Chapter 94 - Cokelat Misterius (6)

"Itu cokelat!" Matilda terdengar girang bukan main.

"Cokelat?" Buru-buru ia membuka kotaknya dan mendapati enam bulatan coklat berbagai rasa.

"Ini isi dua belas buah. Masih ada satu kotak di bawahnya." Terang Matilda dengan tangan menunjuk pada isi kotak itu, ia tersenyum canggung.

Milena bisa melihat ia menelan air ludah.

"Kau... kau mau satu?" Ia menyodorkannya dengan hati-hati pada Matilda. Ekspresinya tiba-tiba saja begitu riang, pupil matanya membesar. Sekonyong-konyong ia meraih cokelat yang dibungkus kertas warna emas.

"Terima kasih." Ucapnya tulus.

"Siapa yang memberikan coklat ini?" Ia meraih satu coklat dan mengamatinya lekat-lekat.

"Ini coklat yang super enak! Orang yang memberikannya pasti perhatian padamu!" mulutnya mengunyah cokelat itu secara perlahan, ia memejamkan mata dan menghela napas panjang. "Rasanya luar biasa." komentarnya puas.

"Apa cokelat ini seenak itu?" Sebelah keningnya terangkat.

"Cobalah!" bujuknya.

"Sangat mencurigakan." Ia menyipitkan mata di depan coklat itu.

"Jangan bodoh! Jika memang begitu, aku pasti sudah mati jika ini beracun."

Matilda mengedikkan kepala, pikiran itu terlintas di kepalanya, ia merinding sejenak, lalu bermasa bodoh kembali menikmati cokelatnya.

"Yup! Benar juga. Apa mungkin ini dari David? Aku sempat berdebat kemarin dengannya, tapi itu bukan hal besar. Aku memang agak kesal, tapi rasanya agak berlebihan jika sampai memberiku hadiah seperti ini." Ia melumat cokelatnya, mendadak ia memalingkan wajahnya ke Matilda, bola matanya membesar. "Kau betul, Matilda! Rasanya enak!"

"Aku benar, kan?" Matilda tersenyum mengangguk.

"Kau masih mau?" tawar Milena.

"Sudah cukup bagiku!" tolaknya halus, "Cokelat ini mengandung alkohol, sejujurnya aku agak lemah soal alkohol. Dokter Chris bisa mendampratku jika ia tahu." suaranya terdengar muram.

"Oh, ayolah! Kau tak akan mabuk hanya karena cokelat, kan?" Goda Milena.

"Aku—" Ia menelan ludah berat, matanya terpejam sesaat, "sangat lemah terhadap alkohol. Ini sudah cukup bagiku." Ia menunjukkan cokelatnya yang kini hanya seukuran anggur.

"Oh, pasti sangat menyiksa." kata Milena setengah prihatin.

"Ya. Begitulah." Ia tersenyum pahit. "Sekarang, simpan saja dulu cokelatnya dan nikmati makan siangmu yang telat. Perutmu tidak baik saat mengkonsumsi cokelat beralkohol. Si pemberi hadiah itu sepertinya tipe sensual dan berkelas, serta berego tinggi."

"Menurutmu begitu?" Milena tergelak mendengar deduksi Matilda yang asal-asalan.

"Tentu saja! Siapa orang waras yang memberi seorang pasien cokelat beralkohol?" Matilda bersikeras.

"Kurasa kau benar." Ia masih tergelak.

"Rahasiakan dari dokter Chris kalau aku makan cokelat beralkohol. Dia pasti memarahiku kalau sampai perutku kumat." Pinta Matilda, Milena menjawabnya dengan gerakan isyarat tangan mengunci mulutnya.