Chereads / Jiwa Yang Terlahir Kembali / Chapter 23 - Uang Sewa Rumah Naik

Chapter 23 - Uang Sewa Rumah Naik

Zhu Haimei menatap linglung pada trolinya yang ada di tengah rumah. Troli tersebut tampak begitu kotor karena lumpur. Zhu Haimei lalu mengambil seember air dan sapu untuk membersihkan troli tersebut.

Tadi malam Shen Dongyuan menjemputnya dan memberinya obat demam. Keesokan harinya, saat ia pergi ke toilet, Zhu Haimei melihat pakaian yang ia kenakan kemarin sudah dicuci dan sudah dijemur, bahkan pakaiannya sudah setengah kering. Sepatunya juga sudah disikat hingga bersih. Melihat hal tersebut membuat suasana hatinya menjadi baik.

Setelah mencuci troli, pintu rumah kecilnya tiba-tiba terbuka dan bibi pemilik rumah masuk ke dalam.

"Ah, Bibi. Silahkan duduk." Zhu Haimei menyapa bibi pemilik rumah dengan ramah, lalu menyajikan sebuah apel. "Bibi, makanlah apel ini."

Bibi pemilik rumah menerima apel tersebut, tetapi ia tidak duduk. Ia melihat sekeliling dan mendapati bahwa rumahnya sudah rapi dan trolinya pun sudah disikat hingga bersih. Hal tersebut membuatnya merasa puas dan berkata, "Nona, kamu sudah bekerja selama dua bulan dan bisnismu rupanya berjalan dengan cukup baik."

"Iya, lumayan." Jawab Zhu Haimei sembari mengambil beras, kemudian merendamnya dan mencucinya hingga bersih, lalu memasaknya.

Bibi pemilik rumah pun kembali berkata, "Bagaimana bisa kamu cuma mengatakan itu lumayan? Kamu pasti menghasilkan banyak uang dari bisnismu."

"Tidak, hasil dari bisnisku hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan makan saja." Jawab Zhu Haimei dengan nada serius. "Itu semua adalah uang dari hasil kerja kerasku. Aku sibuk sepanjang hari dengan bekerja dari pagi hingga malam, sangat melelahkan." imbuhnya.

"Melihatmu kurus seperti sekarang, membuatku seperti melihatmu berubah menjadi orang lain. Kalau bukan karena aku sering melihatmu, mungkin aku tidak akan bisa mengenalimu." Kata bibi pemilik rumah.

"Benarkah? Padahal berat badanku juga tidak turun terlalu banyak."

"Berat badanmu sudah turun banyak. Lihat dadamu, sudah berbentuk dada, begitu juga dengan pantat mu. Sekarang kamu sudah terlihat seperti perempuan yang bisa melahirkan bayi yang sehat."

Ekspresi wajah Zhu Haimei pun menjadi sangat canggung setelah mendengar ucapan barusan. Akan tetapi ia bisa memakluminya, karena bibi pemilik rumah dan kebanyakan perempuan di sini adalah ibu rumah tangga yang tidak berpendidikan. "Bibi benar-benar lucu."

"Aku dengar kamu tinggal di wilayah militer." Kata bibi pemilik rumah. Zhu Haimei lalu teringat sesuatu. Ketika ia mencari pembuat sofa yang ada di desa ini, mereka juga membantunya mengantar sofa tersebut ke rumahnya. Mungkin mereka lah yang memberi tahu bibi kalau dirinya tinggal di wilayah militer.

Ketika Zhu Haimei dan bibi pemilik rumah itu mengobrol, tangan Zhu Haimei sama sekali tidak berhenti bekerja. Ia masih sibuk mencuci dan memotong sayuran, bahkan memotong daging. Ia tetap sibuk menyiapkan bahan untuk dagangannya seraya mengobrol dengan bibi pemilik rumah. "Suamiku adalah seorang tentara, dan aku cuma mengikutinya tinggal di sana." Jawab Zhu Haimei sembari menatap bibi pemilik rumah.

"Bukankah menjadi tentara itu sangat menyenangkan? Gajinya juga tidak sedikit, kan?"

"Tidak juga, Bi. Pendapatan suamiku masih tidak sebanding dengan pendapatan orang biasa. Kalau gaji suamiku tinggi, aku tidak akan melakukan pekerjaan yang melelahkan seperti ini, bukan?"

"Tetapi menjadi istri tentara tetaplah sebuah keberuntungan." Ucap bibi pemilik rumah. "Kenapa aku belum melihatnya datang ke sini sebelumnya?" Imbuhnya.

Zhu Haimei pun menghentikan pekerjaannya dan menjawab pertanyaan barusan. "Ia sibuk. Lagipula aku masih bisa berjualan sendiri."

"Lihatlah keluargamu, kamu memiliki kehidupan yang baik. Suamimu adalah seorang tentara dan kamu sendiri juga bekerja. Tidak seperti keluarga kami, untuk makan saja susah. Menantuku juga tidak bisa melakukan apapun."

Karena Zhu Haimei tidak mau menghakimi masalah keluarga orang lain, maka ia hanya berkata, "Suamiku masih punya adik laki-laki untuk dinafkahi."

Bibi pemilik rumah pun menghela nafas. "Hidup itu tidak mudah."

"Benar." Sahut Zhu Haimei yang membenarkan ucapan bibi pemilik rumah.

"Nona, bukankah kamu sudah menyewa rumah ini selama dua bulan? Aku rasa harga sewanya harus dinaikkan."

Zhu Haimei tiba-tiba ingat bahwa di dalam kontrak, tidak ada kesepakatan yang menyatakan tentang berapa lama uang sewanya akan dinaikkan. Ia tertegun sejenak setelah mendengar ucapan bibi pemilik rumah, tetapi kemudian bertanya, "Bibi, harga sewanya naik berapa banyak?"

"Sewa rumahnya naik menjadi enam yuan dan tangki gasnya juga naik menjadi enam yuan. Untuk trolinya, kamu pakai saja dulu."

Baiklah, semuanya naik berlipat ganda. Dalam satu bulan, uang dua belas yuan akan habis untuk membayar sewa rumah dan tangki gas. "Bibi, dalam satu hari aku hanya mendapatkan tiga hingga lima yuan. Kalau Bibi menaikkan harga sewanya sebanyak itu, sebagian besar penghasilanku selama sebulan akan habis untuk membayar sewa rumah saja. Bisakah Bibi naikkan sebesar dua yuan saja? Jadi totalnya hanya sepuluh yuan, bagaimana?"

Awalnya, rumah kecil ini kosong dan hampir roboh, tetapi Zhu Haimei tetap menyewanya karena ia membutuhkan tempat untuk menyimpan barang-barang yang ia gunakan untuk berjualan. Sejujurnya, rumah ini tidak layak untuk dihuni orang. Apakah akan ada orang lain yang mau menyewa rumah ini selain Zhu Haimei?

"Nona, putra tertuaku sebenarnya mau mengambil rumah kecil ini lagi dan tidak mau menyewakannya. Aku lalu membujuknya hingga akhirnya ia bersedia menyewakannya. Jika aku menyewakannya dengan harga sepuluh yuan per bulan, aku tidak akan bisa menjelaskan padanya saat aku pulang nanti."

Putra tertuanya mengatakan bahwa bisnis Zhu Haimei sangat sukses dan bisa menghasilkan uang sebanyak sepuluh yuan dalam sehari. Karena itulah, bibi pemilik rumah sengaja menaikkan harga sewa rumah dan tangki gasnya. Apalagi jika melihat beras yang direndam oleh Zhu Haimei di dalam baskom itu, beratnya pasti sekitar sepuluh sampai lima belas kilogram. Hal tersebut semakin meyakinkan bibi pemilik rumah kalau Zhu Haimei memang menghasilkan banyak uang dari bisnisnya.

Cih, barusan bibi mengatakan bahwa kehidupan keluarganya sulit, tetapi bukankah ia juga mendapatkan penghasilan dari menyewakan rumah? Sudahlah, Zhu Haimei enggan berselisih karena uang dua yuan. "Baiklah kalau begitu, dua belas yuan sebulan. Tapi Bi, jika Bibi menaikkan lagi harga sewanya, aku tidak akan menyewa rumah ini lagi."

Bibi pemilik rumah terlihat tidak menghiraukan kata-kata Zhu Haimei, dan justru mengambil uang yang ada di tangan Zhu Haimei, lalu pergi begitu saja dengan membawa apel. Kedatangan bibi pemilik rumah kali ini menyadarkan Zhu Haimei akan sesuatu, entah itu menyewa rumah atau melakukan hal lain, jangan sampai membuat perjanjian secara verbal. Baru dua bulan menyewa, bibi pemilik rumah sudah menaikkan harga sewanya. Siapa yang tahan dengan penggandaan uang sewa seperti ini? Padahal Zhu Haimei masih harus melanjutkan hidupnya.

Meskipun ia tidak masalah jika harus mengambil uang sebesar dua belas yuan per bulan dari tabungannya, tetapi hatinya merasa begitu tidak nyaman. Tadi malam ia demam, tubuhnya juga merasa lelah, apalagi kini suasana hatinya juga tidak baik. Sekarang ia sudah kehilangan semangat untuk bekerja.

Saat di lokasi konstruksi, tiba-tiba Xiao Huzi datang menghampirinya dengan cepat. "Kak, ada apa denganmu? Kenapa tidak bersemangat begitu?"

"Tidak apa-apa. Hari ini cuacanya agak panas. Apakah ini sudah cukup? Atau kamu ingin lauk lebih banyak lagi?"

"Tidak, tidak." Xiao Huzi dengan cepat menolak. Zhu Haimei biasanya sangat perhatian pada Xiao Huzi, ia sering menambahkan banyak lauk untuknya, jadi mana mungkin Xiao Huzi masih mau tambahan lagi sekarang? Xiao Huzi lalu mendongakkan kepalanya untuk melihat langit. Meskipun kemarin hujan, tetapi hari ini cuacanya memang cukup panas.

Xiao Huzi lalu berjalan pergi sambil sesekali melompat kegirangan. Hal itu membuat Zhu Haimei menjadi sedikit terhibur. Hari ini ada lebih dari satu orang yang peduli padanya seperti Xiao Huzi.

Sementara itu, Shen Dongyuan tampak sedang berdiri di belakang pohon besar dan melihat Zhu Haimei yang berdiri di depan troli, sedang sibuk menyapa dan melayani para pekerja dengan ramah. Shen Dongyuan juga tidak tahu mengapa ia bergegas datang ke sini setelah pulang dari pelatihan militer untuk melihat Zhu Haimei.

Zhu Haimei mengenakan topi jerami dan handuk di lehernya. Setelah menyajikan makanan, ia terkadang mengambil handuk dan menyeka keringat di wajah dan lehernya. Shen Dongyuan merasa sangat sedih jika mengingat kejadian tadi malam. Semalam, Zhu Haimei terjebak di tengah hujan dan berdiri sendirian di tempat yang gelap dan dingin demi menjaga trolinya. Shen Dongyuan menjadi semakin tidak enak hati saat tahu Zhu Haimei sudah keluar rumah di pagi buta padahal tubuhnya masih demam. Ia juga merasa malu ketika mengingat surat jaminan yang Zhu Haimei tulis saat meminjam uang darinya. Wanita itu sudah bekerja keras, tapi Shen Dongyuan malah memarahi nya di depan orang banyak waktu itu.

Para pembeli makanan di tempat Zhu Haimei perlahan-lahan mulai pergi. Shen Dongyuan lalu melihatnya mengisi air matang ke dalam cangkir teh dan meminumnya dengan sekali teguk. Zhu Haimei kemudian meletakkan cangkirnya lagi, dan mulai mengemasi barang-barang dagangannya.