Maya menatap laju lalu lintas yang sedikit padat dan langit terlihat sangat cerah hari ini, musim hujan telah berlalu, sudah berapa lama sejak Mina dan Arya meninggalkannya dan ia masih belum dapat menyentuhnya sama sekali, desahan dafas berat yang berhembus dari bibirnya sama sekali tidak membuang rasa sesak dihatinya, bahkan pernikahannya juga cukup terancam, semua tidak berjalan baik dihidupnya selama ini.
Dalam kesedihannya yang terbenam dalam hatinya ia mencoba membayangkan setiap hal manis yang telah dilaluinya bersama dengan Marve, saat ia melempar lampu mobil Marve hingga saat Marve menciumnya dihadapan semua orang, jika dipikirkan lagi semua hal seperti telah direncanakan dengan baik oleh Tuhan untuk membalas semua rasa sedihnya dan menerima begitu banyak cinta yang dicurahkan oleh Marve padanya.
"Aku tidak akan menyerah, aku akan membalas setiap luka yang Kania berikan kepada keluarga kita, Arya." Maya bergumam dalam hati.
Ia tersenyum tipis, tapi kemudian ponselnya berdering 'Paman Agung' tertera dalam layar panggilan dan dengan buru-buru Maya mengangkatnya "Paman Agung.." Maya menyapa dengan perasaan senang tidak terbendung.
"Kamu sudah pulang berbulan madu?" Tanya Agung dibalik teleponnya, Maya tersenyum kembali saat kalimat 'bulan madu' disinggung oleh Agung "sudah.." Jawabnya malu. Agung tertawa renyah dibalik teleponnya, ia sangat senang mendengar suara malu-malu Maya yang menandakan jika Maya dalam keadaan sangat bahagia saat ini.
"Jadi kalau begitu paman akan segera mendapatkan kabar baik." Goda Agung
"Semoga saja.."
"Amin.. Maya, apa kamu memiliki waktu senggang nak?" Tanya Agung, Maya terdiam, ia memiliki janji dengan Marve tapi tidak biasanya Agung bertanya tentang waktunya.
"Aku sebenarnya dalam perjalanan menuju kantor suamiku, tapi jika ada hal penting yang harus aku lakukan maka aku rasa suamiku tidak akan keberatan menungguku sedikit lebih lama." Jawab Maya.
"Syukurlah.. kalau begitu bisakah kamu kerumah sakit sekarang?"
....
Maya berjalan dengan cepat saat memasuki loby rumah sakit dan dengan cepat ia berjalan menuju ruangan yang telah dipersiapkan Agung untuknya.
Ia ingin sekali menangis saat ini, air matanya tidak kuasa menetes saat Agung mengatakan jika Raden memintanya untuk melakukan tes DNA yang artinya jalan untuk membalas Kania telah terbuka lebar kini.
Begitu sampai, Maya tidak membuang waktu, ia menjalankan setiap rangkaian tes DNA ditemania oleh Agung dan seorang wanita yang telah diutus oleh Agung untuk mengawasi jalannya serangkaian tes DNA yang dilakukan Maya, Raden masih belum percaya jika ia belum menerima hasil dari tes DNA jadi ia tidak akan kembali ke Indonesia jika belum Maya belum pasti keponakannnya.
Akhirnya tes DNA telah selesai dilakukan dan kini hanya perlu menunggu hasilnya keluar satu minggu lagi. Dengan wajah cerah Maya berjalan beriringan dengan orang utusan Raden yang akan segera kembali ke Beijing untuk membawa sample darah dan helai rambut Maya yang akan di tes di Beijing sana.
"Aku sangat senang sekali paman.. terima kasih banyak karena kamu sangat membantuku." Maya memeluk Agung erat setelah wanita itu pergi meninggalkan mereka.
"Tentu saja, aku adalah walimu sekarang artinya aku sama seperti orang tuamu.. Jadi jangan pernah sungkan untuk meminta bantuanku Maya." Jawab Agung tersenyum setelah melepaskan pelukan Maya.
"Baiklah kalau begitu paman, aku harus segera pergi sebelum suamiku mengirimkan pengawalnya untuk mencariku." Ucap Maya, terlihat jelas ia sangat terburu-buru kini jadi ia segera pergi meninggalkan Agung.
Agung mendesah kecewa, ia sebenarnya ingin mempertemukan Maya dengan Andre namun Maya terlihat tergesah-gesah jadi ia tidak tega menahannya, terlebih proses tes DNA tadi memakan waktu hampir satu jam jadi dapat dipastikan suaminya tengah risau kini.
"Ayah.." Andre datang tepat setelah Maya pergi menaiki mobilnya, terlihat dengan jelas dari peluh dikeringatnya jika ia sangat tergesah-gersah, ia sudah tidak semangat menemui Maya tapi yang dilihatnya kini hanya ada ayahnya seorang diri.
"Dimana Maya, ayah?" Andre bertanya dengan tidak sabar, Agung mengangkat bahunya "Ia baru saja pergi.. mengapa kamu jangat terlambat?" Jawab agung balik bertanya.
Tiffany sialan, jika saja wanita itu tidak menahannya dan merengek untuk ikut bersamanya maka ia tidak perlu repot-repot menyenangkan hatinya dulu sebelum akhirnya ia dapat pergi sendiri namun ternyata saat ia tiba Maya telah pergi.
"Jangan bersedih.. kamu bisa memperkenalkan jati dirimu dilain waktu pada Maya." Ucap Agung menenangkan dan menepuk bahu Maya lembut.
Andre mendesah, ia sangat kecewa, ia begitu merindukan Maya tapi sedetikpun ia tidak memiliki kesempatan bahkan hanya untuk memandang wajahnya.
...
Sementara itu, Marve baru saja meletakan teleponnya setelah menanyakan pada Bunga tentang Maya yang belum kunjung datang padahal saat ia menghubungi Dewi tadi, Dewi mengatakan jika Maya telah pergi dari satu jam yang lalu.
"Apa Maya sudah datang?" Marve kembali bertanya pada Bunga dbibalik teleponnya dan bunga menjawab "Belum.", Marve memegangi keningnya yang tiba-tiba saja terasa berat, ia kemudian mengangkat kepalanya kembali.
"Lapor pada polisi jika istriku tidak muncul juga dalam waktu lima menit." Perintah Marve dengan tidak sabar.
"Aku tidak sedang diculik oleh alien sayang.."
Marve mengangkat kepalanya saat mendengar suara yang sangat didambakannya itu tba-tiba saja terdengar didalam ruangannya.
Sebuah senyum lembut seakan mennyapu rasa frustasinya yang sejak tadi risau karena memikirkan keadaan Maya yang tidak kunjung datang, Marve segera beranjak bangun dan secepat kilat ia memeluk Maya erat.
"Aku sangat cemas.. mengapa kamu begitu lama?" Marve bertanya tanpa melepaskan pelukannya pada Maya, Maya kemudian membalas pelukan Marve dengan sangat hangat dan nyaman "Aku tadi mampir kerumah sakit." Jawab Maya.
"Rumah sakit?" Marve segera melepaskan pelukannya dan memeriksa keadaan Maya dari ujung kaki hingga kepala, istrinya terlihat baik-baik saja lantas mengapa ia pergi kerumah sakit.
"Apa kamu hamil sayang?" Marve bertanya dengan antusias membuat Maya tidak dapat menahan tawa gelinya.
"Mas.. kita melakukannya belum lama ini.. bagaimana bisa aku langsung hamil." Jawab Maya tersenyum malu-malu.
Marve tersenyum, ia tahu persis kapan ia dan Maya bersatu sempurna dan bahkan ini belum genap dua minggu, ia hanya ingin menggoda Maya, melihat bagaimana wajah Maya memerah seperti buah cerry saat ini, "Mau membuatnya lagi sayang?" Bisi Marve, ia sengaja menyentuh daun telinga Maya dengan bibirnya dan membuat Maya memanas seketika.
"Mas.. kita sedang dikantor.." Jawab Maya mengingatkan, ia tidak boleh lepas kendali meskipun dalam hatinya ia sangat menginginkan bagaimana tangan kekar Marve menyentuh punggung polosnya dan menariknya lebih dalam kedalam pusat tubuhnya yang memanas.
Marve menyukai bagaimana reaksi malu-malu Maya, ia kemudian melihat arloji yang menempel dipergelangan tagannya lalu tanpa melepaskan tanga Maya ia kembali kekursinya dan duduk sambil memangku Maya.
"Mas nanti ada yang melihat." Maya menggeliat malu saat tangan Marve mulai mengelus pahanya dibalik gaunnya dan memainkan jarinya untuk menyapu kelembutan paha Maya dan membuat Maya menegang kini.
"Bisma.. kosongkan jadwalku malam ini dan pulanglah.. " Ucap Marve sebelum meletakan ponselnya kembali dan menutup tirai rapat-rapat mengunakan remot jarak jauh.
"Jadi mengapa kamu kerumah sakit sayang?"
...