Dia masih bisa terbangun, setelah banyak kali badannya terbentur dan terpelanting besi-besi anak tangga.
Lift yang tadi Andre dan Max gunakan untuk keluar dari sana, sudah menuju ke lantai 5. Sehingga tak ada pintu kecil di lift itu lagi yang bisa digunakan penjaga gila itu untuk bebas dari ruangan kecil belakang lift.
Max sudah berjalan menuju kamarnya. Ia berjalan agak tergesa. Sedangkan Andre, ia memastikan tak ada lift lain yang terdiam di lantai itu, agar si penjaga aneh itu tak bisa lolos dari ruangan kecil. Setelah itu, ia segera menyusul Max setengah berlari menuju kamarnya.
Di dalam kamar Max, ia mengambil ponselnya dan mencoba menghubungi bagian keamanan untuk mencari tahu apa yang terjadi. Saat Max sedang menelpon, barulah Andre masuk ke kamar Max dengan pintu kamar yang masih terbuka.
"Apa yang terjadi? Aku menemukan penjaga gila, brutal, pembunuh di ruang makan"
"Saya tidak tahu betul Pak, sebenarnya dari mana awal mula manusia-manusia itu berasal. Yang pasti mereka membunuh, memakan otak mangsanya, dan.....Aaaaa..... Brugh.... Brugh", suara jeritan dan pukulan itu mengakhiri telepon antara Max dan penjaga di bagian keamanan itu.
"Halo? Penjaga?"
"Sepertinya dia diserang manusia gila itu", ucap Andre yang juga mendengar suara itu dari telepon genggam Max.
"Sekarang kita harus apa?", tanya Andre pada Max.
Max hanya diam. Benar-benar diam. Bingung. Bagaimana ini bisa terjadi pada bunker miliknya. Andre yang tak mendengar Max mengeluarkan sepatah kata, dia malah sama-sama ikut terdiam.
Max membuka laptop miliknya, mencoba menghubungkan kamera cctv yang terpasang dengan laptopnya. Benda semacam Flashdisk mewah terbuat dari emas ia keluarkan dari laci meja kerja di kamarnya. Ia akan mencoba melihat keadaan di bagian lain bunkernya.
Laptopnya sudah selesai booting dan sudah siap dipasangkan dengan perangkat kamera cctv dari benda emas tadi.
Clap..
Ia sudah sambungkan benda itu ke dalam port usb laptopnya. Tapi...
"Apa ini? Aku tak bisa mengaksesnya?", kesal Max.
Andre yang mendengar kekesalan ucapan Max, dia mendekat ke arah meja kerjanya itu.
"Ada apa?"
"Aku tak bisa mengakses cctv bunker! Sial!!", gerutu Max dengan nada marah.
'Pasti karena Beno', pikir Andre.
Andre melihat ponsel milik Max tergeletak di atas tempat tidurnya. Andre berniat untuk menghubungi Beno dengan ponsel adiknya itu. Tapi jika Max mengetahui hal itu, pasti ia akan marah padanya. Maka ia berpura-pura merebahkan badannya di atas tempat tidur di samping ponsel itu. Ia berpura-pura merentangkan tangannya, dan menimpa ponsel itu dengan bagian dalam lengannya, setelah itu, dia menggeser lengan yang sudah beralas ponsel Max itu ke arah badannya. Ia mencuri-curi pandang pada Max untuk memastikan Max tidak sedang mengawasinya. Setelah berhasil meraih ponsel Max, ia segera terbangun. Memastikan ponsel itu aman di tangannya. Lepas itu, ia berjalan menuju kamar mandi yang hanya beberapa langkah dari tempat tidur.
Blugh...
Pintu kamar mandi Andre tutup cukup keras. Segera ia cari kontak Beno di ponsel itu.
'Apa? Kenapa tak ada?', gumam Andre dalam hati.
Namun, ia tak putus akal, dia mencari kontak lain selain Beno, ada nama Leah disana. Ia coba akan hubungi Leah untuk mengetahui keadaan di atas sana.
Tuuttt....
"Halo, tuan?", ucap suara seorang wanita di telepon.
"Apa disana baik-baik saja?", timpal Andre dengan nada lirih.
'Max yang menelponnya, tapi suaranya bukanlah suara khas milik Max, melainkan..', batin Leah.
"Andre!!"
"Iya ini aku Andre, bagaimana keadaan disana?"
"Disini baik-baik saja. Aku masih bersama Beno, Dr. Ben dan juga Arash. Memangnya apa yang terjadi?"
"Bukan apa-apa, tapi berhati-hatilah dan juga bersiaplah. Ada penjaga aneh, pembunuh, brutal, pemakan otak. Tetap siaga. Kunci semua akses masuk ke dalam kamar"
"Apa? Maksudmu?",tanya Leah yang benar-benar tak mengerti apa yang baru saja dijelaskan Andre secara singkat itu.
Tuttt...
"Kenapa telponnya dimatikan? Hei!! ", kesal Leah.
Beno yang berada disampingnya penasaran atas ungkapan kekesalan Leah, "Ada apa?".
"Andre menelponku dengan nomor Max. Dia bilang ada penjaga aneh,,,,pembunuh,,, memakan otak. Dia meminta kita berhati-hati dan siaga".
"Penjaga apa?", tanya Beno yang juga tak mengerti maksud Andre pada Leah itu.
"Aku tak tau, saat kutanya lagi, telponnya malah ditutup".
"Jangan-jangan...", cetus Dr. Ben yang seketika itu juga menengok ke bagian gudang lewat pintu masuk satu-satunya.
Dan... Benar saja, banyak kekacauan terjadi disana. Matanya menangkap banyak pemandangan mengerikan terjadi di gudang penyimpanan dan penyortiran itu. Jeritan dan teriakan terdengar sampai ke dalam kamarnya. Matanya sampai terbelalak, ia tidak pernah menebak hal ini bisa terjadi.
"Kenapa banyak sekali yang berteriak?", tanya Leah penasaran dengan apa yang terjadi di luar sana. Leah berjalan menghampiri Dr. Ben yang masih mematung di celah pintu.
Tapi sebelum Leah ikut mengintip, Dr. Ben segera kembali menutup pintu itu rapat, dikuncinya dari dalam.
"Bantu aku Beno!", pinta Dr. Ben saat memindahkan lemari pakaian dari besi yang ada di kamarnya untuk menghalangi pintu.
Tanpa basa-basi dan banyak tanya, Beno segera membantu Dr. Ben mendorongnya ke depan pintu yang hanya berjarak 1 meter saja.
"Hiiiyyyyaaaaa!!!!"
Brukk...
Lemari yang asalnya berdiri tegak, tumbang begitu saja. Menghadang pintu besi yang merupakan pintu masuk satu-satunya di kamar itu.
Permintaan yang Beno pikir itu aneh, membuatnya penasaran, apa yang sebenarnya Dr. Ben lihat diluar sana. "Ada apa?", tanya Beno.
Dr. Ben tidak menjawab pertanyaan Beno. Karena masih banyak rencana yang harus dibuat secara mendadak kali ini.
"Arash! Leah! Kemasi perbekalan yang ada ke dalam tas ini!", perintahnya saat melemparkan dua buah tas ransel berwarna hijau army yang terbuat dari bahan polyester.
Meski masih bingung, Arash dan Leah tetap menuruti perintah Dr. Ben. Mereka tak tahu apa yang direncanakan Dr. Ben, mereka mengemas sisa makanan kaleng yang mereka punya, beberapa obat-obatan, air mineral kemasan, dan pakaian ganti.
Dr. Ben mengambil senjata cadangan miliknya dari balik foto pernikahannya dengan Arash. Tak lupa peluru cadangannya juga dia bawa. Tapi sepertinya ia merasa kekurangan senjata.
"Apa kamu punya simpanan senjata?"
Beno hanya menggeleng pelan. Tapi dia masih penasaran apa yang sedang terjadi di luar sana.
"Apa yang sebenarnya terjadi, Hah?"
Beno memegang erat bahu Dr. Ben hingga ia tak bisa berkutik. Menatap matanya tajam. Hingga Dr. Ben pun berkata, " Ada penjaga aneh, pemburu otak manusia, membunuh, brutal. Andre tadi menelpon Leah untuk memberitahu kita, kita harus waspada dan bersiap, kita harus pergi dari sini!!".
Dia melepas tangan Beno yang menggenggam erat bahunya, dan segera mencari lagi senjata lain di kamarnya.
Beno mematung setelah mendengar penjelasan dari Dr. Ben.
"Mulai lagi??"
Kata itu diucapkannya sesaat setelah mematung beberapa detik.
Beno membantu berpikir dimana mereka bisa mencari senjata lagi.
"Senjata, biasanya senjata dipegang para penjaga, dan mereka pasti punya cadangan atau tempat penyimpanan dan semacamnya"
"Kamu benar, Beno!"
"Ayo bergerak!!", perintah Dr. Ben, kemudian ia berdiri dan berjalan menuju pintu kecil lubang ventilasi yang kemarin ia gunakan untuk masuk ke kamar ini.
Gerakan langkah Dr. Ben diikuti Arash, kemudian Leah dan yang terakhir Beno. Tas ransel army yang sudah disiapkan Leah dan Arash dibawa oleh Beno dan Dr. Ben.
Rencana mereka kali ini, menuju markas para penjaga yang berada di samping gudang tempat kini mereka berada.