Chereads / Traumatik / Chapter 19 - Langkah Pertama

Chapter 19 - Langkah Pertama

***

Waktu menunjukkan tinggal beberapa menit lagi sebelum pengumpulan. Devan meletakkan pensil dan kali ini ia gantian menengadah ke atas. dengan santai menyandarkan tubuhnya. sudah selesai. ia bisa menyelesaikan soalnya lebih cepat dari yang ia duga.

"se-ma-ngat" bisik Devan kepada teman di sebelahnya itu. lalu ia tersenyum. ia melihat lagi ke arah sekitar. anak anak lain dari berbagai daerah juga tengah menghadapi hal yang sama dengannya. mereka masih asyik menulis. Devan ingin bersekolah dengan mereka. Devan mau belajar bersama mereka dan lulus bersama dari sini. Devan tersenyum dan terus menyemangati Axel di sebelahnya. yang ditanggapi dengan hal yang sangat berbeda oleh Axel tentu saja.

Axel mendengus kesal dan menatap sinis ke arah Devan saat melihat anak desa itu sudah selesai dan kini ia malah mengejek dirinya. cepat sekali. banyak anak lain yang belum selesai. dan Axel ia baru menyelesaikan separuh dari soal yang di berikan. dasar anak kumal, lihat saja ia yang akan menang nantinya. anak kota sepertinya tidak boleh kalah dengan anak desa sepertinya.

***

Devan mengambil tempat duduk di sebelah Axel saat pengumuman akan di katakan disini. Axel tampak kesal saat Devan duduk di sebelahnya dengan santainya. tidak tau kalau Axel sangat tidak suka dengan apa yang dilakukan oleh anak yang dirasanya gak sederajat dengan dirinya yang modern. Axel mengeser tempat duduknya agak jauh dari Devan dan mendecih malas.

"Axel...-" baru saja Devan hendak memulai pembicaraannya. Axel sudah mengelak dengan kasar. ia tidak suka anak seperti Devan seenaknya sok kenal dengan dirinya ini.

"jangan sebut namaku" ketus Axel. memainkan kedua matanya malas ke arah lainnnya. gak ada tempat lain apa?. sok dekat dekat seperti ini.

"ah maaf, baru kenal ya!" Devan mengaruk bagian belakang kepalaku dengan canggung. ia menatap ke arah Axel dan menatap lagi ke arah depan dimana panitia mulai berjalan ke arah tengah mengumumkan hasil.

"semoga kita berhasil ya" seru Devan dengan ramah. Axel memilih untuk mengabaikannya saja. ia melipat kedua tangannya dengan malas. berharap semuanya akan selesai dan dia akan pergi dari sini dan tidak harus bertemu dengan anak gak update sepertinya.

***

"Baik , untuk yang satu ini sama sekali tidak disangka memiliki nilai sempurna dan kemampuan seni dan komentar yang luar biasa, sambutlah Devan!"

Axel terkejut saat mendengar nama Devan di sebut. tampak Devan yang menatap ke arah depan dengan kedua mata berbinar dan terkejut. ia melihat ke arah Axel di sebelahnya. ia tersenyum dan tampak senang sekali. syukurlah, ia sudah berusaha sekuat mungkin.

"Dipersilahkan dengan peserta Devan yang berasal dari desa anggrek" seru panitia sekali lagi. semuanya tampak kaget saat Devan berdiri dan mereka mulai berbisik bisik. Devan senang sekali, Devan merasa dadanya berdegup sangat kencang saat berdiri. dia tidak menyadari berbagai tatapan orang orang yang menatapnya dengan kesal karena merasa bahwa ia tidak pantas mendapatkan hal itu. anak Kumal dan berasal dari desa terpencil.

***

Devan melihat ke arah sekitar dengan tatapan bangga. Devan tidak menyadari kalau banyak dari orang tersebut yang tidak senang dengan penghargaan yang diraih oleh anak tak berstatus seperti Devan. Padahal mereka sudah berusaha keras dan Devan mendapatkan semua itu. Apalagi Devan berasal dari daerah lain yang dirasa bermartabat rendah. Mereka semua menatap Devan dengan iri dan ada pula beberapa rumor yang mulai beredar kalau Devan melakukan hal curang untuk mendapatkan nilai sempurna dan pujian dari panitia.

"Terima kasih!, saya berharap bisa berteman dengan kalian semua" seru Devan dengan senyum ramah.

Devan melangkah ke bawah setelah mendapatkan penghargaan. ia turun dan duduk di sebelah Axel. Axel tampak jelas kaget dan bertambah kesal. ia mulai melirik Devan sebagai sesosok ancaman di sebelahnya. apalagi ia merasa kalau harga dirinya tercoreng karena Devan. anak yang baru saja ia kenali itu bisa mencapai nilai bagus. sedangkan dirinya harus berusaha keras untuk mengerjakan soal soal.

"ck menyebalkan sekali"

***

Devan duduk tenang sembari menunggu pengumuman selanjutnya. tentang nama nama anak lainnya. selain dirinya ada seorang lagi yang mendapatkan penghargaan. itu adalah anak yang memakai kacamata dan berambut hitam. Devan bisa mendengar kalau mereka semua membicarakan anak itu. kalau misalnya anak itu sangatlah hebat dan pintar. mereka semua tampak memuji anak itu. Devan melihat dengan tatapan kagum. mungkin saja ia akan bisa belajar bersama anak itu.

"...Axel..." nama Axel di sebutkan setelah beberapa deret nama lainnya yang lulus dengan nilai biasa saja. Axel bangun dari tempat duduknya. ia berhenti, melihat ke arah Devan yang menyeret ujung baju yang ia kenakan. Devan tersenyum dengan maksud baik tentu saja. ia senang Axel lulus dan mereka bisa bersekolah bersama-sama.

"Semangat ya" seru Devan ramah. Axel mendecih kesal. sok sokan baik. dengan kasar Axel menepisnya. dan berlalu begitu saja pergi. ia benci sekali dengan anak itu. mentang mentang ia pintar. apapun bisa ia lakukan. sok sokan baik pula. ia mengejek dirinya pula. dan Devan anak desa Kumal itu, malah lebih tampan darinya. benar benar. anak kurang ajar yang penuh keberuntungan. kesan pertama Axel tentang Devan sudah buruk dan sekarang. ia benar benar membenci Devan untuk alasan Devan adalah sosok munafik.

***

Devan akhirnya lulus. ia kini mendapatkan sekolah asrama yang ia impikan dengan begini kehidupannya di kota akan terjamin. Devan masuk ke dalam kamar yang kecil disana. melihat lihat kondisi kamarnya itu. cukup besar, dan juga nyaman. Devan meletakkan tas miliknya dan mulai merapikan benda benda di dalamnya. buku diary miliknya. biasanya saat Devan sendirian. ia selalu mengambar di diary ini.

Devan juga membawa sapu tangan yang diberikan ibunya. ah..dia jadi rindu sama ibunya. bagaimana kabarnya?. Devan juga merapikan pakaian pakaian yang ia bawa. sangat sederhana. dan ia menabung uang yang tersisa. Devan itu anak yang rajin dan juga rapi. ia akan hidup dengan mandiri disana. dan buku diary ini akan jadi salah satu benda paling berharga miliknya. Devan melihat ke arah kumpulan obat yang ia bawa.

***

Stadium 1.

***

Obat asma dan obat anemia untuk penambah darah. Devan sudah mengalami penyakit ini sejak lahir. tubuh Devan terlalu lemah untuk ukuran seorang anak laki laki. tapi meskipun begitu Devan masih ingin hidup. Devan akan menjaga obat ini dan memakai nya sedikit demi sedikit. Devan jarang kambuh paling kalau ia merasa takut dan merasa gugup. dan anemia terjadi kalau ia kekurangan darah terlalu banyak dan tak jarang ia pingsan karena kedua penyakit mematikan itu.

tidak ada yang tau tentang penderitaan Devan yang harus terus mengonsumsi obat pahit seumur hidupnya itu. Harus tinggal berbarengan dengan penyakit yang terus menggerogoti kehidupannya. Devan tidak tau kalau penyakit ini akan terus bertahan atau mungkin saja tidak akan pernah sembuh. jadi Devan mulai membiasakan diri untuk hidup dengan penyakit ini. ia tidak harus selalu menyesali kehidupannya. dan sekarang ia akan hidup demi ibu. Devan ingin agar dirinya berbahagia. apakah bisa?.

***