Setelah kembali dari Shanghai, Luzhou menghabiskan waktunya dengan mempersiapkan diri untuk konferensi Princeton bulan depan. Ia mempelajari makalah-nya tentang pembuktian Teori Zhou berulang-ulang, bahkan ia mempersiapkan diri untuk kemungkinan-kemungkinan pertanyaan yang akan ditanyakan para partisipan.
Ini bukanlah konferensi biasa, ini adalah konferensi yang membawa nama Universitas Jinling di mata internasional, di mata sebuah universitas terkemuka. Pihak administrasi universitas memberinya tiket pulang pergi dan uang saku sebesar 2000 dolar Amerika.
Bahkan, Bapak Qin juga berjanji bahwa jika uang itu tidak cukup, pihak universitas akan menambahkan kekurangannya saat ia pulang.
Namun, Luzhou merasa jika tidak ada keperluan mendadak, dua ribu dolar sudah cukup untuknya.
Tempat tinggal dan makanan sudah diurus oleh pihak kampus, dan selain untuk menyewa taksi dan transportasi lainnya, ia bahkan tidak tahu harus menghabiskan uang untuk membeli apa.
Waktu berlalu cepat, dan tidak terasa, sudah tanggal 29 Januari.
Sekarang, Dosen Tang mengantarkannya menuju bandara.
"Setelah sampai di sana, berhati-hatilah dan jaga dirimu. Jangan pergi ke tempat yang terlalu ramai, jangan dekat-dekat dengan kaum kulit hitam, jauhi orang-orang yang memakai pakaian aneh-aneh…"
Selama perjalanan, Dosen Tang terus memberikan peringatan, hingga Luzhou merasa seperti ia tidak sedang pergi ke Amerika Utara, tapi Afrika Utara.
Walaupun ia mengerti bahwa Dosen Tang melakukan itu karena khawatir, namun ini sudah terlalu parah.
Luzhou kemudian menjawab sembari tertawa, "Iya, iya Pak! Aku pasti akan kembali hidup-hidup."
Namun, setelah mengatakan itu, Luzhou seketika menyesal.
Tunggu, tunggu! Ia harus berhati-hati dengan ucapannya.
"Bicara apa sih?" Dosen Tang menjadi sebal mendengar perkataan yang mengundang sial itu. Ia menepuk pundak Luzhou dan berkata, "Nak, aku sudah mengatakan kepada muridku yang ada di sana, namanya Kakak Luo. Saat kamu turun dari pesawat, pergilah ke rute yang sudah kutunjukkan, dan saat kamu tiba di Princeton dia akan mengantarmu."
Mendengar perkataan tersebut, Luzhou menggaruk bagian belakang kepalanya, "Wah, murid Bapak benar-benar tersebar di seluruh penjuru dunia."
"Haha, biasa saja kok."
Dosen itu tertawa.
Sudah jelas, sebenarnya pria tua itu merasa bangga.
Tidak lama kemudian, mereka tiba di tempat tujuan.
Luzhou membawa koper-nya, lalu berpamitan kepada Dosen Tang, dan berbalik untuk pergi ke checkpoint.
Setelah beberapa saat, ia naik ke pesawat dan terbang menuju Amerika.
Petualangannya di Amerika Utara telah dimulai.
...
Princeton berada di antara New York dan Philadelphia, sebuah kota yang relatif tenang di antara dua kota metropolitan besar yang kental dengan kapitalisme.
Tempat itu sangatlah sepi, indah, dan cocok untuk belajar… Namun, di sisi lain, kota ini juga mencontoh New Jersey dalam dua aspek, yaitu… Transportasi umum yang tidak nyaman.
Di sana, surat izin mengemudi dan kartu identitas penduduk digabungkan menjadi satu, sehingga nyaris tidak mungkin seseorang tidak memiliki mobil pribadi. Akhirnya, transportasi umum tempat ini menjadi tidak nyaman.
Menurut rencana perjalanan pemberian Dosen Tang, Luzhou harus berganti kereta dua kali untuk pergi ke Princeton dari Philadelphia.
Awalnya, Luzhou berusaha mencari rute paling singkat dengan bantuan peta, namun ia akhirnya menyerah dan memutuskan untuk naik taksi nanti.
Yah, lagi pula biaya perjalanan dibayar oleh kampus, jadi ia tidak perlu terlalu hemat.
Karena terlalu kelelahan untuk melihat rute transportasi lainnya, Luzhou pun segera tertidur.
Setelah terbang selama lebih dari 25 jam dan terbangun beberapa kali, akhirnya pesawatnya pun tiba di Bandara Internasional Philadelphia.
Akibat perbedaan zona waktu, matahari masih bersinar di tempat tersebut.
Luzhou berjalan melewati kerumunan orang-orang lalu pergi keluar, dan menghentikan taksi yang berhenti tepat di luar bandara.
Untungnya, pengemudi taksi adalah keturunan China dengan aksen Jiangcheng.
Mendengar Luzhou berbicara, mata pengemudi itu tampak berbinar.
Walaupun setiap provinsi memiliki perbedaan dan persaingan ketat di China, di luar negeri, semua orang dari China adalah teman!
Pengemudi taksi itu membantu Luzhou memasukkan barang-barangnya, sebelum duduk kembali ke kursi pengemudi dan bertanya, "Kemari untuk sekolah, ya? Kamu mau ke mana?"
Luzhou memutuskan untuk menjawab tanpa perlu menjelaskan panjang lebar, "Universitas Princeton. Apakah bisa masuk ke kawasan universitas?"
"Tentu saja bisa." Pengemudi itu tersenyum, mengingatkan Luzhou untuk mengenakan sabuk pengaman sembari mengatur argometer, dan menyalakan mesin.
Sangat jarang seorang pendatang dari China bisa bertemu dengan orang satu negara. Pengemudi taksi itu banyak berbicara, mulai dari kehidupan di Amerika Serikat, situasi internasional, hingga akhirnya, topik mereka menjadi tentang keselamatan.
"Sebenarnya, memang ada bahaya, namun tidak separah perkataan dosen-mu. Princeton adalah negara bagian yang cukup aman, tapi sebaiknya jangan keluar saat malam, terutama jika kamu tidak punya mobil, karena kamu akan menjadi sasaran empuk. Tapi di sisi lain, jika kamu sampai menjadi korban, mereka akan pergi jika kamu memberikan dompetmu. Biasanya, jika mereka tidak terlalu memaksa, mereka tidak akan mau terkena masalah kriminal yang terlalu berat juga."
Luzhou tertawa, "Bukankah pria tidak perlu terlalu khawatir? Para perampok akan berusaha menyasar wanita, kan?"
Bapak pengemudi taksi tertawa, "Tidak selalu wanita, Nak."
Luzhou tampak tak paham.
Kenapa bisa begitu?
Memangnya orang-orang pendatang dari luar negeri itu sasaran empuk sampai segitunya, ya?
Dan tertawanya pria ini…
Rasanya, bapak pengemudi taksi ini punya cerita unik…
Setelah satu atau dua jam, mobil mereka sampai di Princeton.
Sepertinya, pengemudi taksi ini sangat berpengalaman. Ia segera masuk ke dalam kota dan membawa Luzhou ke pintu masuk kawasan universitas.
"Namaku Zhang Hai, ini kartu namaku. Jika kamu membutuhkan transportasi, hubungi aku."
Setelah membantu Luzhou menurunkan koper, supir taksi itu kembali ke dalam mobilnya dan segera pergi.
Luzhou membawa koper-nya masuk melalui gerbang, ia merasa seolah telah melupakan sesuatu.
Akhirnya, tiba-tiba ia teringat bahwa Dosen Tang telah meminta Kakak Luo, salah satu muridnya, untuk menunggu di dekat stasiun.
Ekspresi Luzhou berubah kecut bercampur malu. Ia segera mengambil telepon genggam-nya, melepaskan kartunya dan mengganti kartu dengan kartu sementara, dan menelepon Kakak Luo untuk meminta maaf.
Untungnya ia segera menelepon, karena Kakak Luo baru saja mau masuk ke dalam mobil dan belum berangkat.
Setelah menutup telepon, Luzhou memandang ke luar gerbang, melihat-lihat jalanan di luar.
"Administrasi sekolah telah memesankan kamar di Hotel Princeton, tapi di mana letak hotel ini?"
Sepertinya, ada alamat dalam undangan, namun undangan-nya disimpan di dalam koper.
Apa dia benar-benar harus membuka koper di sini?
Merepotkan sekali…
Saat ia melihat-lihat di gerbang universitas, ia melihat seorang wanita pirang yang mengenakan pakaian berwarna abu-abu dan syal merah.
Melihat koper di sisi Luzhou, wanita itu bertanya dengan heran, "Mahasiswa baru?"
"Bukan, aku bukan mahasiswa baru." Ujar Luzhou sambil tersenyum malu, "aku hanya ingin bertanya, kalau ingin pergi ke ruang konferensi matematika harus lewat mana?"
Wanita itu memandang Luzhou.
"Namamu siapa?"
"Luzhou."
"Konferensi ini adalah konferensi Akademik Matematika yang diadakan oleh Asosiasi Matematikawan Negara, kan? Kalau begitu, kamu salah tempat." Wanita itu tersenyum dan menunjuk ke hotel di seberang, "Memang benar, kelas-kelas dan sesi-sesi kunjungan dilakukan di ruang auditorium Universitas Princeton. Tapi, konferensi ini diadakan di hotel seberang sana, di seberang Bundaran Palmer."
Luzhou kemudian menjawab, "Di seberang Bundaran Palmer? Baiklah, terima kasih."
Wanita itu tersenyum, "Sama-sama… Luzhou, kamu benar-benar bekerja keras, ya? Aku sudah membaca makalah-mu tentang distribusi bilangan prima mason dan Teori Zhou. Makalah itu sangat hebat, pantas saja Profesor Deligne juga memujimu."
Luzhou tersenyum malu, "Ah, kamu terlalu memuji."
Ia merasa malu karena solusi teori itu diberikan oleh Sistem. Dengan kata lain, ia menggunakan bantuan sihir.
Namun, di sisi lain, Sistem itu adalah miliknya, dan ia juga melakukan semua perhitungan yang dilakukan oleh Sistem. Jadi, bukankah ia bisa merasa sedikit percaya diri?
Yah, sebenarnya sih, tanpa bantuan Sistem pun, ia bisa menyelesaikan dan membuktikan teori tersebut setelah ia meningkatkan level matematika-nya.
Wanita itu lalu menjawab, "Tidak perlu malu-malu. Aku juga menunggumu presentasi, dan aku sudah menyiapkan pertanyaan-pertanyaan. Akan kuantarkan."
"Terima kasih banyak… Kalau boleh tahu, siapa namamu?" Ujar Luzhou.
Wanita itu lalu menjawab dengan santai, "Namaku Molina Abel. Aku tidak menyukai nama belakang-ku, jadi panggil saja aku Nona Molina."