"Karena aku tidak membawa uang cash... maka sebaiknya biaya hotel kau yang menanggungnya. Kau yang memesan maka kau yang harus membayarnya. Aku yakin kau hanya akan rugi beberapa juta rupiah," seru Monica sambil tersenyum sekedarnya.
Ia tahu hotel yang mereka tempati sekarang bukan hotel yang murah. Karena itu, walaupun hotel ini termasuk hotel yang mewah dan berbintang, Monica sama sekali tidak perduli berapa banyak uang yang akan laki-laki ini keluarkan.
"Aku akan pergi dan ingat!! Kita sudah tidak punya urusan apapun lagi setelah ini. Kau mengerti?" seru Monica lagi mengingatkan.
Laki-laki itu tak bergeming. Dia tetap diam dan tenang.
Sehingga Monica akhirnya memutuskan untuk pergi dari tempat itu secepat mungkin yang ia bisa. Sebelum keluar Monica ia sempat berbalik sedikit ke pria itu lagi.
Pria itu meraih 2 lembar tiket dari Monica dan menatapnya dengan pandangan yang kosong. Monica hanya mengerutkan kening.
Laki-laki yang aneh.
Monica masuk ke dalam rumah dengan mengendap-endap. Diamatinya keadaan sekitar. Kosong. Tak ada seorangpun dan itu berarti aman. Dengan langkah tenang, ia melewati ruang tamu kemudian berjalan menuju ke lantai atas melewati ruang tengah. Tiba-tiba sebuah suara menghentikannya melangkah.
"Darimana saja kau?" tanya sebuah suara berat yang mengejutkan Monica. Ia berbalik dan menemukan seorang pria tua duduk di atas sofa dengan tangan tersilang dan wajah yang tegang.
"Kakek?" Monica menatap pria itu lalu terdiam.
"Kenapa kau tidak menjawab? Kakek sedang bertanya padamu. Kau darimana saja? Kau menghilang begitu saja tanpa kabar dan sekarang kau baru pulang ke rumah? Apa kau lupa bahwa kau masih memiliki tempat untuk tinggal?" tanya Kakek sekali lagi dengan suara khasnya. Terlihat jelas Kakek merasa pusing melihat tingkah laku cucu perempuan satu-satunya itu yang semakin sulit diatur.
Dan Monica juga merasa pusing dengan sikap mendikte kakeknya yang tiada habisnya.
"Bukankah seharusnya daripada pertanyaan aku darimana dan apa yang aku lakukan, yang seharusnya kakek tanyakan adalah kenapa? Apa sebenarnya alasannya kenapa aku tidak pulang ke rumah?"
Sejujurnya ia sudah sangat lelah untuk membalas. Tapi karena Kakek selalu bersikap bahwa dirinyalah yang paling benar dan orang lain yang selalu salah menurutnya, Monica merasa perlu meluruskan sesuatu.
"Kenapa kakek tidak bertanya pada orang suruhan kakek?" tanya Monica kemudian, "Bukankah mereka selalu mengawasi semua gerak-gerikku? Apapun yang aku lakukan dan kemanapun aku pergi, bukankah Kakek menyuruh mereka untuk terus membuntutiku?"
Kakek menjadi geram, "Kau..!! Inikah sikapmu terhadap Kakekmu sendiri?"
Monica bersikap tak perduli. Hal itu semakin membuat Kakek geram.
"Lihat sikapmu ini!! Ini semua pasti karena pengaruh dari pria tidak berguna itu. Sudah Kakek katakan bukan, Kakek tidak akan pernah menyetujui hubungan kalian sampai kapanpun!"
Entah masalah apa yang dibahas, Kakek pasti akan menyakut-pautkannya dengan hal lain yang tidak ada hubungannya. Karena itulah ia malas harus beradu-argumen dengan Kakeknya.
"Ya, aku memang sudah tidak perlu restu dari Kakek lagi. Hubunganku dengan Hendrik sudah berakhir. Kakek puas sekarang? Dia sudah bersama dengan wanita lain sekarang. Dan orang itu adalah Sandra. Sahabat dekatku sendiri. Jadi tolong. Jangan mengungkitnya lagi!"
Kakek terkejut mendengarnya. Tapi kemudian bersikap seolah itu bukan hal yang mengejutkan, "Benarkan? Sejak awal Kakek memang tidak pernah menyukainya. Dan sekarang terbukti bahwa pria itu bukan calon yang baik untukmu!"
Monica menghelah napas.
Ia merasa sedih sekaligus kecewa. Kakek terlihat lebih perduli tentang kenyataan bahwa dirinya benar selama ini tentang Hendrik ketimbang bagaimana perasaan cucunya sekarang setelah apa yang sudah menimpanya.
"Tapi apa yang kau katakan tadi? Dia sekarang bersama dengan Sandra? Temanmu yang berambut ikal itu?" tanya Kakek akhirnya setelah ia kembali mencerna ucapan Monica barusan.
"Ya.. Karena itu tolong hentikan pembicaraan ini sekarang. Aku sangat lelah dan tidak punya tenaga untuk bicara atau ribut dengan Kakek saat ini. Jadi bisa 'kan aku istirahat sekarang?" balas Monica dengan putus-asa.
Monica berbalik dan bermaksud melangkahkan kakinya pergi ke atas tapi Kakek langsung menghentikannya.
"Berhenti! Kakek belum selesai bicara," serunya lantang.
"Apa lagi sekarang?" Monica berbalik dengan tanpa semangat.
"Kakek sudah membuat keputusan. Kakek akan menjodohkanmu dengan anak kenalan Kakek," lanjut Kakek yang langsung membuat mata Monica terbelalak.
"Apa??" Monica merasa ia telah salah mendengar sesuatu.
"Jangan menolak keputusan Kakek. Hal ini sudah menjadi keputusan yang tidak akan bisa diganggu gugat. Kau akan Kakek tunangkan dengan pria pilihan Kakek. Dan besok, Kakek akan membawamu untuk menemuinya."
Seperti dihantam bola besar. Pikiran Monica langsung melayang entah kemana. Ia tahu dengan pasti, keputusan Kakek tidak akan pernah bisa dirubah. Hanya akan menjadi percuma jika ia tetap memaksa untuk berdebat dengan Kakek sekarang. Lagipula, tenaganya saat ini sudah terkuras habis akibat masalah yang timbul dalam kehidupan asmaranya. Ia sudah tidak sanggup jika masih harus berdebat dengan Kakek yang lebih keras kepala daripada dirinya sekarang.
"Kita bicarakan ini lagi besok," ucap Monica lirih.
Monica melangkahkan kakinya dengan gontai menuju ke kamarnya.
Ia tak menyangka masih ada kejutan lain yang disediakan untuknya. Dan ia harus akui bahwa kabar terakhir ini adalah kabar yang paling mengejutkan diantara semua kabar mengejutkan lainnya dalam dua hari ini.
Perjodohan?
Serasa dunia akan kiamat..
***
Berapa kalipun Monica memohon pada Kakek untuk menghentikan perjodohkan bodoh itu setelah akhirnya ia punya tenaga untuk berdebat dengan Kakek, kakeknya itu sama sekali tidak mau mendengarkannya.
Apa sih yang sebenarnya ada dipikiran Kakeknya itu? Kenapa dia harus terus memaksakan kehendaknya pada Monica. Ia jelas bukanlah boneka yang bisa dengan mudah dipergunakan begitu saja.
Monica tahu ia telah sangat salah dalam memilih pasangan. Tapi itu tidak menjadikan alasan bagi Kakeknya untuk memaksa dirinya bertunangan dengan orang yang bahkan tidak dikenalnya. Apa Kakeknya pikir dirinya tidak sanggup dalam mencari pasangan hidup sehingga membuatnya sampai harus melakukan semua hal sampai sejauh ini?
Lagipula, apa yang dilakukan Kakeknya ini tidak menjamin bahwa pilihannya itu adalah pilihan yang benar. Kakeknya 'kan tidak terlalu mengenal anak dari kenalannya itu. Bisa saja, kenalannya itu mungkin memang berasal dari keluarga baik-baik dan memiliki sifat yang baik seperti yang dikatakan Kakek. Tapi itu tidak menutup kemungkinan bahwa anaknya memiliki sifat yang sama sekali berbeda dari kedua orangtuanya. Atau mungkin juga sifat sebenarnya keluarga itu berbeda dari apa yang mereka perlihatkan di muka umum.
Apapun itu, semuanya mungkin saja terjadi bukan?
Monica sama sekali tidak bisa menerima semua ini. Ia sudah muak terus dipaksa melakukan hal yang tidak pernah ia setujui dan senanginya. Bagaimanapun juga ia harus memikirkan cara untuk menggagalkan rencana Kakek. Ia harus melarikan diri dari acara pertemuan ini sekarang.
***