Han Jingnian mendongak, menatap lampu itu selama beberapa saat, lalu melepas sepatu dan melangkah ke dalam rumah.
Setelah mengedarkan pandangan, seluruh ruang tamu terlihat kosong dan tidak ada tanda-tanda kehidupan.
Han Jingnian tidak terlalu lama berada di ruang tamu. Dia langsung menuju ke kamar tidur dan membuka pintunya. Namun yang menyambutnya hanyalah ruangan gelap. Han Jingnian lantas menyalakan lampu dan melihat sekeliling kamar. Dia melihat kalau kasur selebar dua meter itu bersih dan rapi, lalu ada bantal sofa yang jatuh ke lantai, ditambah gelas berisi kopi yang tersisa setengah masih berada di atas meja, dan jendela di balkon setengah terbuka ... Semua ini adalah keadaan kamar sejak dia pergi sore tadi.
Han Jingnian mengusap alisnya sejenak. Dia pergi ke kamar mandi, lalu pergi ke ruang ganti, kembali ke kamar tidur lagi, ruang membaca, ruang makan, dan dapur ... Setelah dia berjalan mengitari seluruh ruangan apartemen yang berukuran lebih dari 300 meter, dia sadar kalau wanita itu belum pulang.
Tapi ... Han Zhijin sudah pulang. Bagaimana bisa wanita itu belum pulang? Apa terjadi sesuatu di jalan?
Han Jingnian membuka lemari es dan melihat deretan minuman yakult disana.
Ini … minuman apa? Apa wanita itu biasanya minum minuman ini?
Han Jingnian tertegun sejenak. Dia mengambil sebotol yakult dan membuka segelnya perlahan, lalu duduk di sofa ruang tamu sambil minum, menunggu Xia Wanan dengan sabar.
Han Jingnian hampir menghabiskan seluruh isi yakult, tapi dia masih tidak melihat tanda-tanda kalau pintu apartemen dibuka.
Dia menatap pintu sebentar, lalu pergi ke ruang makan dan mengambil satu pak yakult.
Ketika Han Jingnian sudah menghabiskan satu pak yakult, Xia Wanan masih belum juga pulang. Dia menoleh melihat jam dinding yang menunjukkan sudah hampir pukul dua pagi.
Han Jingnian memasang wajah masam. Setelah duduk di ruang tamu sebentar, dia akhirnya memutuskan mengeluarkan ponselnya.
Han Jingnian melihat-lihat kontak yang berada di ponselnya, lalu menemukan nomor kontak Xia Wanan tak lama setelahnya. Dia menatap layar ponsel tersebut selama beberapa saat, namun akhirnya Han Jingnian memutuskan menekan nomor Han Zhijin dan meneleponnya.
Ketika teleponnya tersambung, terdengar suara Han Zhijin yang lemah, "Paman, apa kau menelepon untuk memeriksa aku menghadap dinding atau tidak? Aku sekarang sedang menatap dinding, jika kau tidak percaya kau bisa menelepon dengan panggilan video."
"Di mana wanita itu?" Han Jingnian mengabaikan Han Zhijin dan bertanya dengan tegas.
"Siapa?" Han Zhijin bertanya bingung.
"Menurutmu?" balas Han Jingnian dengan nada dingin.
Han Zhijin sedikit takut mendengarnya. "Paman, jika kau tidak mengatakan dengan jelas, lalu aku harus menjawab bagaimana? Jika kau memberitahuku secara langsung, aku juga akan langsung memberikan jawabannya padamu."
Han Jingnian memotong kalimat Han Zhijin dengan tidak sabar, "Han Zhijin, di mana wanita itu? Kau sudah pulang tapi kenapa wanita itu belum pulang sampai sekarang?"
"Apa yang kau maksud adalah bibi?" Han Zhijin malah balik bertanya, "Bibi hari ini tidak pulang ke apartemen. Apa dia tidak memberitahumu?"
Satu kalimat itu saja langsung membuat ekspresi Han Jingnian berubah sangat menakutkan.
Han Zhijin di seberang telepon sama sekali tidak bisa melihat ekspresi menakutkan Han Jingnian. Han Zhijin kembali melanjutkan, meski Han Jingnian tidak bertanya lebih jauh, "Bibi bersama teman-temannya. Apa kau mengenal teman-temannya? Bibi akan tinggal bersama teman-temannya malam ini karena mereka membeli banyak bir. Kata bibi, malam ini dia ingin menjadi peminum terbaik di Beijing."
"..." Han Jingnian hanya diam.
Han Zhijin kembali berkata, "Paman, apa ada masalah lain? Jika tidak, aku akan mengatakan padamu kalau dinding di depanku berkata kau sudah sedikit mengurangi waktuku menatapnya—"
"Dua puluh jam!"
Tanpa menunggu Han Zhijin menyelesaikan kalimatnya, Han Jingnian dengan wajah menahan amarah menambahkan hukuman pada Han Zhijin dan langsung menutup telepon.