Jika saja David tak ada di ruangan itu, bisa jadi ia melemparinya dengan kue es krim yang dibawanya sendiri. Senjata makan tuan! Pikirnya geli, ia mendengus puas.
Keceriaan yang dibuat-buat Max lenyap seketika saat melihat dengusan misterius Milena. Ia hendak mengatakan sesuatu, tapi David berseru panik. "Kau gila? Kenapa kau memakannya?"
"Ini aman! Lihat! Aku baik-baik saja! Kau terlalu berlebihan, David!" katanya santai, ia tersenyum riang.
"Tetap saja!" tegasnya tak mau kalah.
"Ini enak! Cobalah! Iya, kan, Milena?" Max melempar tatapan tak berdosa dengan kening terangkat sebelah padanya.
"Alkohol buruk untuk kesehatan. Dokter Chris melarangku mengkonsumsinya." Jawab Milena pedas. Ia setengah melotot pada Max, lalu kepalanya menoleh cepat ke arah David, nada suara Milena sangat penuh perhatian dan dalam. "Kau sebaiknya tak makan itu. Tidak sehat untuk tubuhmu."
David nyengir, keheranan dan mengangguk setuju saja.
Max tak berkomentar selama beberapa detik, agak terkejut dengan peringatan tersembunyi Milena. Sisa cokelatnya tak dihabiskan. Diletakkannya di atas meja dan berkata dengan suara riang, "kalau begitu aku harus menjauhi alkohol mulai sekarang! Peri cantik ini tak suka dengan alkohol! Bisa-bisa ia juga tak menyukaiku!" Ia berdiri merentangkan tangan, tersenyum dengan senyuman khasnya—yang mana membuat Milena sesaat terpana. Ia berjalan ke arah meja geser. Tanpa ragu-ragu meraih satu potongan besar kue itu dengan tangannya. Beberapa potongan kecil terjatuh di atas meja, sisanya ke lantai.
"Max! Apa tanganmu tidak dingin? Pakai piring, dong!" protes David. Ia meraih beberapa lembar tissue dan menyeka permukaan meja.
"Yeah, Max! Kenapa tak gunakan piring saja?" Ujar Milena riang, ada nada sindiran dalam kata-katanya, dan Max menangkap maksudnya.
Lelaki itu memunggungi David lagi: kepalanya mendongak melahap kue seraya matanya mendelik tajam pada Milena. "Darahku mendidih karena kau. Tak. Butuh. Piring." Max mengucapkan kalimat itu tanpa bersuara, gerakan bibirnya cukup jelas, tegas, dan penuh tekanan hingga Milena bisa tahu kalimat itu.
Milena tertegun.
"Cobalah!" David menyerahkan sepiring kue es krim padanya.
Ketenangan menghantam Milena bagaikan angin sejuk di pegunungan, suara David satu-satunya yang bisa mengatasi segala ketakutan dan kecemasannya. Ia tersenyum, meraih kue es krim itu dan mulai menyendok pinggirannya dan melahap pelan, tangannya masih agak gemetar, tapi tak separah sebelumnya. Max setidaknya tak akan meracuni kue itu secara terang-terangan di depan David, jadi ia bisa santai menikmati hadiah dari orang yang membencinya.
Lumayan, enak juga. Pikirnya.
"Kau suka?" Tanya David penasaran, ia hanya mengambil satu blueberry dan menggigitnya kecil-kecil.
"Tentu saja dia suka! Ini kue es krim terbaik yang dimiliki oleh toko itu." Max memotong Milena sebelum sempat ia bisa menjawab. Max kembali menjilati jari-jarinya, ia melakukan itu sambil menatap dingin pada Milena.
Milena membuang muka dengan kasar, dan tersenyum lembut pada David.