Han Jingnian menaruh ponselnya di atas meja dan langsung pergi mandi.
Selesai mandi, dia keluar dan berbaring di kasur lalu memejamkan mata untuk tidur.
Kamar itu sangat tenang. Cahaya dari lampu tidur yang hangat di samping kasur membuat seluruh ruangan diselimuti dengan kehangatan.
Han Jingnian berbaring tak bergerak di atas tempat tidur, seolah-olah benar-benar tidur.
Tetapi setelah setengah jam, dia berguling. Setelah lima belas menit, dia berguling lagi. Sepuluh menit kemudian, Han Jingnian melempar bantal ke lantai. Lima menit kemudian, dia membuka selimut dan pergi ke kamar mandi. Setelah berbaring selama tiga menit, Han Jingnian mulai berguling lagi dan tidak tahu sudah berapa kali dia berguling-guling. Tiba-tiba Han Jingnian duduk dan mengambil telepon genggamnya.
Pikiran pertamanya adalah ingin menelepon teman Xia Wanan. Tapi ketika dia membuka kunci layar ponsel, dia sadar kalau tidak tahu siapa teman-teman Xia Wanan.
Baru saja Han Zhijin bertanya lewat telepon padanya, 'Bukankah kau kenal teman-temannya?'
Waktu itu Han Jingnian tidak terlalu memikirkannya. Tapi saat ini, kalimat itu seperti seorang pencuri. Dia tidak memperhatikan kalau kalimat itu bagai sedang mengendap-endap, bersiap menyergapnya, sehingga membuatnya tidak tenang.
Han Jingnian hanya ingat Xia Wanan memiliki dua teman dekat. Adapun nama keluarga atau namanya saja, di mana orang itu tinggal dan seperti apa penampilannya, Han Jingnian tidak tahu. Bahkan setengah dari kriteria itu Han Jingnian tidak tahu.
Wanita itu adalah istrinya. Wanita yang pulang ke rumahnya selama dua tahun ini, hanya diketahuinya sebagai Xia Wanan. Selain itu … dia tidak tahu apapun mengenai istrinya.
Setelah dipikirkan, pemahamannya terhadap Xia Wanan memang sangat buruk.
Setelah Han Jingnian memandang ponselnya cukup lama, akhirnya dia mencari nomor telepon Xia Wanan.
…
Di kediaman Song Youman.
Telepon di saku Ai Jiang bergetar sepanjang waktu, dan diam-diam dia mematikannya. Setelah beberapa saat, telepon lain masuk lagi.
Setelah beberapa kali, dia akhirnya tidak tahan lagi, lalu mendongak dan berpamitan pada Xia Wanan dan Song Youman, "Aku pergi ke kamar mandi dulu."
"Baiklah," jawab Xia Wanan dan Song Youman.
Ai Jiang berdiri perlahan dan langsung pergi ke kamar mandi.
Setelah menutup pintu, dia menyentuh layar telepon dan melihat panggilan yang masuk. Begitu telepon terhubung, tanpa menunggu orang di seberang telepon bicara, dia langsung berkata, "He Che, sudah berapa kali kukatakan, saat aku bersama teman-temanku yang kaya, jangan meneleponku. Jika aku dalam masalah, mereka semua punya mobil. Bagaimana mungkin aku bisa dalam bahaya. Ini Beijing, kau tidak perlu khawatir tentang hal itu. Tidak ada yang perlu kukatakan lagi padamu. Salah satu dari mereka baru saja putus cinta. Aku malu memberitahu mereka kalau aku sudah punya pacar. Aku khawatir mereka tidak senang setelah mendengarnya. Baiklah, aku tidak akan bicara denganmu sementara ini."
Setelah menutup telepon, Ai Jiang takut He Che akan meneleponnya lagi, maka dia memblokir nomor telepon pacarnya. Ai Jiang mencuci tangannya untuk berpura-pura selesai dari toilet, lantas berjalan keluar.
Xia Wanan dan Song Youman tidak tahu apa yang dilakukan Ai Jiang di kamar mandi. Melihatnya keluar, mereka langsung mengajak minum-minum lagi dengan semangat.
Ketiganya meminum bir dengan kadar alkohol yang tidak terlalu tinggi. Namun ketika mereka dikelilingi oleh botol-botol kosong, mereka sudah hampir sepenuhnya mabuk.
Song Youman yang mabuk bernyanyi sepanjang waktu, sementara Ai Jiang memegang botol kosong dan menyeringai ke dinding. Hanya Xia Wanan yang ada di kamar dan berguling-guling di atas selimut bersama anak-anak kucing milik Song Youman. Dia mengabaikan pandangan kucing kecil itu dan memejamkan mata.
Belum lama Xia Wanan memejamkan mata, tiba-tiba ponselnya berbunyi.
Xia Wanan mengangkat teleponnya. Dia sangat mabuk, sehingga dia menjawab telepon tanpa melihat siapa yang melakukan panggilan. "Halo?"
Di seberang telepon tidak ada suara.
Xia Wanan menguap dan akan membuka mulut karena di seberang telepon tidak ada suara. Dia mendengar suara laki-laki kemudian. "Kartu air di rumah ada di mana?"
"Huh?" Bir yang diminumnya tadi sangat keras, membuat Xia Wanan tidak bisa berpikir jernih. Dia hampir hilang kesadaran dan berkata, "Tunggu, kuingat-ingat dulu, akan kuberitahu kalau ingat."
Setelah mengatakannya, Xia Wanan langsung memutus sambungan telepon.