Zell telah tiba di pelabuhan di sebelah selatan pulau pendosa.
Kini, Zell, sedang turun dari kapal yang dia naiki untuk berlayar kesini. Bersama dengan rekannya, yang menyamar sebagai budak dengan kalung merah, Rikka, si kucing hitam.
Setelah Zell turun dari kapal dan menginjakkan kakinya di pelabuhan, seorang kru kapal berseru padanya.
"Hei tuan, apa itu budak milik anda?"
Seruan itu terdengar oleh Zell yang sedang berjalan keluar dari pelabuhan, dia menghentikan langkahnya dan membalikkan badannya kepada si kru kapal.
Dengan wajah yang tersenyum kaku, Zell menjawab, "Iya ...."
Zell berkeringat karena tidak tahu harus menjawab apa, dia melirik Rikka yang tampaknya tidak peduli tentang dirinya disebut sebagai budaknya.
Setelah melihat Rikka, Zell melanjutkan perkataannya. "Dia budak milikku"
Kru kapal itu terlihat bersemangat, dia berseru lebih keras dari yang tadi. "Woah!! Hebat, budak anda sangat lihai dalam bertarung melawan Dhwite kemarin malam. Sungguh sangat membantu kami, aku sangat berterima kasih padamu karena membawa budak yang jago bertarung"
Zell melambaikan tangannya ke atas dan ke bawah, sambil berkata, "Tidak, tidak ... Meskipun kemampuan bertarungnya sangat hebat. Tapi, dia ini masih pemula dalam hal itu, kau tahu?"
Si kru kapal terdiam sebentar, kemudian tertawa setelah dia mengerti ucapan Zell.
"Hahahaha, aku tidak menyangka anda mendapatkan barang yang sangat langka! Apa dia masih perawan? begitukah maksudmu tuan?" tanya si kru kapal.
Zell tersenyum padanya, dan berbalik sambil melambaikan tangan pada si kru kapal. Rikka berjalan di sampingnya dengan wajah yang sangat merah.
"Woah ... Sungguh, pria itu sangat beruntung sekali mendapatkan budak seperti tadi .... hehehe" gumam si kru kapal.
Dan teman-temannya berkumpul di sekitarnya dengan senyum jahat menatap mereka berdua yang menjauh pergi.
....
Sniff - sniff ....
"Bau ini ...."
Seorang pria dengan rambut merah panjang dan mata kuning seperti ular, memakai pakaian tradisional Jepang, atau kita sebut dengan Kimono, sedang berjalan di daerah kumuh. Namun, langkahnya terhenti setelah dia mencium aroma yang familiar dengannya.
Pria itu dapat mengetahui keberadaan seseorang di sekitarnya, dengan jarak paling jauh 500 meter. Berbeda dengan Zell, yang mana dia mengetahui keberadaan seseorang dari aura dan emosi seseorang. Pria ini dapat mengetahui keberadaan seseorang dengan aroma atau bau seseorang tersebut.
"Hahh ... aroma yang familiar"
Pria itu berbalik, berjalan ke arah yang sebaliknya dari arah tujuan awalnya.
"Harus segera menemuinya!" ucapnya sambil berlari dengan penuh semangat.
....
"Wahh ... Pulau ini berbeda dengan yang kubayangkan"
Zell dan Rikka berjalan di distrik perumahan yang teratur dan damai.
Beda dengan yang Rikka bayangkan tentang pulau ini sebelumnya, dia mengira kalau pulau ini sangat berantakan dan kekacauan dimana-mana. Namun, semua itu hanya bayangannya saja mengenai pulau pendosa.
Zell melihat Rikka dan bertanya, "Memangnya, seperti apa gambaranmu tentang pulau ini?"
"Yah ... kukira, ini akan sangat kacau dan berantakan. seperti, kekerasan dan perbudakan wanita dimana-mana ...."
"Heh ...." Zell berhenti melangkah.
"Ada apa?" tanya Rikka kebingungan, kemudian ia juga menghentikan langkahnya.
"Kamu lihat perempuan yang berdiri di depan bar itu? Menurutmu, apa dia seorang budak atau bukan?" tanya Zell sambil menunjukkan tangannya pada perempuan itu.
Rikka melihat ke perempuan tersebut, kemudian memerhatikannya untuk beberapa saat. Setelahnya, dia bertanya kepada Zell, "Dia hanya orang biasa, 'kan? Bukan seorang budak ...?"
"Salah. Perempuan itu adalah seorang budak tanpa kalung. Namun, sebagai ganti kalung budaknya, dia mempunyai tanda di sekitar lehernya. Mereka disebut sebagai 'akakubi', atau budak yang bertarung di arena demi mendapatkan kebebasan mereka. Tidak boleh ada seorangpun yang melecehkan budak dari arena, atau mereka akan mendapatkan hukuman mati" jelas Zell panjang lebar.
"Akakubi ... apa mereka berempat juga dijadikan sebagai akakubi di pulau ini ...?" gumam Rikka.
"Kemungkinan besar, iya. Karena, para akakubi awalnya adalah seorang petualang yang ditangkap kemudian dijadikan budak melalui proses yang ...."
"Proses yang?" lirik Rikka ke Zell dengan wajah penuh tanya.
"Yang ... --Lu-lupakan saja ...." elak Zell.
Zell membersihkan tenggorokannya.
Uhum ....
"Yang lebih penting, apa empat orang anggota kita semuanya perempuan?" tanya Zell.
"Tidak. Dua perempuan, dan dua laki-laki" balas Rikka.
"Oh begitu, ya. Sayang sekali, kita hanya bisa menyelamatkan dua orang anggota perempuan saja" ucap Zell.
Rikka tersentak.
"Kenapa begitu?!"
"Karena, jika mereka tertangkap oleh orang-orang dari arena. Hanya perempuan saja yang akan dijadikan budak, untuk laki-laki, mereka akan dibunuh atau dijebloskan ke lantai terbawah dungeon milik arena"
"Tidak mungkin ...."
Rikka murung ketika mengetahui hal itu.
"Apa ... kita tidak bisa menyelamatkan mereka dari dungeon?" tanya Rikka.
Rikka adalah seorang pembunuh berdarah dingin. Meski begitu, hatinya masih memiliki ruang untuk seseorang yang dianggapnya sebagai teman. Termasuk empat orang yang menjadi bagian dari Leaf Autumn.
Tapi, bukan berarti dia akan terus bisa menyisakan ruang untuk temannya, hanya dengan sedikit gangguan pada hatinya ... Dia akan menjadi seseorang yang benar-benar dingin, hatinya akan membeku seperti es, semua emosinya akan lenyap seperti boneka.
Zell yang mengetahui bahwa satu saja dia salah dalam berkata padanya, dapat membuat Rikka menjadi seorang yang berbeda dari yang sekarang.
Sekarang Zell sedang melihat Rikka sebagai aura yang transparan dalam penglihatan batinnya. Aura yang tidak memiliki tujuan ataupun keinginan, aura yang kapan saja bisa berubah menjadi baik atau buruk secara permanen, itu adalah aura transparan.
Jika Zell berkata bahwa dua anggota laki-laki tidak dapat diselamatkan, maka aura transparan tersebut akan menjadi hitam atau buruk. Namun, jika Zell berkata bahwa dua anggota tersebut dapat diselamatkan, maka aura transparan akan menjadi putih atau baik.
"Aku bisa saja menyelamatkan mereka yang dijebloskan ke dalam dungeon, jika saja ada tambahan orang ...." batin Zell.
Shutt ....
Pikiran dan penglihatan Zell lenyap seketika. Namun, itu kembali ketika seruan suara yang memanggilnya ....
"Oi!! Apa yang kau lakukan?!" suara tersebut membentak Zell.
"Huh ...?" Zell tersadar dan mendapatkan kembali pikiran dan penglihatannya.
Semua yang awalnya gelap dan tak berbentuk, perlahan kembali mendapatkan wujudnya masing-masing.
Zell membuka matanya, dan melihat orang dengan rambut merah panjang berlari padanya dengan antusias.
Orang itu melompat dan meluncur menuju Zell.
"Waaa?!!" Zell terkejut.
Orang itu memeluk dan mengayunkan Zell ke kiri dan ke kanan.
"Ahaha ... Akhirnya, kau kembali, Zell!"
"O-oi, turunkan aku!"
Orang itu berhenti, dan menempatkan Zell di tanah.
"Apa kau masih ingat aku? ini aku, Shiyo!"
"Ahh ... Kak Shiyo?"
"Yaaa!! Kau mengingatku!!!"
Shiyo memegang tangan Zell dan berputar-putar disana, semua orang yang berada disana melihat ke mereka. Namun, mereka hanya melihat sebentar dan berjalan kembali seperti tidak peduli atau tidak pernah melihat mereka sama sekali.
"Oh?"
Shiyo tak sengaja melihat Rikka yang berdiri dengan kepala menunduk saat berputar. Dia berhenti dan menurunkan Zell, lalu berjalan mendekati Rikka.
"Hmm ... gadis ini sangat menarik, tapi ada sesuatu yang aneh pada dirinya ...." gumam Shiyo.
"Ahh ... dia mempunyai jiwa transparan" kata Zell berhenti di samping Shiyo.
"Oh!! Jiwa transparan, ya ... menarik. Jadi, apa yang akan kamu lakukan?" tanya Shiyo.
"...." Zell sedang berpikir.
"Apa kamu akan mengisi wadahnya dengan hitam atau putih?" lanjutnya.
Shiyo menatap mata Zell dengan serius, seakan dia sedang menjelajahi pikiran Zell melalui matanya.
"Aih ... seperti biasa, aku tidak bisa membaca pikiranmu" gumam Shiyo.
Zell mendekati Rikka, dan menyentuh kepalanya. Lalu, dia berbalik melihat Shiyo.
"Shi, bisakah kamu memindahkan jiwaku ke dalam tubuhnya untuk sementara? aku akan mencarikannya jiwa sementara untuknya, sampai dia mendapatkan jiwa tetap atas keinginannya sendiri"
"Kalau kau gagal, gadis ini akan mati loh. Apa kamu yakin?" Shiyo mencoba untuk menkonfirmasi keinginan Zell.
"Aku yakin" ucap Zell dengan serius.
"Baiklah ...."
Zell menempelkan dahinya ke dahi Rikka. Itu dilakukan agar pemindahan jiwa mudah untuk dilakukan oleh Shiyo.
Shiyo pertama menjentikkan jarinya, lalu mereka tiba-tiba berada di sebuah ruangan yang terbangun dari kayu.
Dia kemudian menyentuh kepala Zell dengan dua ujung jarinya, setelah itu menyentuh kepala Rikka dengan cara yang sama juga.
"Transfer!"
Sebuah aliran cahaya biru mengalir dari ujung jari tangan kiri Shiyo ke tangan kanannya, dan lenyap menembus kepala Rikka.
Shiyo menurunkan kedua tangannya, dan menjentikkan jarinya.
Sebuah bantal besar terbang dan berhenti di sampingnya. Shiyo tiduran di atas bantal tersebut, sambil memerhatikan Zell dan Rikka.
"Howahh ... sisanya tergantung kemampuanmu"
Shiyo menguap.
Dia mengubur wajahnya di permukaan bantal.
"Aku akan tidur dulu ...."