"Kau suka David?" Senyum sang dokter merekah.
"Menurutmu apa masuk akal jika seseorang suka pada seseorang dalam waktu singkat?" Ia berusaha mengamati reaksi dokter Ames, tak ingin ada unsur 'menghibur' yang terselip dalam jawabannya.
"Otak manusia itu kompleks. Begitu juga dengan perasaan manusia." katanya kalem, "semua bisa saja terjadi, tergantung kondisinya. Lelaki lebih tertarik pada visual perempuan, meski baru dilihatnya pertama kali, sedangkan perempuan butuh penilaian yang lebih mendalam dari hanya sekedar visual semata. Apa kau menyukai David saat pertama kali melihatnya?"
Milena tampak bingung sesaat, berpikir cukup lama, mengingat-ingat kejadian pertama kali ia melihat David. "Kurasa... tidak... dia... agak membuatku merasa tidak aman. Barangkali karena aku terbangun sebagai manusia dan berada di tempat asing." Ia nyengir, mengedikkan bahu.
"Berproses kalau begitu?" sebelah kening dokter Ames terangkat.
"Entahlah... " Ia menjilati lolipopnya, terlihat bingung. "Aku merindukan kedatangannya setiap hari. Saat ia berjalan melewati pintu dengan senyum lembut dan ramahnya, rasanya ada hal yang membuncah di dadaku, seluruh aliran darahku seolah-olah disuntik oleh energi tak terlihat, dan tanganku mulai agak gemetaran. Hal yang memalukan hingga harus kusamarkan dengan terus bergerak tak jelas, biasanya aku mulai berceloteh saja tentang dunia peri walau aku tak mau." Milena menutupi wajahnya dengan tangan, merasa malu.
Dokter Ames tergelak mendengar pengakuan Milena. Ia berdiri dari sofa, berjalan menuju mejanya. "Selamat, Milena! Kau sudah jatuh cinta! Well, waktu yang akan membuktikannya." tangannya membuka lemari meja, dan meletakkan dua botol minuman kesehatan dari buah, "untukmu dan David. Rayakan secara rahasia dengannya."
"Dokter Ames!" erang Milena, ia tersipu malu.
"Dan soal psikopat itu. Sebaiknya kau hindari dia. Sejauh mungkin. Orang semacam itu tak bisa diprediksi. Apa kau sudah beritahu David hal ini?" ia memerhatikan reaksi Milena.
"Tidak..." katanya pelan berbisik. "Dokter Ames, apa yang akan dipikirkan lelaki itu jika aku mengatakan hal yang sulit dibuktikan? Status periku saja tak ada yang percaya. Apalagi hal ini? Psikopat itu pandai berbohong dan berbaur seperti orang normal." Bahunya merosot.
"Yah. Kedengarannya agak sulit." Ia menyilangkan tangan, berpikir.
"Yeah..."
"Abaikan saja orang itu. Jangan biarkan dirimu sendirian. Kita tak tahu apa dia menguntitmu atau tidak."
"Tidak. Kurasa tidak. Dia itu membenciku setengah mati. Aura kebenciannya sampai membuatku merinding."
"Oh! Dia sepertinya berbahaya." Dokter Ames kembali serius. "Sebaiknya kau menceritakan hal ini pada seseorang selain aku, Milena. Seseorang yang bisa menjagamu."
"Tidak usah. Aku juga baru pertama kali bertemu dengannya. Selama tak bertemu dengannya lagi, kurasa tak akan apa-apa, kupikir."