Chapter 78 - Pria Bermuka Dua (7)

Pertengkaran itu berhenti selama beberapa saat. Cukup lama hingga Max menghabiskan makanannya dan mulai menjilati jari-jarinya. Perut Milena serasa mual dengan aksi jorok Max. Ia memandang lelaki itu dengan tatapan marah dan waspada. Dia bukan manusia baik-baik!

"Kau—" katanya memulai. Max berjalan meraih segelas botol air di meja, meneguknya dan kembali duduk ke kursinya.

"Apa lagi? Apa kau tak puas memfitnahku?" koar Milena galak.

"Mau minum?"tawarnya.

Milena terpana, mulutnya setengah terbuka. Apa-apaan itu? batinnya kesal.

"Baiklah kalau tak mau." Ia duduk bersandar menyilangkan kaki, bertopang dagu dengan angkuh, botol air minumnya melekat di dadanya; mata menatap curiga dan penuh penilaian ke arah Milena.

"Kau tahu? Jika tatapanmu itu bisa membakar orang, aku pasti sudah gosong sedari tadi." sindir Milena.

"Itu bagus." Ia menggosok-gosok dagunya, mengamati lebih lama.

"Apa yang kau lihat?"

"Aku tak menyangka kalau kau... "dia terdiam.

"Bisa tidak kau keluar saja? Kau itu menyebalkan!" Milena mengerang kesal.

Max tergelak.

Apa lagi sekarang? Milena bertanya-tanya.

Max menghela napas keras-keras. Tampak serius.

"Aku bisa lebih menyebalkan dari ini jika kau tak menjauh dari David." Amarah terdengar dari setiap kata yang ia ucapkan.

"Apaan, sih? Kau penyuka sesama jenis, ya?" tuding Milena tanpa sadar.

Hening.

Sepertinya kalimat Milena barusan seperti menampar wajahnya. Ia mendengus penuh amarah, sudut bibirnya tertarik. Tatapan matanya berubah dingin dan tajam. Raut wajahnya tak ada keramahan sedikitpun. Ia menjilat bibir.

"Apa kau tahu kalau David baru saja patah hati?"

"Apa?"

"Aku tak mau tahu, apa kau peri sungguhan atau bukan. Jauhi saja David. Dia orang yang berbeda denganku. Dia itu rapuh dan lemah. Sangat sentimentil. Seperti gelas itu." Max melempar botol air tadi ke arah gelas kosong yang ada di meja dekat jendela.

PRANG!

Gelas itu jatuh ke lantai, pecah berhamburan. Milena tertegun, sulit menelan ludah. Pria itu berbahaya! Saat ini, dia bukan peri yang memiliki sayap yang dengan mudahnya terbang melarikan diri. Dia manusia yang tak berdaya! Sekonyong-konyong kilasan ingatan mengenai botol ramuan yang meledak berhamburan di udara terlintas di pikirannya. Milena meringis kesakitan. Kepalanya tiba-tiba berdenging dan berdenyut hebat. Makanannya yang belum habis terjatuh ke lantai. Kedua tangannya mencengkeram kedua sisi kepalanya.

"Apa ini? Aktingmu bagus sekali!" katanya dengan nada sarkastik.

Ledekan itu tak digubrisnya. Ia tak bisa menahan rasa sakit itu. Kepalanya berdenging hebat. Max mengatakan sesuatu, tapi hanya berupa gema tak jelas di telinganya. Ia mendongak menatap Max dengan pandangan yang mulai tak fokus.

"Oh... Alfred... Tolong aku..." ringis Milena, ia mencengkeram selimutnya dengan satu tangan. "Ini salah... Ini salah... Ini pasti mimpi. Aku peri... Aku peri... Kepalaku..." erang Milena kesakitan.

Sebuah tangan mendarat di bahunya, menopang tubuhnya agar tak jatuh dari tempat tidur, Susah payah ia berusaha melihat orang itu, ia menyipitkan mata, tapi pandangannya perlahan berubah gelap, pingsan.[]