Haa ... dimana ini? kenapa gelap sekali? apa ada seseorang disini?
"Tangkap!"
Huh? Apa?
Aku mendapati diriku berada di sebuah desa, di depanku ada tiga anak kecil sedang bermain lempar tangkap piring.
"Semangat, Zell!!" teriak suara di sampingku.
Apa??
Aku melihat ke sampingku, disana ada gadis kecil sedang duduk, sedang menyemangati mereka bermain.
Dalam sekali tatap aku langsung mengenali gadis itu, dia adalah Tia, temanku saat aku masih kecil. Dia memiliki rambut ungu yang lurus sampai pundaknya, tidak ada yang spesial dari mata coklatnya, namun entah kenapa setiap kali dia menatapku waktu kecil dulu, aku merasa lebih kuat dan semangat dari sebelumnya.
Aku mencoba meraih dan mengelus kepalanya. Namun, aku tidak dapat menyentuhnya, tanganku menembus kepalanya layaknya hantu.
Eh???
"Aku tidak bisa menyentuhnya" kataku, melihat tanganku yang menembus wujudnya.
"Zell, sudahi dulu mainnya, ajak sekalian temanmu makan siang bersama"
Suara itu?!!
"Baik, bu! ayo, kita makan siang dulu. Tia, ayo" ucap anak berambut perak disana.
Ibu!!
Aku segera berbalik dan melihat ibuku. Tia menembus melewatiku, dan mereka masuk ke dalam rumah. Masih tersisa satu orang yang masih berdiri disana, ibuku. Dia berdiri disana melihat ke arahku.
Apa dia melihatku?
"Ah! Akhirnya kamu datang" kata ibuku.
Apa maksudnya?! dia bisa melihatku?
Ibu berjalan ke arahku, dia melebarkan tangannya seakan mau memeluk.
"Ibu ...."
Aku melebarkan tanganku sepertinya, karena kukira dia melihatku dan akan memelukku. Namun, dia berjalan menembus melewatiku dan berpelukan dengan pria di belakangku, pria itu adalah ayahku.
Dia baru pulang setelah bekerja sebagai penebang.
Aku menurunkan tanganku dengan lemas lesu, menatap tanah yang kotor.
"Apa yang kuharapkan? sudah beberapa kali aku mendapati mimpi ini, namun aku masih saja tertipu" gumamku.
"Ini bukan mimpi" suara itu menyahut perkataanku.
Apa yang ...?
Aku berbalik melihat kedua orang tuaku, mereka tersenyum melihat ke arahku. Aku melihat ke belakangku, mungkin saja mereka tersenyum pada sesuatu di belakangku namun kali ini mereka benar-benar tersenyum karena melihatku di depan mereka.
"Kamu sudah tumbuh besar, Zell" kata ibuku.
"Ya, kamu tumbuh menjadi pria yang tampan melebihi ayah, Zell. Kamu pasti sudah mempunyai banyak pacar sekarang"
Aku terdiam tak bersuara, perasaanku campur aduk.
"Ada apa?" tanya ibuku.
Ini aneh ....
Aku mendengar langkah kaki dari belakang mendekati kami bertiga.
"Zell, sadarlah" suara itu memanggilku.
"Oh, apa itu pacarmu, Zell?" kata ayah.
Ada tangan yang memegang pundakku, aku melihat ke belakang dan melihat Rikka.
"Rikka?"
"Rikka?? Jadi itu nama pacarmu. Hahahaha, dia sungguh cantik, anakku memang hebat dalam urusan mencari pasangan, gahahaha"
"Sadarlah, Zell! mereka hanyalah ilusi" gumam Rikka.
Aku menghiraukan perkataan tidak masuk akalnya, dan berjalan mendekati ayah dan ibuku.
"Berhenti, dasar bodoh"
Saat aku berjalan mendekati mereka, sebuah bayangan hitam muncul dan lewat di antara kami. Beberapa detik kemudian, kepala ayah dan ibuku terpotong.
"!!!"
Setelah kepala mereka terpotong, penglihatanku perlahan memudar. Aku mencoba meraih mereka berdua, namun aku terlambat dan semuanya menjadi gelap.
Lalu, ada suara yang memanggil namaku.
"Zell ...." suara itu terdengar samar-samar.
"Zell ...!" aku mulai bisa mendengar suaranya.
"Zell!!!"
Suara terakhir itu membuatku tersadar dan terbangun di sebuah ranjang di sebuah ruangan kecil.
"Akhirnya, kamu sadar"
Masih mengumpulkan kesadaranku dengan perlahan, aku bertanya "Ada apa? Kita sudah sampai?"
"Masih belum. Tapi, kita punya masalah serius"
Saat kesadaranku sepenuhnya pulih, aku melihat Rikka sedang sangat cemas, dia sudah memegang senjata, belatinya dengan erat.
....
***
"Tahan!! Jangan sampai terpengaruh oleh ilusi yang mereka buat. Para penyihir, berikan pelindung kepada semua orang di kapal!!"
Sekelompok penyihir berjubah melafalkan mantra sihir berskala besar, sebesar kapal yang Zell dan Rikka naiki. Sebuah lingkaran sihir sebesar kapal muncul di atasnya. Lalu, layaknya hujan, sebuah percikan dan sinar hijau kekuningan keluar dari lingkaran tersebut mengguyur kapal.
Semua orang yang berada di kapal berhasil di mantrai pelindung terhadap ilusi yang dibuat oleh para monster laut.
Zell dan Rikka datang ke dek kapal. Disana, mereka melihat kru kapal dan petualang yang sedang menaiki kapal tersebut sedang melawan makhluk putih.
Makhluk itu memiliki warna tubuh dan rambut panjang seputih salju serta mata merah. Mereka tidak memiliki kaki, melainkan ekor seperti ular, bisa dikatakan mereka mirip seperti duyung namun dengan warna putih salju.
"Dhwite?!"
Makhluk itu dinamakan Dhwite oleh para pelaut yang bertemu dengan mereka. Kabar tentang Dhwite tersebar dari mulut ke mulut sehingga semua orang akhirnya tahu tentang mereka, monster laut yang bisa membuat orang tertidur dan terjebak dalam mimpi (buruk) sampai orang itu mati.
"Dhwite? Bukankah mereka adalah monster laut yang membunuh manusia dengan cara menidurkan mereka dan menjebak mereka dalam mimpi buruk?" tanya Zell.
"Humu, mereka adalah musuh sejati para pelaut selain badai air dan ombak besar. Rumornya, Yuna, si pedang emas, bunuh diri setelah terlepas dari mimpi buruk yang mereka buat" kata Rikka.
"...."
Rikka berlari membantu untuk mengusir para Dhwite dari kapal.
Sedangkan, Zell berdiri diam melihat pertarungan para kru dan petualang dengan Dhwite.
"... Bunuh diri karena Dhwite? jadi, mereka menyembunyikan kebenarannya ...." batin Zell.
Zell mengepalkan tangan kanannya yang dibalut perban.
'clang'
Terdengar suara seperti sebuah baja yang saling beradu ketika Zell mengepalkan tangannya.
Lalu, dia menarik pedang pendek dari kantong pedang yang diselipkan di balik jubahnya, di belakang tubuhnya.
Dia berlari menerjang Dhwite yang sedang berlari ke arah tangga yang menuju ke para penyihir di area kemudi kapal.
Zell membelah sempurna Dhwite tersebut menjadi dua bagian, hanya dengan sebuah pedang pendek.
Dia mengayunkan pedangnya dari atas ke bawah secara diagonal guna menghilangkan noda darah berwarna ungu milik Dhwite dari pedangnya.
"Terima kasih, petualang" kata salah satu penyihir disana.
Zell melihat mereka dengan dingin untuk sekejap, sambil berkata, "Tidak masalah".
Kemudian, dia mengalihkan pandangannya ke Dhwite lain di seberangnya.
Rikka yang berhasil membunuh satu Dhwite dengan penuh usaha, kemudian mengalihkan pandangannya pada Zell yang sedang berlari untuk menyerang Dhwite.
"Eh? Apa orang itu bisa bertarung?" gumam Rikka.
Zell melompat setelah jarak antara dirinya dan Dhwite semakin menyempit, kemudian dia berhasil mendarat di atas Dhwite dengan pedang pendeknya menancap dalam dari atas kepala monster itu.
Seperti biasa, dia mengayunkan pedangnya secara diagonal untuk menghilangkan noda ungu di pedangnya setelah mengalahkan Dhwite.
"Wow, dia hebat juga ...." gumam Rikka saat melihat kemampuan Zell.
Dan pertarungan pun berakhir selama 10 menit setelah itu. Para kru membuang mayat-mayat Dhwite ke laut dan melanjutkan pekerjaan mereka, para petualang dan penumpang kembali ke kabin mereka masing-masing.
"Ohwahhh ... Lelahnya, makhluk putih itu sangat menyeramkan!!" ucap Zell menguburkan wajahnya ke ranjang.
"Ahaha.. haha ... ya ...." Rikka tertawa dengan lesu.
"Ada apa denganmu? apa kamu trauma, kucing hitam?" tanya Zell sambil tiduran di atas ranjangnya.
"Hahh?!! Siapa yang kau sebut dengan kuci-- ng ...??"
Zell tertidur dalam sekejap saat Rikka sedang kesal karena dipanggil kucing hitam olehnya.
Rikka melihat Zell yang tertidur seperti anak kecil, pipinya memerah seketika.
"Di-dia ... seperti anak kecil saja ...."
Kain putih yang membalut tangan kanan Zell tiba-tiba menjadi kendor. Rikka, menarik kain itu dan melihat tangan kanan Zell yang dibalut tersebut.
Rikka terkejut saat melihat tangan Zell karena tidak ada satupun luka atau codet di tangannya.
"Terus, untuk apa dia menutupi tangannya?" gumamnya.
Rikka meraih tangan Zell dan memegangnya. Dan, dia terkejut saat memegang tangannya karena itu sangat lembut dan dingin.
Dia segera melepaskan tangannya yang sedang memegang tangan Zell.
"Tangannya dingin sekali ... seperti orang mati"
....
"Uekk??!"
Tangan Zell tiba-tiba menarik Rikka ke pelukannya.
Wajah Rikka memerah saat tiba-tiba dipeluk oleh Zell yang tidak sadar.
"A-a-a-a-a-apa ...?!"
Namun, beberapa detik kemudian, Rikka mulai tenang dan merasa nyaman oleh pelukan itu.
"Aku akan melindungimu ...." bisik suara Zell yang tertidur.
"?!!"
Meski Rikka tahu, bahwa kata-kata itu bukan untuknya dia tetap merasa senang. Dan, akhirnya dia pun tertidur lelap di pelukan Zell.
....
Zell tersenyum, dan bergumam dalam hatinya, "Gadis bodoh ... hehe"