Hawa dingin udara dan sinar matahari yang lemah masuk ke dalam ruangan melalui celah-celah kayu di dinding. Meski telah berlapis mantra, namun sepertinya itu hanya berlaku untuk Milena seorang—terbukti dari upayanya untuk kabur sia-sia semata. Tubuhnya merinding terkena hawa dingin yang menggigit tulang. Ia terbangun. Pandangannya masih kabur. Suasana di ruangan itu sangat tenang, hanya suara angin semilir dingin yang tak hentinya berlomba masuk dengan sinar matahari. Milena melempar pandangan ke arah tangga. Tak ada tanda-tanda Katrina. Hanya ada dirinya seorang. Ia tertidur nyenyak semalam. Bau dari kuali sesekali menyengat tapi peri cantik itu sudah mulai terbiasa, terlebih bau apak ruangan itu. Kini bau itu hanya mengingatkannya pada ruang kerja bawah teknisi kerajaan.
Milena menggosok matanya, merentangkan tangan di kedua sisinya dan menguap, lalu bangkit berjalan menuju cermin kejujuran.
"Kenapa kau begitu penting bagiku?" katanya setengah berbisik, ia mendengus pelan pada cermin itu.
Sekali lagi, Milena mengamati seluruh isi ruangan itu. Ia harus memiliki rencana!
Hari sudah hampir siang, tapi tanda-tanda kehadiran Katrina tak ada satu pun yang muncul. Apa ia sedang mencari bahan lain di hutan? Sambil berpikir, Milena mengamati ruangan secara hati-hati, tak ada yang bisa digunakan sebagai senjata melawan Katrina. Pil-pil P3K-nya memang membuatnya baikan, tapi sama sekali tidak membuat sayapnya yang terpotong bisa berfungsi sebagaimana mestinya. Malahan ia mulai merasakan nyeri yang menjalar dari sayap itu. Apakah pengaruh obatnya sudah mulai hilang? Secepat itukah? Ia menghela napas panjang, kini hanya bisa duduk termenung di depan cermin sambil memeluk kedua lututnya, wajahnya cemberut. Setidaknya ia harus mengeluarkan ide jahilnya! Kepalanya dimiringkan ke arah botol-botol ramuan, tiba-tiba matanya terpaut pada kantong kain biru yang tersangkut di celah-celah kotak botol ramuan.
KANTONG KAIN BIRU!
Milena nyaris berteriak histeris. Ia menepuk jidatnya sendiri, buru-buru berlari ke arah kantong kain tersebut dan memungutnya! Bagaimana mungkin ia melupakan benda itu! Hatinya begitu gembira seolah-olah ada kembang api yang meledak-ledak di dadanya.
"Keberuntungan memang selalu ada dipihakku!" katanya bangga. Kantong itu diangkatnya setinggi mata, senyumnya menyeringai lebar. "Kau akan merasakan apa yang disebut kejahilan Milena!"
** *
Sepertinya Katrina benar-benar sibuk dengan sesuatu karena hingga sore menjelang malam hari, ia belum terlihat.
Pikiran lain terbersit di benaknya: Apakah penyihir itu tengah berburu peri lain? Mungkin saja! Pikir Milena menjadi was-was.
Ia mencemaskan Alfred yang kadang suka bertindak di luar akal sehat. Tapi, mengingat keadaannya, tak mungkin Frida membiarkannya keluyuran tak jelas. Peri itu sangat agresif jika menyangkut Alfred, sayangnya peri lelaki bodoh itu kurang peka. Ia kini mulai tenang dengan pikiran itu.