Chereads / Pulau yang Hilang / Chapter 102 - Tragedi

Chapter 102 - Tragedi

Mereka berdua kembali melangkah bersama, menuju ke kamar katanya. Namun kala Langit dan Bonar melewati sebuah ruang, Langit tiba-tiba berceletuk,"Itu ruang yang tadi aku masuki ya?"

Mengingat tadi ada dua pintu saat ia memasuki sebuah ruang yang hampir membuatnya mati. Langit mengetahuinya karena letaknya sejajar saat ia masuki dari sisi lain.

"Hmmm," Singkat Bonar.

Langit mengikuti langkah Bonar yang terus melangkah tanpa henti. Cukup mudah dihafal oleh Langit ke arah mana mereka pergi, lurus-belok kiri-masuk pintu kecil pertama-turuni tangga yang ada sejak masuk-masuk pintu lagi-sampai.

Dua tempat tidur sederhana tersedia disana, selain itu ada lemari besi biasa dan satu pintu yang sepertinya menuju kamar mandi. Bonar merebahkan badan dan memejamkan matanya begitu saja saat tiba di salah satu tempat tidur. Pandangan Langit merekam setiap benda yang dilihatnya.

Tiba-tiba saja, Langit bertanya pada dirinya sendiri, "Sebenarnya dimana aku ini?" Tanyanya itu ternyata terdengar oleh Bonar yang ternyata tidak tidur.

"Sebuah pulau," Timpal Bonar.

Lantas Langit menoleh ke arah Bonar yang dikiranya sudah terlelap. "Maksud kau?" Lanjut tanya Langit.

"Kau sedang berada di sebuah pulau dimana kau akan sangat sulit untuk meninggalkannya, dan bahkan untuk datang pun kau akan sangat sulit, hanya orang-orang tertentu yang dipilih oleh mereka yang mampu," Jelas Bonar secara ringkas.

"Mereka?" Tanya Langit lagi, penjelasan dari Bonar semakin banyak menghadirkan pertanyaan dalam benaknya.

"Ya, mereka, yang punya kuasa itu," Singkat Bonar.

'Apa maksudnya orang-orang yang memakai pakaian seperti peneliti itu?' Pikir Langit sampai-sampai ia baru ingat kalau ia kan seharusnya jangan sampai membuat orang sekitarnya curiga, lantas ia pun terdiam.

Namun, Bonar melanjutkan ucapan dan penjelasannya tadi,"Mereka kira mereka punya kuasa atas segalanya? Menghalalkan segala cara demi keuntungan pribadi? Sungguh miris,"

"Terus Bang Bonar kenapa bisa sampai sini? Kalo misalkan gak sembarang orang bisa masuk pulau ini? Bang Bonar dipilih juga sama mereka?" Tanya Langit spontan setelah mencoba mencerna kata-kata Bonar barusan namun nyatanya sulit sekali ia pahami maksudnya.

"Kamu inget gak kenapa kamu bisa sampai sini?" Tanya balik Bonar.

Langit hanya menggeleng. Dari kalimat Bonar ia mencerna, sepertinya Bonar tahu siapa sebenarnya Langit.

"Aku saksi hidup pembangunan tempat ini, orang-orang itu tak pandang bulu menjadikan orang-orang tak berdosa jadi mangsanya, bahkan anaknya sendiri,"

"Mereka gila, tapi aku butuh uang mereka, makanya aku ada disini," Singkat Bonar lagi.

"Siapa nama kau?" Tanya Bonar tiba-tiba.

Langit sebenarnya tak tahu nama aslinya, aku hanya menuliskan namanya agar kalian tahu siapa yang terbangun dari tidur panjangnya ini. Langit kebingungan sampai akhirnya menyerah. Namun ia tak lupa dengan nama yang tertulis di id card yang tergantung di lehernya.

"Dean. Namaku Dean Suroto," Spontan Langit yang kini mengaku bernama Dean.

"Maksudku, nama asli kau," Jelas Bonar seakan ia tahu apa yang baru saja sebenarnya terjadi pada Langit.

"Maksud Bang Bonar?" Tanya Langit atau yang kini tengah berpura-pura bernama Dean.

"Yaa... Aku tahu kau bukan Dean itu kan, kau yang tak sengaja terlepas dari belenggu mereka kan? Sampai mereka kebingungan terus-terusan mencarimu?" Ungkap Bonar.

Benar saja, Bonar tahu bahwa Langit memang baru saja terlepas dan kabur, namun kini ia lebih penasaran pada hal lain.

"Kenapa aku dibelenggu seperti tadi? Apa Bang Bonar tahu alasannya?" Tanya penasaran Langit.

Namun, Bonar malah bertanya balik,"Kau tak ingat sama sekali kah saat kau tengah tertidur pulas dalam kapsul itu?"

Langit mencoba mengingat sesuatu sampai ia memejamkan matanya, namun ingatannya tak kunjung memberi jawaban. "Benakku benar-benar tak memberi jawaban, Bang"

"Benar-benar biadab mereka! Kau hanya diperalat oleh mereka, asal kau tahu saja," Singkat kesal Bonar.

"Maksud Bang Bonar?" Telusur Langit.

"Sulit buat dijelaskan, begini saja," Timpal Bonar yang kemudian mendekatkan bibirnya ke telinga Langit untuk membisikkan sesuatu. Langit tampak menganggukkan kepalanya saat Bonar mengucapkan banyak patah kata di telinganya.

06.00

Dering alarm dari ponsel canggih Bonar membangunkan pemiliknya dan juga Langit. Tampilan ponselnya itu nampak lain dan terlihat canggih. Berbeda dari ponsel kebanyakan dan bahkan sepertinya siapapun belum pernah melihatnya.

"Hoammm.." Langit menguap sambil memaksa tubuhnya terbangun dari ranjang kecil di samping ranjang lain milik Bonar.

"Cepat kau bersiap," Ucap tegas Bonar pada Langit yang baru saja membuka matanya.

Langit menghela napas, lalu bangkit dan berjalan menuju kamar mandi yang tak jauh dari ranjangnya itu. Segera ia mengguyur badannya dengan sejuknya air yang mungkin sedingin es pagi itu.

Kala Langit menggosokkan sabun ke badannya, matanya menatap dua buah lubang terdapat di bagian atas dinding kamar mandi. Dimana dua buah lubang itu membiarkan sinar masuk melewatinya. Hingga gerakan menggosoknya terhenti secara spontan. Sabunnya terjatuh, lalu ia segera membalikkan ember besar penampung air agar bisa ia jadikan bantuan pijakannya untuk mengintip apa yang sebenarnya ada di balik lubang itu. Ia berharap, ia bisa melihat dan tahu dimana ia berada sekarang.

Matanya seketika terbelalak. Lautan tenang, mentari, dan apa itu? Semacam pembatas? Terbentang dari bangunan tempat ia berada sampai ke ujung lautan? Sungguh ia tak tahu apa itu.

Saat ia hendak menurunkan kaki sebelah kirinya terlebih dahulu ke lantai, tanpa sengaja ia menginjak sabun batang yang tadi secara spontan ia jatuhkan kala melihat sinar di lubang kamar mandi itu. Hingga sebuah tragedi pun tak terelakkan, Langit terpeleset dan kepalanya membentur handle pintu dengan cukup keras. Ceceran cairan merah kental merembes hingga keluar pintu kamar mandi.

Bonar yang kebetulan baru saja keluar dari kamar mandi di sebelah kamar mandi yang dimasuki Langit cukup terkejut mendengar benturan barusan yang cukup keras. Matanya membulat melihat ceceran darah dari dalam kamar mandi sebelahnya.

"Hei!! Kau! Buka pintunya!" Panik Bonar sembari mengentuk-ngetuk pintu kamar mandi. Pintu dicoba didorongnya dengan kuat, tapi ia tak kuasa. Ia semakin panik namun mencoba tetap tenang.

Bonar mengobrak-abrik kotak peralatan di bawah ranjangnya, hingga ia menemukan sebuah kunci inggris yang cukup berat. Ia pun membawanya dan mencoba memukulkan benda itu ke handle pintu kamar mandi.

Bruk..

Bruk..

Belum juga terlepas handle itu. Bonar berusaha lebih keras. Ia mengerahkan seluruh tenaganya untuk membuka pintu itu. "Aaaaaa!!!!"

Brukkk..

Handle pun terlepas namun pintu tak terbuka. Tertahan oleh Langit dibaliknya. Bonar membuka paksa pintu itu dengan mendorongnya sampai tubuhnya bisa masuk. Benar saja, ia mendapati tubuh Langit terbujur kaku dengan darah bersimbah memenuhi lantai kamar mandi.

"Sungguh malang anak ini," ratap kasihan Bonar.