Chereads / Magical World:The Lost Prince / Chapter 3 - Malam yang aneh

Chapter 3 - Malam yang aneh

Hanya tinggal satu apartemen di lantai itu yang belum dia ketuk. Untuk sesaat Justin ragu untuk meminta tolong padanya. Justin tahu pria misterius itu hampir selalu di rumah. Tapi jika Mr. Holland yang tidak semisterius dirinya saja tidak mau membantunya, bagaimana bisa dia berharap pada pria yang bahkan tidak dia ketahui namanya. Tapi dia sudah benar-benar putus asa.

Dengan ragu akhirnya dia mengetuk pintu apartemen itu. Berkali-kali dia mengetuk tetapi tidak ada juga yang membukakan pintu. Karena kesal, Justin memukul gagang pintunya, dan tanpa dia sangka pintu itu langsung terbuka. Pikirnya, karena pintu tidak terkunci orang itu pasti ada di dalam. Meski takut Justin tetap masuk kedalam apartemen itu.

Sambil berjalan perlahan, Justin mengamati sekeliling ruangan apartemen itu. Justin cukup terkejut karena apartemen itu begitu kosong hampir seperti sebuah apartemen yang tidak berpenghuni. Dia terus berjalan masuk ke ruangan berikutnya. Bukan pria misterius itu yang ia temukan, tapi justru sesuatu yang sangat mengejutkan dirinya.

Seorang gadis seusia dirinya dengan kedua tangannya tampak terikat erat oleh kain bermotif aneh yang dihubungkan ke kaki lemari besi. Dia sangat terkejut dengan apa yang dia lihat. Pikirannya langsung mengarah kemana-mana. "Laki laki itu pasti seorang penculik?". Ucap Justin pada dirinya sendiri. Tanpa berpikir panjang, Justin langsung mencoba untuk menolong gadis itu, yang kini sedang menatapi dirinya, tanpa berkata apapun.

"Kau baik-baik saja? Siapa namamu? Apa pria itu menculikmu?" tanya Justin beruntun.

"Tenang saja, kau tidak perlu takut. Aku akan menolongmu." lanjut Justin karena gadis itu tidak menjawab pertanyaannya.

Bukannya mengatakan sesuatu gadis itu justru semakin menatap Justin dengan tatapan yang semakin tajam. Justin sedang mencoba untuk melepaskan ikatan di tangan gadis itu, ketika dia sadar gadis itu masih terus menatapnya. Ketika Justin balik menatap gadis itu, sesuatu yang sangat tidak masuk akal terjadi. Kedua bola mata gadis itu tiba-tiba saja berubah menjadi warna biru dan sedikit bersinar. Terkejut, Justin secara reflek langsung menjauh. Ikatan pada tangan itu sudah setengah terlepas. Cukup mudah bagi gadis itu melepaskannya sendiri. Kini tiba-tiba saja Justin merasa menyesal sudah mencoba untuk melepaskan ikatan itu.

Seperti dugaan Justin, gadis itu berhasil melepaskan ikatannya. Perlahan dia berjalan mendekati Justin. Rasa takut, penasaran, sekaligus terkejut membuat Justin tidak mampu untuk bergerak. Gadis itu berhenti tepat di depan Justin dan kembali menatap mata Justin. Perlahan dia mengulurkan tangannya pada Justin seperti meminta Justin untuk menggapai tangannya. Baru saja Justin akan menerima uluran tangan gadis itu, ketika tiba-tiba pria misterius itu datang dan menghentikannya.

Pria itu menarik Justin membuat Justin terjatuh kedekapannya. Belum selesai Justin terkejut, tiba-tiba saja cahaya yang sangat terang keluar dari mulut gadis itu, tepat mengenai Justin dan pria itu. Justin merasa sedikit ngilu di badannya ketika cahaya itu mengenai pundaknya. Entah mengapa rasanya seperti Justin menerima pukulan yang cukup keras.

Pria misterius itu mendorong Justin sampai Justin terjatuh cukup jauh darinya. Justin mengerti pria itu mencoba untuk menyelamatkan dirinya dari apapun gadis itu sebenarnya. Dengan gerakan aneh yang tangan pria itu buat, muncul sebuah tameng seperti pelindung yang pria itu gunakan untuk melindungi dirinya dari cahaya apapun itu. Dengan susah payah, pria itu mencoba untuk menghentikan gadis itu. Entah bagaimana pria itu mengambil kain pengikat gadis itu tanpa memegangnya. Kain itu seperti terbang begitu saja ke tangan pria itu.

Semua yang Justin saksikan saat ini sangat tidak masuk akal. Dia memang membayangkan yang macam-macam tentang pria itu, tapi tidak pernah terpikir sedikitpun oleh Justin semua khayalannya itu sekarang menjadi sesuatu yang nyata. Justin mulai berpikir jika semua yang terjadi ini hanyalah sebuah mimpi. Tapi semua ini terasa begitu nyata untuk menjadi sebuah mimpi.

Akhirnya pria itu berhasil meraih tangan gadis itu. Dia kembali mengikat tangan gadis itu dengan kain itu. Pria itu dengan keras mendorong gadis itu dan menyambungkan kembali ikatan kelemari besinya. Dan anehnya seketika gadis itu kembali menjadi normal. Pria itu bernafas lega setelah semuanya selesai.

"Kau baik-baik saja?" tanya pria itu pada Justin, yang entah mengapa bukannya merasa bersyukur, Justin merasa pria itu justru tampak heran dengan kondisi Justin yang baik-baik saja.

"Aku… baik-baik ssaja.." jawab Justin ragu.

Setelah pria itu berada begitu dekat dengannya, baru Justin sadari lengannya yang tampak melepuh seperti terbakar, yang sepertinya terkena cahaya tadi. Baru kini Justin mengerti mengapa pria itu tampak heran dirinya tidak terluka sedikitpun.

Pria itu mengulurkan tangannya untuk membantu Justin berdiri. Meski Justin masih begitu takut dengan semuannya, tapi dia tetap menerima uluran tangan itu, mengingat pria itu sudah menyelamatkan dirinya.

"Terima kasih…ehm tangan paman, biar aku obati ya? Aku punya obat untuk luka bakar."

"Tidak perlu, ini tidak terlalu sakit. Kurasa kau punya keperluan yang sangat penting, sampai kau datang kesini."

"Ibuku... aku harus kerumah sakit sekarang, ibuku kecelakaan. Tapi tidak ada taksi yang lewat, semua orang juga pergi. Aku mohon bantu aku???" ucap Justin memohon padanya. Justin bahkan tidak peduli dengan semua keanehan yang baru saja terjadi.

"Kau punya foto rumah sakitnya?"

"Untuk apa?"

"Aku harus melihat seperti apa tempatnya."

"Ba-baiklah" jawab Justin ragu.

Justin mencari foto-foto rumah sakitnya di handphonenya dan memberikannya kepada pria itu. Pria itu melihatnya sebentar dan setelah itu dia langsung menyuruh Justin untuk mengikutinya. Anehnya bukannya pergi keluar, pria itu justru menyuruh Justin untuk mengikutinya ke dalam kamar mandi. Justin ingin sekali mengatakan sesuatu, tapi setelah semua yang terjadi, apapun mungkin saja, bahkan sebuah pintu kemana sajapun rasanya tidak akan mengejutkan dirinya.

"Tunggu… aku belum tahu nama paman."

"Namaku Berceliocy Virenzdso"

"Heh siapa?" tanya Justin yang langsung tidak mengingat namanya.

"Panggil saja Ben. Kudengar itu lebih umum disini. Sekarang pegang tanganku dan tutup matamu."

"O-oke.." jawabnya ragu

Dalam sekejap mereka sudah berada di rumah sakit itu. Tepat di tempat yang sama dengan foto yang ditunjukan Justin. Untungnya udara yang sangat dingin bahkan membeku, membuat tempat itu menjadi sangat sepi, sehingga tidak ada orang yang menyadari kehadiran mereka yang tiba-tiba.

"Aku benar-benar tidak terkejut lagi." ucap Justin begitu mereka sampai.

"Mari kita cari ibumu.."

"Tidak, aku cari ibuku dan paman pergilah untuk meminta pertolongan pertama. Paman mungkin bukan orang biasa, tapi bukan berarti paman tidak merasakan sakit. Aku pergi sekarang, awas kalau paman tidak mengobati lukanya!"