"Dokter Ames!"
Sang dokter mendongak, tersenyum. Entah kenapa Milena tak bisa menolak untuk membalas senyuman itu, padahal ia bukan orang yang suka tersenyum.
"Milena, bukan? Aku dokter Ames. Salam kenal!" Ia berdiri dari kursinya. Tangannya terjulur ke depan.
Milena mengamati tangan itu penuh curiga. Tangan yang lentik dan halus untuk perempuan seusianya.
"Kau tak tahu ini?" Ia menggoyangkan tangannya di udara, "namanya jabat tangan."
"Oh... Aku tahu itu." wajah Milena diliputi kebingungan.
Dokter macam apa lagi dia? tanyanya dalam hati. Paman David, Chris, adalah seorang dokter umum. Tugasnya lebih mirip seperti peri penolong. Peri yang menjamin keselamatan peri pekerja.
"Duduklah, Milena. Aku hanya akan menanyaimu beberapa hal. Tidak akan menyakitkan." Ia menyodori Milena sebungkus coklat hitam Dagoba eclipse. "Kau bisa pergi. Terima kasih, Matilda."
Segera setelah berkata demikian, perawat yang menemaninya sedari tadi keluar ruangan.
"Apa ini?" Ia membolak-balik bungkusan itu.
"Itu coklat favoritku. Sangat membantu meringankan stres." terangnya singkat.
"Kau... siapa?" tanya Milena.
"Oh! Aku Dokter Ames. Seorang dokter jiwa. Apa kau tak melihat papan namaku di luar?"
"Jadi itu yang tertulis di papan mengkilat itu? Dokter jiwa?"
"Ya. Aku akan mengajukan beberapa tes untuk memeriksa kesehatan mentalmu."
"Aku tidak gila." katanya tegas, setengah berteriak.
"Well... kita tak bisa menyimpulkannya seperti itu. Tapi—" dia berhenti sejenak. "Jika kau ingin buktikan bahwa kau tak gila, maka ayo kita tunjukkan hasil tesmu pada mereka. Bagaimana?" kata-kata dokter Ames begitu memikat, masuk akal, dan sungguh menentramkan dengan sensasi yang ganjil.
"Apa mereka akan percaya padaku setelah tes ini?" Milena memicingkan mata.
"Tentu saja."
Milena akhirnya mengangguk pelan setuju.
"Baiklah. Dokter Chris bilang kondisimu sudah cukup bagus untuk melakukan tes. Kau boleh santai mengerjakannya. Jika ada yang tak kau ketahui, tanyakan padaku."
Sang dokter memberinya beberapa lembar kertas berisi pertanyaan yang sangat banyak, sekitar lima ratusan lebih. Apa lagi sekarang? keluhnya dalam hati.
Selama beberapa jam, otak Milena berurusan dengan sekelumit pertanyaan-pertanyaan aneh, ganjil, bahkan agak lucu menurutnya. Ia bahkan mendapat pertanyaan langsung dari dokter Ames setelah jeda istirahat dari sesi tanya jawab di atas kertas, seperti riwayat keluarganya, kesehatannya beberapa tahun terakhir, dan sakit fisik yang dirasakannya saat ini.
Sepertinya hari itu adalah hari terpanjang dan melelahkan dalam hidupnya, dan sekali lagi, aneh, tentu saja.[]