Chereads / Buka Matamu dan Lihat Aku / Chapter 57 - Apa Han Zhijin Sudah Pulang? (1)

Chapter 57 - Apa Han Zhijin Sudah Pulang? (1)

Makanan sudah dimasak dan disajikan di atas meja selama setengah jam, tetapi Han Jingnian hanya mematung di depan meja makan.

Pelayan yang berdiri di sebelah Han Jingnian tidak tahan lagi untuk melihatnya. Dia melangkah maju dan berbisik, "Tuan Han, kalau Anda tidak segera makan, makanannya akan dingin."

Han Jingnian tidak menjawab dan hanya menatap pelayan tersebut sekilas.

Tatapan matanya seperti es dan ditutupi dengan cahaya dingin, membuat orang yang dipandangnya merasa ketakutan.

Sikap Han Jingnian yang kejam sebenarnya tampak dari tatapan matanya. Sehingga hanya melihat tatapannya saja membuat pelayan itu merasa seolah tertusuk tepat di jantungnya.

Kaki pelayan itu rasanya seperti sudah sangat lemas dan hampir jatuh. Dia tidak berani mengatakan sepatah kata pun dan dengan segera meninggalkan ruang makan.

Para pelayan lain ketika melihat kejadian itu, mereka semua diam-diam menundukkan kepala, menghadap ke dinding, kemudian ikut keluar dari ruang makan.

Di dalam ruang makan yang awalnya sunyi, sekarang hanya tersisa Han Jingnian seorang diri.

Dia duduk bergeming di kursi dan menghadap piring di atas meja. Han Jingnian masih tidak menunjukkan tanda-tanda menggerakkan sumpit untuk makan.

Setengah jam...

Satu jam...

Tiga Jam sudah berlalu...

Jam besar di ruang tamu terdengar berdentang sebelas kali, menandakan sekarang sudah pukul sebelas malam.

Han Jingnian yang masih duduk di depan meja akhirnya bereaksi setelah bunyi dentang terakhir.

Dia menengok perlahan dan melirik jam di dinding.

Jam sebelas ... namun Han Zhijin masih belum kembali. Itu artinya ... apa wanita itu dan Han Zhijin masih belum selesai makan?

Han Jingnian tidak tahu apa yang terjadi padanya. Dia merasa sangat marah sehingga melampiaskannya pada orang lain, "Kemari!"

Di sudut ruang tamu, para pelayan berkumpul bersama, dan saat itu sedang mengobrol satu sama lain. Lalu ketika mereka tiba-tiba mendengar suara Han Jingnian, mereka langsung terdiam dan bergidik takut. Mereka saling melihat satu sama lain untuk waktu yang lama dan tidak ada yang berani keluar.

Suasana seluruh mansion jadi semakin menakutkan.

Para pelayan hanya saling mengobrol satu sama lain melalui tatapan mata. Mereka saling menebak apa yang akan terjadi jika mereka masuk ke ruang makan. Para pelayan bingung tidak tahu harus melakukan apa dan masuk ke tempat eksekusi. Dengan tatapan ketakutan, mereka melangkah menuju ruang makan. Mereka tidak berani terlalu dekat dan berdiri lima meter dari Han Jingnian. Seorang pelayan yang paling kecil dengan suara tak berdaya memberanikan diri untuk bertanya, "Tuan—Tuan Han, apa ada yang Anda butuhkan?"

Suara han Jingnian begitu tenang, namun terdengar kalau dia sedang menahan marah seolah ingin membunuh seseorang. "Telepon Han Zhijin dan tanyakan jam berapa dia pulang."

"Baik." Mendengar Han Jingnian selesai bicara, pelayan itu merasa seperti baru selesai mengikuti lomba lari 100 meter. Mereka dengan segera pergi ke ruang tamu untuk menelepon Han Zhijin.

Setelah menutup telepon, pelayan itu perlahan-lahan membuka pintu ruang makan seperti siput. "Tuan muda bilang kalau sekarang masih belum terlalu malam. Tuan muda baru saja tiba di KTV, dan tempat itu masih ramai..."

Setelah mengatakannya, pelayan merasa suasana dalam ruang makan semakin dingin. Sehingga dia bahkan tidak berani bicara lagi dan segera meninggalkan ruang makan.

Seluruh mansion seolah-olah berubah beku, sunyi, dingin, dan terasa ada aura membunuh.

Ketika jam besar di ruang tamu berdentang dua belas kali, Han Jingnian membuka mulutnya lagi. "Telepon Han Zhijin lagi!"

Pelayan itu dengan segera menelepon Han Zhijin kembali.

Setelah menutup telepon, pelayan tersebut dengan segera berlari kembali ke dalam ruang makan. Dia berdiri sedikit lebih jauh lagi dari Han Jingnian. "Beliau mengatakan kalau sedang karaoke dengan nyonya muda, dan saya tidak boleh mengganggunya lagi. Lalu sebelum saya mengatakan sesuatu, tuan muda sudah memutus teleponnya."