Esok paginya, Milena siuman. Sama seperti saat pertama kali terbangun di kamar itu, coklat gelap mendominasi penglihatannya. Coklat gelap yang muram, sangat tidak cocok dengan suasana hatinya, ia merasa frustasi setiap kali melihat warna itu.
Sinar matahari hangat mengenai kulitnya. Sensasi yang rindukannya sejak dulu. Ia bernapas pelan dan dalam. Perlahan ia membuka mata. Dilihatnya David tertidur di sisi tempat tidurnya. Apa dia bersamanya semalaman?
"David..." tangannya menyentuh puncak kepala David.
Lelaki itu terbangun, tersenyum dengan wajah masih mengantuk dan lelah. "Kau sudah sadar?"
"Yeah.... Aku..."
Belum sempat ia melanjutkan kata-katanya, David memotongnya. "Untung saja Max bersamamu semalam. Ia memanggil dokter secepat mungkin. Aku bodoh meninggalkanmu waktu itu. Hal buruk bisa saja terjadi. Aku pantas dihukum." Katanya setengah bercanda.
Tubuh Milena menegang.
Max!
Itu bukan mimpi! Seketika itu juga semua kejadian semalam berputar cepat di kepalanya. Milena mengerang sebal.
"Ada apa?" tanya David.
"Aku tak suka dengan temanmu itu," katanya jujur.
"Kau orang pertama yang berkata seperti itu." Dia terkekeh.
"Well... dia tak sebaik yang kau pikir—"ia menggeleng cepat, "tak begitu baik dalam hal merawat orang lain." Ia berbohong. David tak akan percaya jika ia mengatakan yang sesungguhnya.
"Yeah. Aku bisa lihat hal itu saat ini." ia menuding keadaan Milena dengan matanya, nyengir.
"Apa kau sudah lama kenal dengannya?"
"Max? Yeah. Sejak pertama aku kuliah. Hampir dua tahun," jelasnya agak bangga.
"Oh..." hanya itu yang bisa diucapkan Milena. Keputusan tepat ia tak mengatakan yang sebenarnya, sudah cukup ia mendapat tanggapan negatif dengan klaim status peri-nya.
"Kau mau sarapan?"
Milena menggeleng. "Aku hanya haus."
"Ok."
Apa yang terjadi semalam sungguh mengerikan. Seumur hidupnya, belum pernah ia mendapati pria yang berkelakuan kasar padanya seperti Max. Berbanding terbalik saat ia masih seorang peri. Para peri lelaki bertekuk lutut di hadapannya, meski ia berperingai buruk dan memperlakukan mereka semena-mena. Dunia manusia seolah-olah adalah tempatnya menebus dosa!
Milena mengamati David menuang air, teringat kembali ingatan sekilas akan sesuatu saat Max melempari gelas dengan botol. Ia mengeryitkan kening. Apa maksud penglihatan itu? Pikirnya.
"Ini. Minumlah perlahan." David menjulurkan segelas air.
"Terima kasih." Milena tersenyum lembut.
"Aku... oh...." David mengerang sebal sesaat, lalu melanjutkan setelah menghela napas panjang,"sangat, sangat menyesal meninggalkanmu semalam. Max berlari panik mencariku dan bilang kau tiba-tiba pingsan begitu saja. Aku akan meminta pamanku melakukan check up hari ini."
Ia nyaris tersedak mendengar perkataan David. Lelaki itu rupanya juga seorang pembohong besar! Bukan dia yang dengan kejamnya dituduh seperti perkataannya yang penuh ancaman! Dasar bermuka dua! umpatnya dalam hati.
"Dia bilang begitu?" selidik Milena.
"Yeah. Apa ada yang terlewat?" sebelah keningnya naik.
Milena menggeleng cepat, ia menyesap airnya sampai habis.