"Leahh!!!!!!"
Beno begitu terpukul, Leah terjatuh diantara kerumunan penjaga gila yang langsung menghantam tubuh Leah dengan kapak. Seketika itu juga Leah menghembuskan napas terakhirnya. Beno melihat mereka mulai menghancurkan kepala Leah dan memakan otaknya. Ia tak henti-hentinya menangis hingga lupa misi mereka selanjutnya.
"Sudah Beno! Semoga dia diberi tempat terbaik disisi Tuhan, ya", ucap Dr. Ben menenangkan Beno yang baru saja kehilangan wanita yang dianggapnya spesial itu.
"Aku harus habisi mereka semua!!"
Beno tampaknya sangat marah dan menyimpan dendam pada penjaga gila itu. Dia berjanji akan membalas kematian Leah dengan menghabisi semua makhluk itu.
"Ayo! Kita masuk", ucap Leah setelah menemukan jalan masuk yang aman ke dalam markas para penjaga dari atap.
"Tunggu!", cegah Dr. Ben saat Arash hampir saja masuk ke dalam celah atap yang terbuka.
"Peluru kita habis, sebelum kita mendapat senjata di dalam, gunakan ini sebagai senjata sementara", ucap Dr. Ben sambil menyodorkan pisau daging pada Leah dan Beno.
Beno mengibas-ngibaskan pisau itu untuk latihan melawan penjaga gila nanti didalam.
Beno turun lebih dahulu setelah mengawasi keadaan di bawah benar-benar aman.
Jlebbb....
Beno turun dari atap ke lantai markas para penjaga yang hanya berjarak 3 meter itu. Diikuti Leah, kemudian Dr. Ben.
Mereka turun ke dalam ruangan berukuran 3 m x 3 m. Sepertinya itu ruang kepala para penjaga. Mereka mendapati mayat dengan bagian kepala yang hancur. Tapi Dr. Ben bisa mengenalinya dari pakaian yang dikenakan mayat itu, ia adalah sahabat Dr. Ben, Kepala para Penjaga.
Dr. Ben berlutut didepannya dan menundukkan kepala sekejap untuk menghormati kepergiannya. Lalu ia mengambil kain putih di dalam salah satu lemari di ruangan itu. Lalu ia menutup wajah sahabatnya itu dengan kain yang ia ambil.
Dr. Ben kembali berdiri. "Bantu aku mencari kuncinya", ujar Dr. Ben pada rekannya yang hanya tinggal 2 orang lagi.
"Kunci apa?"
"Kunci lemari ini", ucap Dr. Ben sambil menunjuk ke arah lemari kaca disamping brankas.
"Untuk apa?"
" Untuk mendapatkan senjata lah"
Beno memang sedikit bingung dengan apa yang diucapkan Dr. Ben, karena ia melihat dalam lemari kaca yang tembus pandang itu tak ada apa-apa sama sekali. Tapi meski begitu ia tetap saja membantu mencari kunci itu.
Ruangan itu diobrak-abrik oleh mereka, diacak-acak demi mendapat sebuah kunci.
"Dimana ya kuncinya?", ujar Dr. Ben yang belum juga berhasil menemukan kunci untuk membuka lemari itu.
Mereka memang sudah menemukan banyak kunci, tapi bukanlah kunci yang pas untuk membuka pintu lemari itu.
"Ada apa sih dalam lemari itu?", tanya Beno yang sudah kesal dari tadi mereka terus mencari-cari kunci tapi ia tidak tahu tujuan dari rencana Dr. Ben.
Dr. Ben langsung menatap Beno saat ia bertanya dengan nada kesal seperti itu. " Untuk membuka brankas ini, gudang senjata itu ada dalam brankas ini"
"Kodenya ada dalam kotak kecil di lemari kaca itu", lanjutnya.
Brakk...
Usaha Beno membuka lemari kaca itu dengan mencoba memecahkannya untuk mencari keberadaan kotak kecil yang sama sekali tak ia lihat.
'Dimana sih kotak kecil itu', gerutu Beno dalam hati sambil terus mendobrak-dobrak kaca itu dengan badannya.
Meski telah mendobrak kaca itu berulang kali, dia belum juga berhasil memecahkannya. Kesabarannya hampir habis, amarah kekesalannya mulai memuncak. Dia ingat kalau penjaga aneh diluar sana membawa kapak, dia akan coba mencari kapak untuk memecahkan kaca itu.
Cklek...
Ckit....
Decitan pintu terdengar cukup keras saat Beno membukanya perlahan.
Kepalanya planga-plongo mendongak ke bagian luar ruangan itu.
"Aman"
Langkahnya berjalan keluar dari ruangan itu setelah matanya melihat kapak tergeletak 5 meter dari tempat mereka mencari kunci sebuah lemari.
Berjalan setengah lari ia menuju kapak itu. Kemudian kembali menuju ruang tadi sambil berlari setelah mendapat kapak itu.
Krak...
Kakinya menginjak potongan ranting yang membuatnya menimbulkan suara patahan bergema cukup kerasdi lorong ruangan sepi.
Segera ia lanjutkan langkahnya dengan berlari menuju ruangan tempat Dr. Ben dan Arash berada tanpa mempedulikan hal tadi.
Tapi... Tapi.. Tapi..
Ternyata ada beberapa penjaga ganas yang mendengar patahan ranting yang diinjak Beno. Mereka mendekat ke sumber suara yang didengarnya.
Beno masuk kembali ke ruangan dimana lemari kaca yang hendak ia pecahkan berada.
"Awass!!", teriak Beno yang sontak membuat Dr. Ben dan Arash menjauh dari lemari kaca.
Prang....
Beno memecahkan kaca menggunakan kapak yang ia pungut dari lorong sepi markas penjaga.
Dr. Ben pun mengambil sebuah kotak kecil di dalam lemari kaca itu.
Brak..
Brak..
Sebuah kapak dipukulkan ke pintu masuk ruangan itu hingga membuatnya berlubang meski sangat kecil. Dan... Itu adalah ulah penjaga ganas yang tadi mendengar suara patahan ranting ditambah suara teriakan Beno yang diikuti suara pecahan kaca.
Suara itu membuat mereka, Beno, Dr. Ben dan Arash melirik ke arah pintu itu. Dan tentu saja hal itu membuat mereka terkejut dan panik. Beno mendorong sebuah lemari lain di samping pintu untuk menghalangi jalan masuk penjaga gila itu.
"Cepat!!", ujar Beno.
Dr. Ben pun segera membuka kotak kecil yang sudah digenggamnya. Tapi lagi-lagi kotak itu sulit dibuka karena butuh sebuah kunci kecil untuk membukanya.
"Aku butuh kunci untuk membukanya", ucap Dr. Ben.
Tanpa pikir panjang, Beno kembali meminta Dr. Ben meletakkan kotak itu di lantai. Dan..
Brak..
Beno membelah kotak itu dengan kapak yang tadi ia gunakan memecahkan pintu lemari kaca.
Dan tentu saja itu membuat kotak itu terbelah menjadi dua sehingga Dr. Ben bisa menemukan sebuah kode yang tertulis dalam secarik kertas di dalam kotak itu.
"3..2..04-40..2..3", ucap Dr. Ben terpatah-patah karena panik saat menekan tombol di depan brankas itu.
Brak..
Brak..
Penjaga gila itu masih saja mencoba membuka pintu ruangan tempat Beno berada yang terkunci dari dalam.
Trit...
Brankas itu terbuka. Dan hanya ada sebuah tombol bulat merah berdiameter 10 cm.
'Hanya sebuah tombol?', heran Beno.
Dr. Ben pun segera menekan tombol itu ke bawah.
Tiba-tiba...
Lemari kaca yang tadi dipecahkan Beno berputar sendiri 180°.
"Woww..."
Beno takjub atas apa yang dilihatnya barusan. Ia benar-benar tidak menyangka ruangan ini begitu modern meski tampilannya sangat lusuh.
Dr. Ben dan Arash segera mengambil beberapa senjata yang terpajang di balik lemari itu.
"Beno!! Cepat pilih senjatamu!", seru Dr. Ben.
Beno mendekat ke arah lemari itu, dan mengambil sebuah senapan SSX, senjata api jenis P90 sebagai cadangannya, ditambah lagi pisau jagdkommando yang dikaitkan di celana tactical berwarna chino.
Brak..
Penjaga gila di luar ruangan itu masih saja mendobrak-dobrak untuk masuk ke dalam.
"Ada jalan lain, kah?", tanya Arash setelah ia mengambil sebuah shotgun dan beberapa granat di dalam tasnya.
Mereka terdiam memandang sekitarnya. Mengingat jalan satu-satunya mereka telah dikepung manusia gila yang kini jadi musuh bagi mereka.