Asap berangsur-angsur menghilang dan mata Sang penyihir mulai baikan. Tapi kini mata itu melotot dan membesar.
Suara Katrina nyaris hilang karena kegilaan di depan matanya. Milena hendak menghancurkan cermin itu dengan bandul kalung miliknya!
"Apa yang akan kau lakukan? Hentikan!" teriak Katrina setengah memekik.
"Kalau aku tak bisa memilikinya, kaupun tak bisa memilikinya, maka tak ada yang boleh memiliki cermin ini!" Ancam Milena, kedua tangannya memegang bandul yang siap dihantamkan pada permukaan cermin kejujuran.
"Hentikan! Hentikan! Kita bisa bernegosiasi! Katakan apa mau!" tawar Katrina, berhati-hati agar Milena tak melakukan tindakan gegabah.
"Aku ingin bebas! Dan kau menjauh dari dunia peri!" teriak Milena dengan nada tegas, rasa percaya diri memenuhi dirinya.
"TIDAK!" Pekiknya tanpa sadar.
"Kalau begitu sayang sekali!" Milena tersenyum meledek, ia mengayunkan bandul itu di udara dan berhenti ketika Katrina berkata dengan nada pongah.
"ITU percuma!"
Milena tertegun. Percuma? Tangannya berada di atas kepalanya.
"Ya! Itu cermin ajaib! Kau pikir bisa merusaknya dengan hanya sebuah pukulan lemah darimu? Detik kau memukul cermin itu, kau akan berada dalam genggaman tanganku!"
Sesaat, Milena nyaris termakan ucapan Katrina, namun ia mendengus licik. "Kau pikir aku akan percaya itu? Sekalipun iya, apa kau lupa kalau ini juga benda sihir? Menurutmu... apa yang akan terjadi jika dua benda sihir saling bertemu?" tantang Milena.
Katrina mengepalkan kedua tangannya, wajahnya berubah gusar dan memerah. Telapak tangannya diarahkan ke lantai, dan tongkat sihirnya meluncur cepat masuk dalam genggamannya.
"Sepertinya tebakanku benar, hah?" dengus Milena setengah tak percaya.
"Jangan coba-coba kau!" Ancam Katrina dengan nada menggeram tertahan, posisinya kini dalam keadaan siap menyerang.
"Oh, yeah!" kata Milena dengan senyum menyeringai licik.
Ia menghantam cermin itu dengan bandul kalung hingga sebuah cahaya kuning orange perlahan mulai menyeruak keluar dari dua titik temu itu.
Katrina meraung histeris. Seluruh ruangan lagi-lagi bergetar, kali ini lebih mirip seperti gempa bumi!
"MI.LE.NA!" suara Katrina menggema, menggeram, dan histeris di saat yang sama.
Mata Milena terbelalak, ia melihat wujud asli Katrina; nenek-nenek dengan wajah keriput, kulitnya terkelupas di lantai dan jatuh berceceran seperti saus pasta merah menjijikkan.
DING
DONG
DING
DONG
Jam hias kembali berdentang, mengisi ruangan dan kekacauan itu. Sinar dari cermin semakin kuat dan menyinari seluruh ruangan, Katrina menjerit kesakitan tertimpa cahayanya.
Apa yang terjadi? Pikir Milena panik.
Kebingungan menyerbunya, jantung berdegup kencang, tangannya terasa dingin dan gemetar!
Sang peri hendak kabur dari ruangan itu tapi tangannya malah melengket erat pada permukaan bandul. Ia menelan ludah pahit, keringat dingin mulai membanjirinya. Entah apa yang akan terjadi jika tak segera mencabut kedua tangannya dan pergi dari ruangan itu! Susah payah ia menarik tangannya, akan tetapi bukannya lepas, malah perlahan mulai terhisap masuk ke dalam cermin. Milena kalut!
"Tidak! Tidak! Oh, Tidak!" teriaknya panik.
Parahnya, kepalanya mulai berdenyut hebat di saat-saat genting seperti ini! Pandangannya mulai tampak kabur, ia berusaha mendapat kekuatan daya tarik tambahan dari sayapnya, namun sia-sia—sayapnya mati rasa sejak terkena cairan merah tadi.
"Maafkan aku, ALFRED!" teriak Milena penuh penyesalan dan tubuhnya terhisap sepenuhnya ke dalam cermin diiringi suara letupan keras. Cahaya kuning orange mulai menghilang, kemudian disusul suara kaca yang retak.
KREK!
Cermin mulai berputar-putar liar di atas meja dan terpental ke udara lalu jatuh berhamburan ke lantai.
"TIDAK!" jerit Katrina, nada suaranya meraung lalu mendesis tertahan. Wajah cantiknya kini berubah menjadi mimpi buruk yang nyata bagi anak-anak di malam Halloween ini.
Malam sakral itu berlalu seiring dentangan akhir dari jam hias. Detik-detik sakral yang dinanti-natikan oleh Katrina telah berlalu. Ruangannya kini hancur berantakan, seperti ada meriam yang habis ditembakkan membabi buta di sana.
"Akan kubalas semua penghinaan ini! Semua orang harus merasakan balaskanku!" geramnya dengan mulut terkatup rapat, kulit bibirnya terkelupas bagai penyakit kulit menular.
Katrina tertawa sinting, bangkit dari lantai dan berjalan pelan menuju tangga.[]