Chereads / CIRCUMPOLAR / Chapter 14 - Part 13

Chapter 14 - Part 13

~Hidup itu seperti sebuah penelitian, kamu melakukan sesuatu ketika kamu sendiri tidak tau apa yang sedang kamu lakukan~

***

Author

"Lo udah boleh pulang sama dokter, gue anter lo balik," kata cowok yang sekarang berdiri di samping brankar Ero.

"Mobil gue masih di sana,"

"Mana kunci mobil lo, gue ambil. Lo tunggu sini sekalian gue yang anter pake mobil lo," ujarnya. Ero mencoba meraih tas yang ada di nakas dekatnya, merogoh untuk mencoba mencari kunci mobilnya dan segera memberikannya pada orang yang ia sendiri tak kenal. Belum sempat berkata, orang yang baru saja menabrak Ero itu pergi begitu saja.

"Elah, ngapain gue kasi tuh kunci. Kalo dia mau nyuri gimana? Aduh, kena omel mama dah gue. Bego banget," gerutunya menyesali kebodohannya. Namun, ia masih berusaha berpikir positif dan memilih menunggu laki-laki tadi sambil bermain dengan ponselnya. Sempat ia tangkap melalui manik abunya ada pesan dari manik hitam yang membuatnya langsung melempar ponsel ke dalam tasnya. Akhirnya ia memilih menghabiskan waktunya hanya dengan menatap sekeliling.

"Ayo balik," suara itu tiba-tiba muncul di balik pintu tempat Ero mendapat tindakan. Gadis itu segera turun dan melangkahkan kakinya mengikuti langkah orang di depannya.

Buugggh

"Maaf," cicitnya, menyadari kesalahannya yang terlalu fokus mengikuti langkah kaki hingga tak memperhatikan bahwa langkah itu sudah berhenti. Alhasil dahi yang masih terbalut kapas malah terantuk punggung gagah laki-laki di depannya. Namun, yang ditabrak tidak menunjukkan ekspresi apa-apa.

Ero hanya memberikan petunjuk jalan menuju rumahnya, selepasnya ia tak membuka percakapan, begitu juga sang pemilik manik coklat itu. Ia terlalu fokus pada arahan gadis yang sekarang memandang kosong ke jendela sebelahnya. Pikirannya kembali pada kejadian beberapa saat lalu. Yang jelas ia sendiri tidak menginginkan pria itu. Lalu kenapa ia yang disalahkan dan dijadikan tempat pembalasan dendam, cowok itu pikir Ero yang selama ini mengambil pria itu. Bodoh sekali!

"Hampir sampai?" Entah sudah berapa kali sang manik coklat menanyakan pertanyaan yang sama.

"Hah? Eh? Oh, di depan belok kanan nanti ada rumah abu-abu cerah, berenti aja di depannya. Biar supir gue yang masukin mobilnya," tak ada tanggapan, Ero kembali diam memikirkan betapa kacaunya ia hari ini karena dua manusia yang seenaknya saja muncul dalam hidupnya dan malah merusak keadaan yang sebelumnya memang rusak.

"Udah sampe, gue pamit."ucapnya sambil turun dari mobil. Ero yang baru saja menyadarinya langsung ikut turun dan mengucapkan terima kasih walau entahlah cowok itu mendengarnya atau tidak karena dia sudah pergi agak jauh. Ero melangkahkan kakinya memasuki halaman rumah yang tak bisa dibilang sempit.

"Bang Mamang, mobil masukin garasi ya minta tolong. Makasih," ucapnya pada pria paruh baya yang sedang minum kopi bersama satpam komplek di gardu halaman rumahnya.

"Iya, neng. Siap."

Sudut bibir gadis itu sedikit terangkat mendengar jawaban dari supir keluarganya itu. Namun, tak lama senyum itu pudar ketika ia sampai di depan pintu dan mendapati pria yang tak ingin ia temui.

"Dahinya kenapa? Seragamnya juga kotor," ucap pria itu. Gadis dengan rambut hitam kecoklatan itu hanya menatap dengan sudut matanya.

"Bukan urusan anda. Oh iya, jika anda masih ada tanggungan yang harus diurus, urus sana! Tidak perlu mengasihi keluarga ini! Kami tidak butuh, oh salah SAYA YANG TIDAK BUTUH," ucapnya agak penekanan pada empat kata terakhir karena melihat mamanya yang mulai berjalan mendekati pintu.

"Kamu kenapa sayang?"tanya wanita itu, tapi Ero hanya berjalan dengan tatapan kosong menuju kamarnya.

***

Pemilik manik coklat mengilap itu kembali ke rumah sakit yang baru saja ia datangi. Bukan sekadar mengambil mobilnya yang ia tinggal di sana, tapi menjenguk seseorang yang memang selalu ia datangi. Kali ini dia datang dengan tas tenteng yang berisi bubur dan beberapa makanan lain. Ia terus melangkahkan kakinya menaiki tangga untuk sampai di ruangan yang di tuju.

Derit pintu dibuka membuat wanita paruh baya yang terduduk di brankar rumah sakit menoleh pada sang coklat, sudut bibirnya terangkat dengan manik mata yang berbinar.

"Tumben telat, sayang?" Tanya wanita itu.

"Maaf Ma, tadi Fikar masih nganterin cewe yang kena tabrak sama Fikar," sesalnya.

"Ha? Ceweknya gimana? Parah nggak?"

"Nggak, Ma. Lecet doang kok. Udah balik ke rumahnya."

"Lain kali hati-hati ya sayang," balas wanita itu sambil mengelus rambut putranya yang kini sedang menyiapkan makanan untuknya. Matanya menerawang dalam menusuk sang iris coklat, membuat sang pemilik menoleh dan menaikkan sebelah alisnya.

"Fikar ganteng ya," yang diajak bicara hanya diam sambil menghembuskan napas perlahan. Ia sudah hafal, jika Mamanya sudah berkata seperti itu, artinya Mamanya sedang sedih dan sedang mengingat semua kenangan yang ada, Fikar tidak merasa lelah sedikitpun akan hal itu, ia hanya merasa tertusuk jika Mamanya sedih.

"Mama minta maaf ya," ucap wanita itu menyendu.

"Ma, Mama gak perlu minta maaf,"

"Karena Mama sama Papa, masa remajamu yang harusnya menyenangkan malah sibuk mengurus urusan yang seharusnya Mama dan Papa kerjain,"

"Ma, Fikar gak merasa terbebani. Buat apa Mama sama Papa sekolahin Fikar jauh-jauh dulu kalau pada akhirnya cuman kayak gini Fikar gak bisa," ucap manik coklat itu meyakinkan wanita di depannya.

"Tolong. Jangan bahas ini lagi," pintanya. Mamanya hanya menatap putra semata wayangnya itu dan mengelus pucuk kepala Fikar.

***

"Awas. Jangan nangis lagi hari ini," pesan Indah sebelum turun dari mobil merah yang dikemudikan gadis mungil dengan iris abu itu.

"Bawel! Gue kuat sekarang," bantahnya. Gadis itu segera mengambil tas biru tua yang ada di kursi belakang dan segera keluar mobil.

"Woy," panggil seseorang yang membuat sang manik abu menoleh.

Gadis itu berdecih sambil memutar bola matanya. Laki-laki bernama Vega itu mendekatinya.

"Dahi lo napa?" tanyanya sedikit meremehkan.

"Kena gigit sama ingus unta,"

"Dih, jorok amat sih lu. Hmm, gue mau nanya soal dong,"

"Soal apaan?"

"Fisika. Boleh ya?"

"Dih, lu kan juga pinter fisika. Gak gak gak, paling lo males doang ngerjain. Ya kan? Udah-udah sana pergi. Gue mau masuk. Bye," ketus gadis itu sambil meninggalkan Vega yang masih di tempatnya.

Bruuk

Belum ada beberapa langkah dari tempatnya berdiri, tiba-tiba ada beberapa benda keras yang menabrak punggungnya.

"Aw," ringisnya, berbalik untuk melihat apa yang baru saja menabraknya. Buku berserakan yang pertama kali manik matanya tangkap. Ia segera membantu seseorang yang sedang merapikan buku berserakan itu.

"Tuh, rasain. Makanya jangan pelit-pelit," teriak Vega yang kemudian segera melipir ke kelasnya. Di dalam hati Ero sedang menggerutu atas apa yang Vega katakan tadi. Enak saja, dia pura-pura nanya, ujung-ujungnya suruh ngerjain tugasnya.

"Makasih," ucap sesorang yang baru saja berdiri setelah berhasil mengangkat semua buku tadi.

"Lo?"

"Iya, gue. Sorry, buru-buru. Ini berat," ucapnya yang langsung pergi meninggalkan gadis mungil yang kebingungan itu.

.

.

.

.

.

Hehe:))