"Jadi, kau juga setengah manusia?" Ledek Milena.
Ia perlu mengompori Katrina agar mendekat padanya. Jarak Katrina tak cukup dekat untuk melancarkan aksinya, sungguh mengesalkan!
"TENTU saja!" Bentaknya. "Setengahnya, setengah penyihir... Semacam itu. Kukira." Nadanya terdengar ragu-ragu; berpikir sesaat, sudut bibirnya tertarik ke dalam—Ia tampak kesal dengan fakta itu. "Kita lupakan soal itu. Aku harus menyiapkan segala persiapan sebelum tengah malam, karena kau—" ia berjalan menuju kuali dan berhenti dengan telunjuk kanan mengarah pada Milena, "akan menjadi tokoh utama malam ini." dia menyunggingkan senyum licik.
Bulu kuduk Milena meremang dengan aksi sok mengancam itu. Yeah... atau memang sangat mengancam! Milena tak bisa dengan jelas mendengar semua celotehan Katrina, ia harus membuatnya marah dan menghampirinya. Tapi, bagaimana?
"Aku ingin membuat permintaan lagi!" teriaknya.
"Aku tidak bodoh! Tidak akan termakan tipuanmu kali ini!" katanya dengan nada riang sambil bersiul, ia sibuk menyiapkan semua peralatan di dekat kuali. "Ramuannya sudah siap."
"Apa kau tak kasihan padaku?" Ia mencoba tipuan memelas.
"Tidak! Tidak selama aku akan menjadi muda kembali!" Katrina sibuk membaca petunjuk ritualnya, lalu ia teringat akan sesuatu. Matanya melirik ke arah meja, ke buku yang dirobek Milena sebelumnya. Keningnya bertaut. Ada yang ganjil. Ia melempar tatapan curiga pada Milena.
Ini dia! Ini yang dibutuhkannya!
"Uupps! Aku sempat membacanya dan tanpa sengaja merusaknya." Milena tertawa santai seolah-olah ia tak melakukan kesalahan apapun.
Katrina membeku.
Yeah... Buku itu tampaknya sangat penting dalam ritual malam ini. Penyihir itu cantik, tapi ceroboh!
"A-ada apa? Itu hanya buku. Rusaknya tidak begitu parah. Hanya robek." Milena terdiam, menelan ludah gugup. Tangannya mulai gemetaran.
"APA? Apa yang kau lakukan?" Raungnya murka, berjalan secepat kilat (secara harfiah) menuju buku itu dan memeriksa isinya. Katrina kaget, wajahnya memutih, detik berikutnya, ekspresinya sulit ditebak.
Milena mungkin telah mengacaukan bagian penting dari ritual gelapnya itu. Katrina meraba bagian sobekan pentagram dengan ujung bibir berkedut, matanya melirik Milena dengan tatapan dingin dan tajam. "Mana lembarannya?" desisnya tertahan.
Milena hanya mengedikkan bahu, menggeleng pelan dengan bibir tertekuk.
"Katakan di mana lembaran itu!" serunya murka, ia berjalan menghampiri Milena tapi momen itulah yang ditunggu-tunggu sang peri sedari tadi!
Tangan kanan Katrina hendak menyambar tubuhnya, tapi dengan sigap ia mundur dan melempar serbuk biru ke arahnya.
KABUM!
Ledakan kecil terjadi di mana-mana, membuat Katrina oleng ke belakang, tongkatnya lepas dari tangannya dan jatuh ke lantai. Wajahnya gosong dan kulitnya terkelupas di beberapa tempat. Katrina menjerit marah!
"PERI SIALAN!" pekiknya tajam, seluruh ruangan itu bergetar hebat hingga Milena jatuh dari tumpukan buku yang didakinya—ia mencoba melempar serbuk dari tempat yang cukup tinggi.
Milena agak pusing, namun dengan susah payah bangkit dan berlari ke tepi meja. Sebelum Katrina sempat bangkit sepenuhnya, ia melempar serbuk untuk kedua kalinya. Suara ledakan kembali menghantam Katrina; bertubi-tubi, menyakitkan, perih, dan merusak pakaian barunya.
"KAU akan merasakan kematian yang menyakitkan!" ancamnya dengan nada menggeram.