau tidurnya ngorok!" potong Max sambil tertawa rendah, "bercanda!" ia tergelak keras, lalu duduk di sofa, menikmati beberapa potongan buah yang dicungkilnya dari kue es krim.
Milena terkekeh sinis memandang Max, lalu kembali fokus pada David.
"Aku kepagian menjengukmu, jam besuknya diubah lebih lambat. Jadi aku dan Max memutuskan ke restoran terlebih dahulu.
"Jam berapa kau kemari?" Ini adalah inti pertanyaan Milena.
"CUKUP PAGI!" seru Max nyengir, suaranya melengking, "sekitar jam tujuh!"
"Terima kasih, Max." kata David sarkastik, ia memutar bola mata.
"Sama-sama!" Ia tersenyum lebar memperlihatkan deretan giginya yang putih.
"Pamanku baru datang sekitar jam delapan, dia berbaik hati memberi kami ijin khusus. " Dia nyengir.
"Lalu, setelah itu aku bertemu dokter Ames di lobi saat menuju kemari."
Sekitar jam tujuh? Ke ruangan ini sekitar pukul delapan lewat, dan ia terbangun kalau tidak salah ingat nyaris pukul sepuluh pagi. Bisa dipastikan dia membuat David tertidur cukup lama! Sungguh keterlaluan orang itu! Ia melotot ke arah Max, tapi lelaki itu hanya mengedikkan bahu.
Milena berusaha mengabaikannya, lalu meneruskan pertanyaannya, "Apa kau sempat sarapan di restoran?"
"Yeah. Tentu. Aku membawakanmu jus buah, sayang aku menumpahkannya di lobi. Kau tak suka kopi, kan? Maaf, aku tak menyisakan untukmu." Tangan David mengacak-ngacak rambut Milena dengan penuh perhatian, ia terkekeh.
"Yeah. Lain kali sebaiknya kau menyisakan untukku sedikit. Mungkin saja aku ingin mencobanya." Rambut panjang Milena jatuh menutupi pandangan David, dengan cepat ia menggertakkan gigi pada lelaki mengerikan itu.
"Aku bisa membuatnya lebih buruk." Ucapnya lagi tanpa suara, Max menyeringai jahat.
Amarah Milena nyaris saja meledak. Ia menutup mata, dan menghela napas panjang, sambil memperbaiki rambutnya, ia berkata dengan nada penasaran. "Apa kalian tak ke kampus hari ini?"