Suatu pagi yang sejuk, terlihat dua orang sedang sarapan di Star Garden, di atas meja makan yang terbuat dari kayu hitam. Meja itu cukup panjang, hingga dapat memuat sampai sepuluh orang. Tapi nyatanya, hanya ada sepasang suami istri yang sedang duduk saling berhadapan, makan tanpa bersuara.
Disana, terlihat seorang pelayan yang selalu siap, berdiri di samping mereka. Suasana di sana tenang, namun terasa mencekam.
Lelaki itu makan dengan elegan, wajahnya tetap terlihat galak dan tanpa ekspresi. Kemeja hitam yang dikenakannya membuat wajahnya yang dingin terlihat semakin menakutkan dan berbahaya.
Ketika sumpit diletakkan, saudari Liu yang berada di sebelah mereka dengan sigap menyerahkan kain basah. Kemudian, Billy Li menyeka tangannya. Ia lalu meletakkan kain, kemudian berdiri dan mengangkat tangan untuk merapikan kancing manset berlian di lengan bajunya. Pelayan yang bertugas dengan sigap mengambilkan mantel dan membantu Billy Li untuk mengenakannya.
"Semuanya sudah siap, Bos." Steve masuk melalui pintu, kemudian mengangguk memberitahu bosnya. Melihat itu, Billy Li membalasnya dengan mengangguk juga, lalu berbalik, dan pergi tanpa memandang gadis yang duduk di seberang mejanya.
"Tunggu sebentar...!" Shia Tang meletakkan sendok porselen yang telah ia gigit di mulutnya, bangkit, dan memanggil Billy Li dengan tergesa-gesa. Billy Li menghentikan langkah. Ia sedikit berbalik, lalu setengah menunduk untuk menatap gadis itu dengan dingin.
Ia menunggu dan menunggu, tetapi tidak mendengar sepatah katapun suara dari gadis itu. Ketika ia mengerutkan alisnya dan berbalik untuk beranjak pergi, tiba-tiba tubuh Shia Tang yang lembut menerobos melewatinya dan membawa aroma yang wangi. Sepasang tangan mungil gadis itu pun menggenggam lengannya.
"Aku... aku ingin membicarakan sesuatu denganmu...!" Shia Tang akhirnya mengumpulkan keberanian untuk mengatakan hal yang sudah dipendamnya sepanjang malam, tanpa menyadari bahwa ia telah memegang lengan Billy Li.
Billy Li kembali menunggunya untuk berbicara. Aura yang dingin terpancar darinya ketika menunduk dan menatap Shia Tang. Pada akhirnya, karena kesabarannya semakin menipis, ia pun berkata "Kamu membuang-buang waktuku!"
"Aku ingin memberitahumu bahwa aku ingin belajar piano…." Dengan menggigit bibir, Shia Tang berhasil mengambil langkah kedua, kemudian melanjutkan kalimatnya, "Sebelum kita menikah, aku pernah ikut kursus piano, tapi belum sampai tuntas."
Mata dinginnya tetap menatap Shia Tang dengan tajam. Pria itu lalu mengangkat tangannya, semua orang disana sudah paham apa yang dimaksud Billy Li. Mereka pun segera pergi.
Sekarang hanya ada dua orang tersisa di aula yang besar ini. Entah karena suhu AC-nya terlalu rendah atau udara yang meresap dari lantai yang mengkilap ini. Rasanya, membuat aula yang sepi itu semakin terasa sunyi dan dingin.
Perlahan, Billy Li mengulurkan tangan dan mengangkat wajah Shia Tang yang seukuran telapak tangannya. Dengan suara yang sangat lembut, dia mengatakan "Baiklah. Tetapi, aku harus mendapatkan sesuatu sebagai gantinya."
Wajah Shia Tang menjadi pucat. "Apa?" tanyanya.
Jari-jari Billy Li membelai tubuh Shia Tang, membuat bibir gadis itu langsung bergetar. "Apakah ada orang yang pernah menyentuhmu seperti ini?" tanya Billy Li menggoda Shia Tang.
Shia Tang menggeleng, ia belum pernah berhubungan dengan lawan jenis.
"Apakah kamu pernah berangan-angan tentang ciuman pertamamu?" Billy Li kembali bertanya, terlihat dari matanya yang dingin bahwa dia juga sedang memikirkan sesuatu.
Wajah Shia Tang langsung memerah dan menunduk, tidak berani mengakuinya.
"Para gadis pasti pernah berkhayal tentang bagaimana nanti ciuman pertama mereka, bukan?" Billy Li melanjutkan pertanyaan sambil menatap wajah Shia Tang.
"Pernah, kan?" Billy Li mendesaknya, ibu jarinya yang kasar ikut menekan tubuh Shia Tang.
"Kalau begitu, gunakan itu sebagai gantinya!" itulah permintaan Billy Li kepada Shia Tang.
Kejadiannya terjadi begitu cepat. Saat berbalik, Shia Tang kemudian sudah diangkat ke atas meja. Ia pun terkejut. Billy Li menatap untuk waktu yang lama. Lalu, menghapus noda darah di sudut mulut Shia Tang. Setelah itu, Billy Li berhenti memandangnya, kemudian pergi begitu saja.
Shia Tang turun dari meja sambil menggigit bibirnya. Ia tahu bahwa Billy Li melakukannya hanya untuk menghancurkan fantasi indah di dalam benaknya. Ia tahu bahwa penderitaannya bukan tanpa alasan. Shia Tang tahu bahwa ia dapat dianggap sebagai pembayar hutang. Ia berpikir kalau hutang ini, pasti ada hubungannya dengan gadis kecil di dalam foto itu.
Tapi itu tidak menjadi masalah bagi Shia Tang, setidaknya pengorbanannya berhasil ditukar dengan niatnya belajar piano lagi...