Andre memasuki ruangannya dan Tiffany telah menunggu disana, wajahnya terlihat muram dengan tangan yang dilipat didadanya ia menatap Andre dengan sorot mata redupnya, terlihat kekecewaan dimatanya yang membuat Andre menerka-nerka dalam hati.
"Apa ada masalah?" Andre bertanya saat telah sampai dihadapan Tiffany.
"Kamu mengakses file rahasia perusahaan ini?" Tiffany bertanya tanpa basa basi.
Andre begitu terkejut tapi ia tetap berusaha untuk tetap tenang dan duduk dikursinya seakan pertanyaan Tiffany bukanlah sebuah masalah.
"Aku melihatnya untuk mencari data, perusahaan kita terlibat kasus oleh grup Maxi karena tidak dapat menyelesaikan pembangunan sesuai waktu yang ditentukan. Jadi aku harus mengecek ulang semuanya agar dapat mendapatkan sedikit kelonggaran." Jelas Andre, ia berbohong dengan telak.
Tujuan ia mengakses data rahasia perusahaan bukanlah untuk membantu kasus yang tengah menimpa Grup Wings melainkan hanya untuk Maya.
Tiffany menurunkan tangannya, ia meletakan kedua tangannya diatas meja kini "Tapi kamu tidak perlu mengcopy semua data rahasia perusahaan ini." Ia memekik dan menggebrak meja.
"Aku melakukannya untuk mempelajarinya dirumah." Andre mengangkat kepalanya dan menatap kesal kini.
"Kamu tidak mempercayaiku Tiffany?" Dengan menatap penuh penekanan Andre bertanya pada Tiffany berharap pertanyaannya dapat menggoyahkan Tiffany dan benar saja sorot matanya perlahan melembut.
"Aku hanya merasa malu." Kini Tiffany terlihat murung, semburat merah terlihat digaris matanya.
"Ibuku dulu melakukan sebuah dosa.. kamu pasti telah mengetahuinya." Kini Tiffany benar-benar kehilangan kekuatannya, ucapannya menjadi pelan dan air matanya menetes meskipun ia dengan cepat menyekanya.
Andre sudah pasti mengetahui rahasia ibunya yang menggelapkan uang perusahaan enam tahun yang lalu dan itu membuatnya sangat malu.
Andre mendesah, ia beranjak bangun dan menghampiri Tiffany lalu memeluknya hangat.
"Dosa ibumu bukanlah dosamu.. semua itu sama sekali tidak memengaruhi pandanganku padamu." Ucap Andre, sebenarnya ia merasa kasihan pada Tiffany, terlepas dari sosok ibunya, ia hanyalah gadis baik yang sedikit polos dan sangat mencintainya.
Kesalahan keduanya karena membuat Tiffany jatuh cinta padanya bahkan ia telah menidurinya.
"Maafkan aku.." Andre bergumam pelan, bukan maaf karena telah mengakses data rahasia perusahaan melainkan maaf karena telah menjadikan Tiffany alat untuk membantu Maya membalas perbuatan Kania.
.....
Gerbang terbuka dengan lebar secara otomatis saat Marve baru berdiri masih dengan posisi menggendong tubuh Maya.
"Turunkan aku mas.." Entah sudah berapakali Maya meronta tapi Marve sama sekali tidak menggubrisnya bahkan kini saat mereka telah sampai diambang pintu, Marve masih belum juga menurunkan Maya.
"Aku akan menurunkanmu setelah kamu memaafkanku.." Ucap Marve seraya menunggu pintu terbuka.
"Tidak." Jawab Maya dengan tegas.
Marve tersenyum kecewa namun bukan menurunkan Maya ia malah mempererat gendongannya, menunggu hingga lantai menjadi basah karena kucuran air yang berasal dari tubuh mereka yang basah kuyub.
"Astaga mas.. tanganmu akan sakit jika terus seperti ini."
Marve tersenyum, bahkan disaat Maya masih merasa marah padanya, ia tetap perduli padanya.
Marve akhirnya menurunkan Maya perlahan tapi tidak melepaskannya, ia merangkul erat pinggan Maya yang basah dan tersenyum menatapnya lekat.
"Terima kasih karena telah mencintaiku."
Maya terdiam, senyuman hangat Marve dan sorot mata sedihnya membuatnya sedikit merasa bersalah, apakah ia terlalu berlebihan pada Marve.
Semua ini ulah Rara, ia yang menyusup seperti ular dan Marve setengah tertidur saat itu artinya ia tidak begitu sadar.
Tidak seharusnya ia berlarut marah pada Marve tapi rasa kecewa masih tertoreh dihatinya hingga ia merasakan ketidak nyamanan saat mengingat kejadian tadi pagi.
Hujan masih turun dan bertambah deras sedangkan kilatan cahaya petir mulai bergantian menerangi langit dengan sekejap mata.
"Kamu beruntung karena hari ini hujan." Ucap Maya pelan sebelum akhirnya berhambur memeluk Marve kembali karena suara petir kembali terdengar.
Marve tersenyum bahagia, ia membalas pelukan Maya dan sedikit mengangkat tubuhnya saat perlahan pintu terbuka dan Rara telah berdiri mematung saat melihat pemandangan yang tidak terduga dihadapannya.
Dia mendengar kekacauan saat Dewi menerima panggilan dari Marve yang terdengar gusar mencari Maya, yang ada dipikirannya adalah ia telah berhasil mengacaukan hubungan Maya dan Marve maka kesempatannya telah terbuka semakin lebar tapi yang dilihatnya kini sebuah pemandangan kemesraan yang membuat matanya sakit seketika.
Marve menurunkan Maya perlahan dan mereka akhirnya menyadari keberadaan Rara yang memendang nanar kini.
Maya menatap kesal, wanita ini masih berada dirumahnya membuat jantungnya seakan ingin meledak karena tidak kuasa menahan diri untuk menjambak rambut wanita jalang itu.
Tapi Marve menyentuh pipi Maya lembut dan menatapnya lekat, sorot matanya yang teduh membuat Maya tidak dapat melepaskan pandangannya yang perlahan menggelap karena matanya terpejam kini.
Terpejam karena merasakan kelembutan sentuhan Marve yang menciumnya mesra tanpa memperdulikan apapun.
Dewi dan para pelayan yang tidak sengaja melihat segera menundukan wajah mereka karena merasa malu setidaknya kekacauan telah berakhir, pikir Dewi sampai ia melihat Rara yang berdiri diambang pintu merusak semua pemandangan indah ini, jadi dengan kasar Dewi menariknya menjauh.
"Tikus memang suka sekali berkeliaran sesuka hati." Dewi menggerutu sambil menarik Rara ke dapur.
Dengan nafas terengah Maya melepaskan kecupan hangat Marve yang sebenarnya tidak ingin Marve akhiri tapi kemudian Maya berjalan meninggalkannya.
Mungkinkah Maya masih marah padanya? Marve bertanya dalam hati bingung.
"Ayo mas.. nanti kita bisa masuk angin." Maya menoleh dan memanggil Marve sebelum akhirnya kembali melangkah cepat.
Sepertinya ia sudah tidak marah lagi. Marve tersenyum senang dan segera menyusul langkah Maya.
Sementara itu, Raden membulatkan matanya sempurna. Air matanya menetes tanpa disadarinya saat melihat secarik kertas yang baru saja diberikan oleh dokter pribadinya.
Hasil tes DNA..
Hasil tes DNA antara dirinya dan Maya dan ternyata memiliki kecocokan, itu artinya Maya benarlah keponakannya.
Ia terduduk lemas, entah ia harus bahagia atau sedih.. Maya mengalami semua kejadian buruk karena dirinya bahkan Arya..
Arya.. korban kebakaran itu sungguh Arya keponakannya. Ia mengepalkan kuat-kuat tangannya dan bertanya kepada asisten pribadinya.
"Kamu sudah mendapatkan apa yang aku cari?" Raden bertanya tanpa menoleh dan asistennya segera meletakan sebuah berkas dihadapannya.
"Anting ini dibeli atas nama Kania Rahardi, ia satu-satunya pemilik dari anting keluaran terbatas sebuah perusahaan perhiasan Swan Jewellry dan perusahaan tersebut telah mengkonfirmasi jika hanya Kania pemilik yang berasal dari Indonesia." Jelas asisten Raden.
Raden tersenyum getir, ia membuka satu persatu gambar Kania saat wanita itu memakai anting yang kini berada ditangannya.
"Agung, atur semua berkas yang aku kirim. Aku akan kembali ke Indonesia." Raden meletakan ponselnya kembali setelah menghubungi Agung, ia berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia tidak akan melepaskan wanita iblis itu.
Tunggu saja Kania.. kamu tidak akan bisa lolos kali ini.
....